Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 7 | Niat Dan Tartib

Fasal ini membahas tentang pengertian niat dan tartib menurut kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Kitab safinatun naja Niat dan TertibImage by © LILMUSLIMIIN

Niat Dan Tartib

(فَصْلٌ) اَلنِّيَّةُ قَصْدُ الشَّيْئِ مُقْتَرَنًا بِفِعْلِهِ وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ وَالتَّلَفُّظُ بِهَا سُنَّةٌ وَوَقْتُهَا عِنْدَ غَسْلِ اَوَّلِ جُزْءٍ مِنَ الْوَجْهِ وَالتَّرْتِيْبُ أَنْ لَايُقَدِّمُ عُضْوًا عَلَى عُضْوٍ.

Niat adalah menyegaja sesuatu yang dibarengi dengan mengerjakannya dan tempat niat ada di dalam hati. Melafazhkannya adalah sunnah. Waktu niat adalah saat membasuh bagian pertama dari wajah. Maksud tertib adalah bagian yang pertama tidak didahului bagian yang lain.


Penjelasan dari kitab syarah kasyifatus saja karangan imam Nawai Al Bantani :

Hukum hukum niat ada 7 , tetapi Syaikh Salim bin Sumair Al Khadromi hanya menyebutkan 3 saja. Beliau berkata :

1. Hakikat Niat

Pengertian niat menurut istilah adalah :

(قصد الشيء مقترناً بفعله)

"menyengaja sesuatu bersamaan dengan melakukan sesuatu tersebut." Apabila menyengaja melakukan sesuatu, tetapi sesuatu tersebut akan dilakukan di masa mendatang, maka penyengajaan ini disebut dengan ‘azam, bukan niat.
Adapun niat menurut bahasa maka berarti mutlak menyengaja perbuatan, baik penyengajaannya bersamaan dengan melakukan perbuatan itu atau tidak bersamaan dengannya

2. Tempat Niat

Tempat niat adalah di dalam hati. Sedangkan melafadzkan atau mengucapkan niat hukumnya adalah sunah, bertujuan agar lisan membantu hati yang sedang lalai.
Kata (القلب) yang berarti hati bisa disebut dengan (القلب) karena (تقلب) atau terbolak-baliknya hati dalam segala macam perkara atau urusan, atau karena (القلب) atau hati diletakkan oleh Allah di dalam tubuh dengan posisi (مقلوب) atau terbalik, seperti gumpalan gula. Istilah (القلب) ini adalah daging yang bentuknya seperti buah sanubar. Dasar daging tersebut berada di tengah dada dan ujungnya berada agak ke arah kiri.

3. Waktu Niat

Waktu melakukan niat dalam wudhu adalah ketika membasuh pertama kali bagian dari wajah. Demikian ini adalah pernyataan sebagian ulama yang mengibaratkan waktu niat dalam wudhu dengan mendahulukan kata membasuh dan mengakhirkan kata pertama kali. Pernyataan ini adalah pernyataan yang disetujui oleh Syeh Syarqowi karena melihat sisi pemahaman bahwa yang wajib adalah menyertakan niat dengan melakukan perbuatan.
Ulama lain mengibaratkan dengan sebaliknya, yaitu mendahulukan kata pertama kali dan mengakhirkan kata membasuh sehingga pernyataannya adalah “ketika pertama kali membasuh bagian dari wajah.” Pernyataan ini adalah yang disetujui oleh Syaikh Baijuri karena melihat sisi pemahaman bahwa yang menjadi titik poin adalah menyertakan niat dengan pertama kali basuhan.
Syaikh Baijuri berkata, “Bagian yang harus dibasuh dengan disertai niat adalah bagian yang wajib dibasuh, seperti; rambut rambut meskipun rambut yang terurai, bukan bagian yang sunah dibasuh, seperti; bagian dalam pada jenggot yang lebat. Apabila seseorang yang berkumis telah berniat wudhu dan membasuh wajahnya, kemudian ia mencukur kumis yang telah ia sertakan dengan niat wudhu, maka ia tidak wajib lagi berniat wudhu kembali pada sisa rambut kumisnya atau bagian lain wajahnya yang telah diniati dengan niat yang pertama. Tidak cukup menyertakan niat wudhu dengan basuhan sebelum membasuh wajah, seperti membasuh kedua telapak tangan, berkumur, menghirup air ke dalam hidung, dengan catatan apabila bagian wajah tidak ikut terbasuh, seperti merah-merah dua bibir. Apabila bagian wajah tersebut sudah ikut terbasuh bersamaan dengan berkumur dan lainnya maka niatnya sudah mencukupi secara mutlak dan pahala kesunahan (pahala berkumur dan lainnya) terlewatkan secara mutlak.”
Waktu berniat selain dalam wudhu berada di awal ibadah ibadah kecuali dalam puasa karena niat dalam puasa lebih dahulu dilakukan sebelum melakukan puasa itu sendiri karena sulitnya mengetahui terbitnya fajar secara pasti. Menurut pendapat shohih, niat dalam puasa disebut dengan ‘azm yang menempati kedudukan niat.

4. Hukum Niat

Adapun hukum niat pada umumnya adalah wajib. Terkadang juga dihukumi sunah, seperti berniat memandikan mayit.

5. Kaifiah Niat

Kaifiah atau tata cara niat adalah sesuai dengan apa yang diniatkan, seperti niat sholat, niat puasa, dan sebagainya.

6. Syarat Niat

Syarat niat adalah bahwa orang yang berniat beragama Islam, telah tamyiz, mengetahui apa yang diniatkan, tidak melakukan perkara yang dapat merusak niat sekiranya ia melangsungkan terus niat di dalam hati secara hukum, tidak menggantungkan (ta’liq) niat, misalnya ia berkata, “Apabila Allah berkehendak maka saya berniat (misal) menghilangkan hadas…” Apabila ia menyengaja ta’liq atau memutlakkan maka niatnya tidak sah. Adapun apabila ia menyengaja tabarrukan atau mengharap barokah maka niatnya sah.

7. Tujuan Niat

Tujuan niat adalah untuk membedakan antara ibadah dan kebiasaan, seperti membedakan antara manakah yang namanya duduk di masjid karena niatan i’tikaf dengan duduk di masjid karena beristirahat, atau untuk membedakan tingkatan ibadah, seperti niat melakukan mandi wajib atau mandi sunah.

Tujuh hukum niat di atas telah dinadzomkan oleh sebagian ulama. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Ibnu Hajar Al- Asqolani. Ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah At-Tatai. Nadzom tersebut berpola bahar rojaz :

سَبْعُ شَرَائِطٍ أَتَتْ فيِ نِيَّةٍ ** تَكْفِي لِمَنْ حَوَى لهََا بِلاَ وَسَنٍ

حَقِيـْقَةٌ حُكْمٌ محََلٌّ وَزَمَنْ ** كَيْفِيَةٌ شَرْطٌ وَمَقْصُوْدٌ حَسَنْ

Tujuh syarat yang ada dalam niat ** mencukupi seseorang yang mengetahuinya tanpa mengantu.

[1] Hakikat [2] Hukum [3] Tempat [4] Waktu ** [5] Kaifiah atau tata cara [7] Syarat dan [6] Tujuan.

Perkataan dalam nadzom (شرائط) adalah dibaca dengan tanwin karena dhorurot. Perkataannya, (وَسَن) adalah dengan dua fathah yang berarti kantuk. Lafadz (وسن) adalah pelengkap bait. Begitu juga lafadz (حَسَن) adalah pelengkap bait yang mengandung indikasi bahwa sebaiknya seseorang menyengaja ikhlas dalam beribadah.[nextpage]

[Tanbih]

Dalam lafadz (الترتيب) Syeh Salim bin Sumair Al-Khadromi berkata dalam mendefinisikannya :

والترتيب أن لا يقدم عضواً على عضو

Tertib adalah tidak mendahulukan anggota tubuh yang seharusnya diakhirkan dari anggota tubuh yang seharusnya didahulukan.
Lafadz (عضو) dengan dibaca dhommah pada huruf (ع) yang lebih masyhur daripada dengan mengkasrohnya adalah setiap tulang yang utuh dari tubuh atau jasad. Maksudnya, pengertian tertib adalah meletakkan setiap sesuatu sesuai dengan tingkatannya. (Misalnya apabila seseorang berwudhu dengan membasuh kedua tangannya terlebih dahulu, kemudian ia baru membasuh wajah maka ia tidak melakukan tertib).
Syaikh Al-Hisni berkata, “Kewajiban tertib dalam wudhu adalah berdasarkan ayat Al-Quran Surat al-Maidah ayat 6, yaitu apabila kita mengatakan bahwa huruf athof wawu dalam ayat tersebut berfaedah tertib. Jika tidak dengan perkiraan seperti ini, maka berdasarkan perbuatan dan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama karena belum pernah diketahui kalau beliau tidak berwudhu kecuali secara tertib dan setelah itu beliau bersabda,

هذا وضوء لا يقبل الله الصلاة إلا به

“Ini adalah wudhu yang Allah tidak akan menerima sholat kecuali dengan wudhu,” yang sama seperti ini. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari.”

(والله اعلم)


Jika ada yang membutuhkan terjemahan dalam bahasa sunda, saya sudah menuliskannya pada table di bawah ini, Silahkan disalin kembali kedalam kitab atau buku.

Sunda Arab
Ari ieu eta hiji pasalفَصْلٌ
Ari ngaran niatاَلنِّيَّةُ
(Eta) Ngamaksud hiji perkaraقَصْدُ الشَّيْئِ
Halna dibarenganمُقْتَرَنًا
Kalawan midamelna itu niatبِفِعْلِهِ
Sarng ari tempatna niatوَمَحَلُّهَا
(Eta) dina hateالْقَلْبُ
Sareng ari ngucapkeunوَالتَّلَفُّظُ
Kana itu niatبِهَا
(Eta) Sunahسُنَّةٌ
Sareng ari waktuna itu niatوَوَقْتُهَا
(Eta) Nalika ngumbahعِنْدَ غَسْلِ
Bagian mimitiاَوَّلِ جُزْءٍ
Buktosna tina raraiمِنَ الْوَجْهِ
Sareng ari ngaran tartibوَالتَّرْتِيْبُ
(Eta) Yen teu ngaheulakeunأَنْ لَايُقَدِّمُ
Anggahota nu paneriعُضْوًا
Ngaheulaan kana anggahota nu tiheulaعَلَى عُضْوٍ
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami