Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 6 | Fardhu Wudhu

Membahas fardhu wudhu dari kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Kitab safinatun Syarat Bersuci Dengan BatuImage by © LILMUSLIMIIN

Fardu Wudhu

فُرُوْضُ الْوُضُوْءِ سِتَّةٌ : اَلْأَوَّلُ اَلنِّيَّةُ، اَلثَّانِيْ غَسْلُ الْوَجْهِ، اَلثَّالِثُ غَسْلُ الْيَدَيْنِ مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ، اَلرَّابِعُ مَسْحُ شَيْءٍ مِنَ الرَّأْسِ، اَلْخَامِسُ غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ مَعَ الْكَعْبَيْنِ، اَلسَّادِسُ التَّرْتِيْبُ

Fardu wudhu ada enam : yang pertama adalah niat, yang kedua membasuh wajah, yang ketiga membasuh kedua tangan sampai siku, yang keempat mengusap sesuatu dari kepala, yang kelima membasuh kaki sampai mata kaki dan yang keenam tartib (Berurutan dari awal sampai akhir).


Penjelasan dari kitab syarah kasyifatus saja karangan imam Nawai Al Bantani :

Fasal ini menjelaskan tentang wudhu.

Wudhu disebut dengan mutohir rofik (bersuci yang mensucikan serta yang menghilangkan hadas). Menurut pendapat mu’tamad, wudhu adalah ibadah yang ma’qul ma’na atau dapat diketahui hikmah disyariatkannya, yaitu bahwa sholat adalah aktivitas ibadah bermunajat atau berbisik-bisik kepada Allah sehingga dituntut untuk membersihkan diri karenanya, yaitu dengan berwudhu.

Adapun mengapa hanya kepala yang diusap, bukan dibasuh, dalam wudhu karena pada umumnya kepala itu tertutup. Oleh karena itu, dicukupkan mensucikannya dengan thoharoh yang paling sederhana. Adapun dikhususkan pada 4 (empat) anggota tubuh dalam wudhu karena 4 anggota tubuh tersebut adalah tempat melakukan dosa, atau karena Adam berjalan menuju pohon buah khuldi dengan kedua kakinya, mengambilnya dengan kedua tangannya, memakannya dengan mulutnya, dan kepalanya tersentuh daunnya.

Perkara yang mewajibkan wudhu adalah hadas disertai ingin mendirikan sholat dan ibadah lainnya (yang mewajibkan wudhu).

Ada yang mengatakan bahwa perkara yang mewajibkan wudhu hanya mendirikan sholat dan ibadah lainnya.

Ada juga yang mengatakan bahwa perkara yang mewajibkan wudhu hanya hadas dengan pengertian bahwa ketika seseorang melakukan wudhu (karena hadas) maka wudhunya tersebut berstatus wajib, baik ia masuk dalam sholat atau tidak. Sedangkan mendirikan sholat hanyalah syarat dalam menyegerakan wudhu dan terputusnya hadas adalah syarat keabsahan wudhu.

Fardhu Fardhu Wudhu

Fardhu fardhu wudhu ada enam. Yang dimaksud fardhu wudhu adalah rukun rukun wudhu, meskipun wudhunya adalah wudhu sunah.

Syaikh Salim bin Sumair Al Khadromi mengibaratkan teks dengan istilah fardhu dalam fasal wudhu dan mengibaratkan teks dengan istilah rukun dalam fasal sholat karena ketika tidak diperbolehkannya memisah-misah perbuatan-perbuatan sholat maka sholat adalah seperti satu kesatuan yang tersusun dari beberapa bagian. Dengan demikian, pantaslah menganggap bagian bagian sholat tersebut sebagai rukun-rukun. Berbeda dengan wudhu, karena setiap perbuatan dari wudhu, seperti membasuh wajah, merupakan perbuatan yang berdiri sendiri dan juga diperbolehkan memisah- misahkan antara perbuatan-perbuatan wudhu tersebut, sehingga tidak ada tarkib (penyusunan) di dalamnya atau tidak ada rangkaian perbuatan-perbuatan wudhu yang dianggap sebagai satu kesatuan.

  1. Niat
  2. Fardhu wudhu yang pertama adalah niat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallama :

    إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى

    “Adapun keabsahan amal-amal hanya tergantung pada niat-niatnya. Seseorang hanya akan memperoleh apa yang ia niatkan.”

    Syaikh Fasyani berkata dalam menafsiri hadis di atas, “Adapun tuntutan-tuntutan hukum syariat (taklif) yang dilakukan oleh tubuh (badaniah), yaitu ucapan dan perbuatan, dari orang orang mukmin hanya akan dianggap sah ketika disertai dengan niat. Setiap orang akan memperoleh balasan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Apabila niatnya baik maka balasan yang diperolehnya adalah kebaikan dan apabila niatnya buruk maka balasan yang diperolehnya adalah keburukan.”

    Niat dalam berwudhu dilakukan ketika membasuhkan air pada bagian wajah yang pertama kali, baik bagian wajah tersebut adalah bagian atasnya, atau bagian tengahnya, atau bagian bawahnya. Adapun mengapa diwajibkan menyertakan niat dengan basuhan pertama kali yang mengenai bagian wajah tersebut adalah agar bagian yang dibasuh bisa dianggap sah, bukan agar niatnya sah. Oleh karena itu, apabila seseorang membasuh bagian wajah sebelum melakukan niat maka ia wajib membasuhnya lagi setelah berniat.

    Kaifiah atau tata cara niat dalam wudhu, seperti yang dikatakan oleh Syeh al-Hisni, adalah bahwa apabila mutawaddik (orang yang berwudhu) adalah orang yang sehat (salim), maksudnya, tidak memiliki penyakit pada anggota anggota wudhu, maka ia bisa berniat dengan salah satu dari tiga kaifiah niat di bawah ini :

    • Mutawaddik berniat menghilangkan hadas, atau ia berniat melakukan thoharoh (bersuci) dari hadas, atau ia berniat melakukan thoharoh karena melakukan sholat.
    • Mutawaddik berniat agar diperbolehkan melakukan sholat (istibaahatu as-Sholah) atau selain sholat, yaitu ibadah ibadah yang tidak diperbolehkan dilakukan kecuali dengan thoharoh terlebih dahulu, seperti; memegang mushaf al- Quran bagi yang telah hadas; sehingga mutawaddik berniat, “Saya berniat wudhu agar diperbolehkan memegang mushaf Al-Quran.”
    • Mutawaddik berniat melakukan fardhu wudhu atau berniat melakukan wudhu atau berniat wudhu, meskipun mutawaddik adalah anak kecil (shobi) atau mujaddid

    Adapun shohibu dhorurah, seperti orang beser dan lainnya, maka tidak cukup baginya berniat menghilangkan hadas, atau berniat thoharoh dari hadas, karena wudhunya adalah wudhu yang berpengaruh untuk memperbolehkan, bukan menghilangkan.

    Adapun wudhunya mujaddid, tidak cukup baginya berniat menghilangkan hadas, atau berniat agar diperbolehkan melakukan semisal sholat, atau berniat thoharoh dari hadas. Syaikh Asy Syaubari berkata, “Begitu juga tidak cukup bagi mujaddid berniat thoharoh karena melakukan sholat.”

    Ketika berniat, diwajibkan menghadirkan dzat wudhu yang tersusun dari beberapa rukun ke dalam niat itu sendiri dan diwajibkan menyengaja melakukan dzat wudhu yang dihadirkan tersebut, seperti dalam niat sholat. Namun, apabila mutawaddik berniat dalam wudhu dengan niatan menghilangkan hadas maka sudah cukup baginya niat tersebut, meskipun tidak menghadirkan dzat wudhu yang tersusun dari rukun rukun, karena menghilangkan hadas sudah mencakupnya.

    Tanbih

    Lafadz (النيّة) dengan tasydid pada huruf(ي) yang berasal dari Fi’il Madhi (نوى) memiliki arti menyengaja. Asal lafadz “النية “adalah (نُوِيَة)huruf (و) diganti dengan huruf (ي) kemudian huruf (ي) tersebut diidghomkan pada (ي) setelahnya.

    Adapun lafadz (النية) dengan huruf (ي) yang tidak ditasydid menurut bahasa, seperti yang diceritakan oleh Syeh Al-Azhari, berasal dari lafadz (ونى, ينى) yang berarti pelan-pelan karena dalam keabsahan niat dibutuhkan adanya unsur pelan-pelan atau tidak terburu-buru.

  3. Membasuh Wajah
  4. Fardhu wudhu yang kedua adalah membasuh wajah.

    Dari sisi bagian atas ke bawah, batasan wajah adalah bagian antara tempat tempat tumbuhnya rambut dan bawah ujung jenggot. Dari sisi bagian samping, batasan wajah adalah bagian antara kedua telinga. Termasuk dalam bagian wajah adalah rambut rambut yang tumbuh di atasnya, seperti; dua alis, bulu mata, kumis, dan rambut di tepi pipi yang berhadapan dengan telinga (Jawa; Godek). Oleh karena itu, diwajibkan membasuh bagian luar dan bagian dalam rambut-rambut tersebut beserta kulit di bawahnya, meskipun tebal, karena rambut-rambut tersebut termasuk bagian wajah. Sedangkan rambut tebal yang di luar batas wajah maka hanya diwajibkan membasuh bagian luarnya saja.

    Adapun rambut jenggot dan rambut yang tumbuh berada di antara jenggot dan godek maka apabila mereka tumbuh tipis maka wajib membasuh bagian luar, bagian dalam, beserta kulit yang ada di bawahnya, dan apabila tumbuh tebal atau lebat maka hanya wajib membasuh bagian luar saja, bukan bagian dalam, karena sulit, kecuali apabila mereka tumbuh tebal atau lebat pada wanita dan khuntsa maka wajib membasuh dengan mendatangkan air sampai ke bagian dalam beserta kulit di bawahnya karena rambut rambut tersebut jarang tumbuh pada wanita dan khuntsa dan karena disunahkannya bagi wanita untuk menghilangkannya.

    Sayyid Al-Murghini berkata, “Wajib membasuh bagian yang bersambung dengan bagian sisi-sisi wajah, karena sesuatu yang mana perkara wajib hanya bisa disempurnakan dengannya, maka sesuatu itu adalah wajib. Begitu juga, wajib sedikit menambahkan bagian yang di luar batas dalam membasuh kedua tangan dan kedua kaki,” agar basuhan menjadi sempurna.

    Cabang

    Usman berkata dalam kitab Tuhfatu Al-Habib, “Mencukur rambut jenggot adalah perkara yang dimakruhkan, bukan yang diharamkan. Hukum menghilangkan rambut yang tubuh di atas tenggorokan, ada yang mengatakan, ‘dimakruhkan,’ ada yang mengatakan, ‘diperbolehkan.’ Diperbolehkan memelihara rambut bagian tepi kumis. Menghilangkan kumis sampai habis dengan mencukur (mengerok) atau menggunting adalah perkara yang dimakruhkan. Sedangkan kesunahannya adalah mencukur (mengerok) kumis sedikit atau tipis sekiranya bibir menjadi terlihat dan menggunting kumis sedikit dan menyisakan sedikit (tidak digunting habis).”

  5. Membasuh Kedua Tangan Sampai Siku Siku
  6. Fardhu wudhu yang ketiga adalah membasuh kedua tangan sampai kedua siku siku atau sampai perkiraan tempat siku siku berada ketika mutawaddik tidak memiliki siku siku sama sekali. Ibroh (patokan kewajiban membasuh kedua tangan sampai) kedua siku siku adalah ketika kedua siku-siku itu ada, meskipun tidak terletak pada bagian tangan semestinya, sehingga apabila ada orang memiliki kedua siku- siku yang bersambung dengan kedua pundak maka wajib membasuh kedua tangan sampai kedua siku siku tersebut dalam wudhu.

    Lafadz (مرفقان) adalah bentuk isim tasniah dari mufrod (مِرْفَقَ) dengan kasroh pada huruf (م) dan fathah pada huruf (ف) menurut bahasa yang lebih fasih daripada sebaliknya, yaitu dengan fathah pada huruf (م) dan kasroh pada huruf (ف). Siku-siku tangan adalah tempat berkumpulnya tiga tulang, yaitu dua tulang lengan atas dan satu tulang jarum dziro’ yang berada di antara dua tulang lengan atas, yaitu tulang yang apabila tangan dilipat maka akan terlihat menonjol pada siku siku, seperti jarum.

    Wajib membasuh rambut atau yang selainnya yang berada di atas kedua tangan. Apabila sebagian tangan terpotong dan yang terpotong tersebut masih termasuk bagian tangan yang wajib dibasuh saat berwudhu, maka wajib membasuh bagian tangan yang tersisa. Apabila tangan terpotong dari siku-siku maka wajib membasuh ujung tulang lengan atas. Apabila tangan terpotong dari bagian atas siku-siku maka disunahkan membasuh bagian lengan atas yang tersisa karena mempertahankan tahjil31 dan karena agar tidak mengosongkan anggota tubuh dari thoharoh.

  7. Mengusap Sebagian Kepala
  8. Fardhu wudhu yang keempat adalah mngusap sebagian kepala meskipun hanya mengusap sebagian rambut, atau mengusap kulit bagi yang tidak memiliki rambut. Disyaratkan rambut yang diusap adalah rambut yang tidak keluar dari batas kepala jika diuraikan dari arah manapun, baik yang rambut lurus atau yang keriting jika ditarik turun. Apabila seseorang membasuh kepalanya sebagai ganti dari mengusap sebagian kepala, atau ia menjatuhkan setetes air di atas kepala dan air tersebut tidak mengalir, atau ia meletakkan tangan yang ada airnya di atas kepala dan ia tidak menggerakkan tangannya tersebut, maka sudah mencukupi baginya dalam mengusap sebagian kepala.

  9. Membasuh Kedua Kaki
  10. Fardhu wudhu yang kelima adalah membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki meskipun mata kaki tersebut tidak terletak di tempat semestinya.

    Para ulama telah bersepakat bahwa yang dimaksud dengan kedua mata kaki adalah dua tulang yang menonjol antara betis dan telapak kaki. Setiap kaki memiliki dua mata kaki. Sangat aneh pendapat dari mereka kaum Rofidhoh, semoga Allah mencela mereka, yang mengatakan bahwa setiap kaki hanya memiliki satu mata kaki, yaitu tulang yang berada di bagian telapak kaki atas.

    Apabila mutawaddik memiliki kaki yang tidak memiliki dua mata kaki maka dikira-kirakan tempatnya berdasarkan dimana pada umumnya tempat kedua mata kaki itu berada dari orang yang memiliki keduanya. Apabila sebagian telapak kakinya terpotong maka wajib membasuh bagian yang tersisa. Apabila kaki seseorang terpotong dari bagian atas kedua mata kaki maka tidak ada kewajiban atasnya membasuh kedua kaki ketika berwudhu, tetapi disunahkan baginya membasuh bagian yang tersisa. Diwajibkan membasuh rambut dan selainnya yang tumbuh di atas kedua kaki.

  11. Tertib
  12. Fardhu wudhu yang keenam adalah tertib. Maksudnya adalah berurutan.

    Enam rukun rukun wudhu yang telah disebutkan di atas, empat darinya adalah berdasarkan penjelasan Al Quran, dan satu darinya adalah berdasarkan dari hadis, yaitu niat, dan satu sisa terakhir adalah berdasarkan penjelasan Al-Quran dan hadis, yaitu tertib.

    Cara Al-Quran menunjukkan adanya rukun tertib adalah bahwa Allah menyebutkan bagian anggota yang diusap berada di antara bagian-bagian anggota yang dibasuh dalam Firman-Nya :

    فاغسلوا وجوهكم وأيديكم الى المرافق وامسحوا برؤوسكم وأرجلكم الى الكعبين

    dan Firman-Nya tersebut diturunkan dengan menggunakan Bahasa Arab. Sedangkan orang-orang Arab sendiri tidak melakukan pemisahan pada perkara perkara yang saling berjenisan (dalam hal ini anggota-anggota yang dibasuh) kecuali karena ada faedah tertentu. Faedah disini adalah adanya kewajiban tertib, bukan kesunahan tertib atas dasar indikasi sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama pada saat Haji Wadak ketika para sahabat berkata, “Manakah yang harus kita awali, apakah dari bukit Shofa ke Marwa atau dari bukit Marwa ke Shofa?” Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama menjawab :

    ابدؤوا بما بدأ الله به

    “Awalilah dengan apa yang Allah mengawali darinya!”

    Ibroh atau patokan pengambilan pemahaman adalah dengan cakupan umumnya kata (ما) apa dari sabda beliau, (بما) dengan apa, maksudnya, “Awalilah dengan segala sesuatu yang Allah mengawali darinya dalam jenis-jenis ibadah!”, bukan terkhususkan pada jenis ibadah Sa’i saja antara Shofa dan Marwa di atas.

[nextpage]

B. Kesunahan Kesunahan Wudhu

Adapun sunah-sunah wudhu maka sangatlah banyak. Di antaranya adalah :
  1. Membaca basmalah
  2. Bersiwak
  3. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan mereka ke dalam wadah air yang digunakan untuk berwudhu
  4. Berkumur
  5. Menghirup air ke dalam hidung atau disebut istinsyaq
  6. Mengusap seluruh bagian kepala
  7. Mengusap kedua telinga
  8. Mendahulukan anggota yang kanan
  9. muwalah (melakukan masing masing rukun dalam waktu seketika tanpa dipisah waktu yang lama)
  10. menggosok anggota anggota wudhu
  11. melakukan masing masing rukun secara tiga kali tiga kali
  12. dan membaca doa setelah wudhu, yang berbunyi :

    أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

    Aku bersaksi sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Esa. Tidak ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hambanya dan utusannya.

(والله اعلم)


Jika ada yang membutuhkan terjemahan dalam bahasa sunda, saya sudah menuliskannya pada table di bawah ini, Silahkan disalin kembali kedalam kitab atau buku.

Sunda Arab
Ari Ieu eta hiji pasal فَصْلٌ
Ari pirang pirang parduna wudhu فُرُوْضُ الْوُضُوْءِ
(Eta) Aya genep سِتَّةٌ
Ari anu kahijina اَلْأَوَّلُ
(Eta) Niat اَلنِّيَّةُ
Ari anu kaduana اَلثَّانِيْ
(Eta) Ngumbah rarai غَسْلُ الْوَجْهِ
Ari anu katiluna اَلثَّالِثُ
(Eta) Ngumbah dua panangan غَسْلُ الْيَدَيْنِ
Sarta sikuna مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ
Ari anu kaopatna اَلرَّابِعُ
(Eta) Ngusap hiji perkara مَسْحُ شَيْءٍ
Tina sapalihna mastaka مِنَ الرَّأْسِ
Ari anu kalimana اَلْخَامِسُ
(Eta) Ngumbah dua sampean غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ
Sarta mumuncangannana مَعَ الْكَعْبَيْنِ
Ari anu kagenepna اَلسَّادِسُ
(Eta) Tartib التَّرْتِيْبُ
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami