Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 10 | Fardhu Adus

Fasal ini membahas tentang Fardhu adus dari kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Kitab safinatun naja Fardu AdusImage by © LILMUSLIMIIN

Fardu Adus

فَصْلٌ : فُرُوْضُ الْغُسْلِ اِثْنَانِ : اَلنِّيَّةُ، وَ تَعْمِيْمُ الْبَدَنِ بِالْمَاءِ

Fardu Adus (mandi) itu ada dua, yaitu :

1. Niat

2. Meratakan air ke seluruh badan.


Penjelasan dari kitab syarah kasyifatus saja karangan imam Nawai Al bantani :

Fardu-fardu adus, maksudnya rukun rukun mandi, baik mandi wajib atau mandi sunah, ada dua :

1. Niat

Rukun mandi yang pertama adalah niat misalnya orang junub berniat menghilangkan jinabat, orang yang haid atau nifas berniat menghilangkan haid atau nifas, atau masing-masing dari mereka bertiga berniat melakukan mandi, atau berniat melakukan fardu adus  (mandi), atau berniat melakukan kewajiban mandi, atau berniat mandi wajib, atau berniat mandi karena sholat, atau berniat menghilangkan hadas, atau berniat bersuci dari hadas, atau berniat bersuci karena hadas, atau berniat bersuci wajib, atau berniat bersuci karena sholat. Tidak cukup kalau hanya berniat mandi saja atau berniat bersuci saja karena mandi saja atau bersuci saja terkadang adalah kebiasaan (bukan ibadah).

Al-Hisni berkata, “Apabila orang junub mandi dengan niatan agar diperbolehkan melakukan sesuatu yang harus mandi terlebih dahulu, seperti; sholat, thowaf, membaca al-Quran, maka niatnya sudah mencukupi. Apabila ia berniat agar melakukan sesuatu yang disunahkan mandi terlebih dahulu, seperti; mandi Jumat dan lainnya maka belum mencukupi karena ia tidak meniatkan perkara yang wajib. Apabila ia berniat mandi karena melakukan fardhu-fardhu atau berniat kefardhuan mandi maka sudah pasti mencukupi. Demikian ini disebutkan dalam kitab ar-Roudhoh.”

Niat mandi wajib bersamaan dengan awal bagian yang dibasuh, baik yang dibasuh itu adalah bagian bawah tubuh atau bagian atasnya, atau bagian tengahnya, karena seluruh tubuh orang junub adalah seperti satu anggota utuh. Apabila ia melakukan niat

setelah membasuh bagian tertentu maka wajib baginya mengulangi membasuh bagian tertentu tersebut karena tidak dianggap sah sebab dibasuh sebelum niat. Dengan demikian, kewajiban menyertakan niat dengan awal bagian yang dibasuh adalah agar bagian tersebut dianggap sah bukan agar niatnya sah karena niat tetap sudah sah meskipun tidak dibersamakan dengan awal bagian yang dibasuh.

2. Meratakan Air Ke Seluruh Tubuh

Rukun mandi yang kedua adalah meratai tubuh pada bagian luar atau dzohirnya dengan air.

Termasuk bagian dzohir tubuh adalah hidung dan ujung jari jari yang keduanya terbuat dari misal, logam emas. Oleh karena itu, hidung dan ujung jari-jari tersebut wajib dibasuh atau dikenai air sebagai ganti dari bagian yang ada di bawah mereka karena jelas mereka termasuk bagian dzohir.

Dalam bab mandi, kuku disebut dengan kulit sehingga wajib dikenai air. Berbeda apabila dalam bab perkara-perkara yang membatalkan wudhu, maka kuku tidak disebut dengan kulit sehingga apabila saling bersentuhan kuku antara laki laki dan perempuan maka wudhu tidak batal.

Tidak diwajibkan membasuh rambut yang tumbuh di bagian mata atau hidung. Adapun apabila rambut-rambut tersebut terkena najis maka wajib dibasuh karena beratnya masalah najis.

Wajib membasuhkan air pada bagian di bawah kulup karena bagian tersebut dihukumi sebagai bagian dzohir meskipun tidak nampak secara nyata karena kulup berhak untuk dihilangkan. Oleh karena berhak dihilangkan, apabila ada orang menghilangkan kulup orang lain maka ia tidak berkewajiban dhoman.

Apabila tidak memungkinkan membasuh bagian yang berada di bawah kulup orang yang hidup kecuali kulup tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu, maka jika kulup itu sulit dihilangkan (udzur) maka ia melakukan sholat seperti faqid tuhuroini (orang yang tidak mendapati dua alat toharoh, yaitu air dan debu).

Apabila tidak memungkinkan membasuh bagian yang berada di bawah kulup mayit kecuali kulup tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu maka kulup itu tidak perlu dihilangkan karena jika dihilangkan maka terhitung sebagai bentuk penghinaan terhadap mayit. Konsekuensinya adalah bahwa menurut pendapat mu’tamad dari Romli, mayit tersebut tidak perlu disholati. Ibnu Hajar mengatakan bahwa bagian yang berada di bawah kulup mayit ditayamumi, kemudian ia disholati karena dhorurot. Baijuri mengatakan bahwa dalam masalah ini, diperbolehkan bertaqlid pada pendapat Ibnu Hajar demi menjaga kemuliaan mayit itu.

Apabila tidak memungkinkan membasuh bagian yang berada di bawah kulup mayit kecuali kulup tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu maka kulup itu tidak perlu dihilangkan karena jika dihilangkan maka terhitung sebagai bentuk penghinaan terhadap mayit. Konsekuensinya adalah bahwa menurut pendapat mu’tamad dari Romli, mayit tersebut tidak perlu disholati. Ibnu Hajar mengatakan bahwa bagian yang berada di bawah kulup mayit ditayamumi, kemudian ia disholati karena dhorurot. Baijuri mengatakan bahwa dalam masalah ini, diperbolehkan bertaqlid pada pendapat Ibnu Hajar demi menjaga kemuliaan mayit itu.

Adapun rambut yang digelung atau dikucir, maka jika air tidak bisa sampai pada bagian dalamnya kecuali hanya dengan melepas gelungan maka wajib melepaskannya.

Kesunahan Kesunahan Mandi

Sunah-sunah mandi ada 17 (tujuh belas), yaitu :

  1. Membaca Basmalah atau menyebut Nama Allah
  2. Membasuh kotoran terlebih dahulu, baik kotoran tersebut suci, seperti; sperma dan ingus, atau najis, seperti; wadi, madzi. Membasuh kotoran najis yang dianggap sebagai kesunahan mandi adalah ketika najis tersebut bukan najis mugholadzoh, hukmiah, atau ainiah yang dapat hilang dengan sekali basuhan. Adapun najis ainiah yang tidak dapat hilang dengan sekali basuhan, maka menghilangkannya sebelum mandi merupakan syarat (bukan kesunahan) sehingga mandi menjadi tidak sah jika najis ainiah masih ada, karena dapat menghalang-halangi antara anggota tubuh yang dikenainya dan air. Terkait najis mugholadzoh yang mengenai anggota tubuh, maka membasuhkan air pada tempat yang dikenainya saat mandi belum dapat menghilangkan hadas jika membasuhnya tanpa disertai tatrib (menyampurkan debu di basuhan tertentu) atau sudah disertai tatrib tetapi belum selesai dari 7 (tujuh) kali basuhan.
  3. Berwudhu sebelum mandi.
  4. Mentaslis (membasuhkan air sebanyak tiga kali tiga kali)
  5. Menyela nyelai rambut dengan air dan menyela nyelai jari jari denga
  6. Mengawali basuhan pada separuh tubuh yang kanan
  7. Mengawali basuhan pada bagian atas tubuh.
  8. Menggosok-gosok tubuh (Jawa: ngosoki).
  9. Menghadap kiblat.
  10. Mandi di tempat yang sekiranya orang yang mandi tidak terkena percikan air basuhan.
  11. Menggunakan penutup di tempat yang sepi.
  12. Menjadikan wadah air yang luas di sebelah kanan dan wadah air yang sempit di sebelah kiri.
  13. Tidak melakukan istianah (meminta tolong orang lain untuk membasuhkan, misalnya) kecuali karena udzur
  14. Membaca dua syahadat setelah mandi.
  15. Berkumur dan Istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung). Mengenai berkumur dan istinsyaq, mereka adalah kesunahan mandi sendiri, bukan kesunahan wudhu sebelum mandi. Menurut Abu Hanifah, mereka hukumnya wajib.
  16. Air yang digunakan mandi sebanyak 1 shok jika memang mencukupi.
  17. Memberikan perhatian lebih pada bagian lipatan-lipatan kedua telinga dan lipatan-lipatan tubuh (spt; leher, ketiak, dan lain-lain).
[nextpage]

Kemakruhan Kemakruhan Mandi Dan Wudhu

Kemakruhan-kemakruhan mandi dan wudhu ada 4 (empat):

  1. Menggunakan air secara berlebihan, yaitu mengambil air melebihi air yang mencukupi membasuh anggota tubuh tertentu meskipun tidak melebihi tiga kali basuhan sekalipun di tepi sungai.
  2. Melakukan lebih dari tiga kali-tiga kali jika hitungan tiga kali tersebut telah diyakini dan status air sendiri adalah milik orang yang mandi, atau bukan miliknya tetapi dimubahkan menggunakannya. Apabila air mandi adalah mauquf (harta wakaf) maka melakukan lebih dari tiga kali hukumnya haram. Tidak dimakruhkan membasuh kepala saat berwudhu meskipun perintah asalnya hanya mengusap sebagian kepala. Hal ini dikarenakan sebagian besar perbuatan-perbuatan dalam berwudhu dilakukan dengan cara membasuh sebab dengan membasuh itu dapat menghasilkan nadzofah atau bersih.
  3. Kurang dari tiga kali-tiga kali meskipun hitungan tiga kali tersebut tidak diyakini, kecuali ada hajat, semisal dingin.
  4. Melakukan mandi atau wudhu di dalam air yang diam sekalipun air itu banyak bagi orang junub ketika tidak ada udzur, sekiranya ia berdiri dengan menyelam di dalam kolam air sambil berwudhu atau mandi, dengan catatan jika kolam air tersebut tidak berada di masjid, jika berada di masjid maka dihukumi haram dari segi keharaman muktsu (berdiam diri) di dalam masjid bagi orang junub.

(والله اعلم)

Next Post Previous Post
1 Comments
  • Anonymous
    Anonymous February 25, 2023 at 9:06 PM

    saya ingin bertanya ketika seseorang mandi wajib itu kan sama dengan menghilangkan hadas besar apakah yang sudah mandi wajib itu masih memiliki hadas kecil sehingga dia wajib berwudhu ataukah mandi wajib itu sekaligus bisa menghilangkan hadas kecil sehingga dia tidak diwajibkan berwudhu ?

Add Comment
comment url
Ikuti Kami