Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 12 | Yang Membatalkan Wudhu

Fasal ini membahas tentang perkara yang dapat membatalkan wudhu dari kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Kitab safinatun naja Syarat Wudhu dan AdusImage by © LILMUSLIMIIN

Perkara Yang Membatalkan Wudhu

نَوَاقِضُ الْوُضُوْءِ أَرْبَعَةُ أَشْياَءَ : الأَوَّلُ الْخَارِجُ مِنْ أَحَدِ السَّبِيْلَيْنِ مِنْ قُبُلٍ أَوْ دُبُرٍ، رِيْحٌ أَوْ غَيْرُهُ إِلَّا الْمَنِيَّ, الثَّانِى زَوَالُ الْعَقْلِ بِنَوْمٍ أَوْ غَيْرِهِ إِلَّا نَوْمَ قَاعِدٍ مُمَكِّنٍ مَقْعَدَهُ مِنَ الْأَرْضِ, الثَّالِثُ إِلْتِقَاءُ بَشَرَتَيْ رَجُلٍ وَ امْرَأَةٍ كَبِيْرَيْنِ اَجْنَبِيَّيْنِ مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ, الرَّابِعُ مَسُّ قُبُلِ الاَدَمِيِّ أَوْ حَلْقَةِ دُبُرِهِ بِبَطْنِ الرَّاحَةِ أَوْ بُطُوْنِ اْلاَصَابِعِ

Yang membatalkan wudhu itu ada empat : Yang pertama, keluarnya dari salah satu dua jalan baik melalui qubul maupun melalui dubur angin atau selain angin kecuali keluarnya air mani. Yang kedua, Hilangnya akal sebab tidur atau selainnya, kecuali tidurnya seseorang yang menetapkan bokongnya dibumi. Yang ketiga, Bertemunya dua kulit laki-laki dan perempuan dewasa yang bukan merupakan mahram ( orang yang haram dinikahi) tanpa adanya suatu penghalang. Yang keempat, Menyentuh qubul anak Adam atau lubang anus dengan telapak tangan atau jari jari bagian dalam.


Penjelasan dari kitab syarah kasyifatus saja karangan imam Nawai Al Bantani :

Perkara perkara yang membatalkan wudhu

perkara perkara yang dapat membatalkan wudhu ada empat, yaitu :

1. Keluarnya sesuatu dari qubul dan dubur

Perkara pertama yang membatalkan wudhu adalah keluarnya sesuatu dari salah satu dua jalan, maksudnya dari qubul atau dubur.

Atau perkara yang membatalkan wudhu adalah adanya sesuatu yang keluar dari lubang manapun (selain qubul atau dubur) ketika salah satu dari qubul dan dubur tertutup karena asli bawaan lahir, dengan rincian sebagai berikut :

  • Keluarnya perkara tersebut sama jenisnya dengan keluarnya perkara yang biasa dikeluarkan oleh qubul atau dubur yang normal, seperti orang yang memiliki qubul tertutup, kemudian ia mengeluarkan air kencing dari lubang tertentu, atau seperti orang yang memiliki dubur tertutup, kemudian ia mengeluarkan tahi dari lubang tertentu.
  • Atau keluarnya perkara tersebut sama dengan sesuatu yang biasa keluar dari qubul atau dubur, seperti darah.
Apabila salah satu qubul atau dubur tertutup bukan bawaan lahir, maka wudhu dapat batal jika perkara yang keluar dari lubang, dekat dengan lambung. Apabila lubang tersebut berada jauh dari lambung, seperti di kaki atau lainnya, seperti tangan, kepala, paha, dan lain lain, maka wudhu tidak batal dengan keluarnya perkara darinya.

Sesuatu yang keluar yang dapat membatalkan wudhu adalah angin. Angin dapat membatalkan wudhu, baik keluar dari qubul atau dubur.

Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu ditanya tentang hadas. Kemudian ia menjawab, “Hadas adalah (فساء) atau (ضراط) Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhori.
Disebutkan dalam kitab Al Misbah bahwa pengertian (الفساء) adalah angin yang keluar tanpa adanya suara yang terdengar. Syaikh Showi berkata, “Apabila angin yang keluar dari dubur tidak disertai dengan suara keras maka disebut dengan (فسوة) dibaca faswah. Sedangkan apabila ia keluar disertai dengan suara pelan maka disebut dengan (فسيّة) dibaca fusayyah. Dan apabila ia keluar disertai dengan suara yang keras maka disebut dengan (ضراط) dibaca (Dhorrot).”

Atau perkara yang membatalkan wudhu adalah keluarnya perkara selain angin (kentut), baik keluarnya perkara tersebut berupa benda atau angin, baik suci atau najis, baik kering atau basah, baik yang biasa keluar seperti air kencing atau yang langka keluar seperti darah, baik keluar kemudian putus (munfasil) atau keluar dan tidak terputus semisal ulat yang mengeluarkan kepalanya dari dubur kemudian ia masuk lagi ke dalamnya.

Ketika perempuan masih melahirkan sebagian tubuh anak maka wudhunya menjadi batal. Adapun apabila ia melahirkan seluruh tubuh anak tanpa disertai basah basah (balal) maka wudhunya tidak menjadi batal meskipun ia diwajibkan mandi.

Dikecualikan adalah sperma, maksudnya, keluarnya sperma yang mewajibkan mandi, maka tidak membatalkan wudhu, misalnya seseorang mengeluarkan sperma gara-gara melihat, kemudian dengan melihat tersebut, ia membayangkan sesuatu (mungkin yang bersifat mesum), maka diwajibkan atasnya salah satu yang terbesar dari dua hal, yaitu mandi atas dasar faktor khusus yang disebabkan oleh sperma, maka tidak diwajibkan atasnya salah satu yang terendah dari dua hal, yaitu wudhu atas dasar faktor umum yang disebabkan keluarnya perkara tersbut.

[nextpage]

2. Hilang Akal

    Perkara kedua yang membatalkan wudhu adalah hilangnya sifat tamyiz yang muncul dari akal sebab tidur, tetapi selain tidurnya para nabi ‘alaihimus salam.

    Pengertian tidur adalah angin lembut yang keluar dari arah otak yang menyebabkan tertutupnya mata yang nantinya angin lembut tersebut akan sampai pada hati. Apabila angin tersebut tidak sampai pada hati maka disebut dengan kantuk. Mengendornya otak disebabkan oleh naiknya uap-uap dari lambung.

    Dalil tentang batalnya wudhu sebab tidur adalah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama :

    العينان وكاء السه فإذا نامت العينان استطلق الوكاء فمن نام فليتوضأ

    “Kedua mata adalah pengikat kelalaian. Ketika kedua mata tidur maka pengikat tersebut terlepas sehingga barang siapa tidur maka wajib atasnya berwudhu.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah.

    Wudhu bisa batal karena hilang sifat tamyiz yang disebabkan oleh selain tidur, seperti gila. Pengertian gila adalah hilangnya sifat pengetahuan dari hati, tetapi masih memiliki kekuatan dan gerak pada anggota tubuh.

    Atau hilang sifat tamyiz sebab kelenger, yaitu suatu penyakit yang menyerupai gila. Pada umumnya, orang yang kelenger jatuh telungkup

    Atau hilang sifat tamyiz sebab khobal, yaitu hilang akal yang rusaknya akal tersebut berasal dari gila atau kedunguan. Sedangkan pengertian kedunguan adalah kurang akal tanpa disertai gila atau hilang akal karena malu atau takut.

    Atau hilang sifat tamyiz sebab mabuk. Pengertian mabuk adalah rusaknya akal disertai kondisi gentuyuran dan melantur.

    Atau hilang sifat tamyiz sebab sakit, yaitu keadaan di luar tabiat yang membahayakan secara nyata.

    Atau hilang sifat tamyiz sebab ayan, yaitu hilangnya pengetahuan dari hati disertai terputusnya kekuatan dan gerak dari anggota tubuh. Ada yang mengatakan, ayan adalah kondisi dimana isi otak terpenuhi oleh lendir dingin dan kental. Ada yang mengatakan, ayan adalah kelalaian yang menimpa manusia disertai mengendornya anggota tubuh karena suatu penyakit tertentu. Ayan bisa saja dialami oleh para nabi ‘alaihim as-solatu wa as-salamu, tetapi wudhu mereka tidak batal sebab ayan karena ayan sendiri merupakan suatu penyakit yang menyerang alat-alat indera saja, bukan hati, lagi pula ketika hati para nabi terjaga dari tidur dimana tidur adalah lebih ringan pengaruhnya daripada ayan, seperti dalam hadis :

    تنام أعيننا ولا تنام قلوبنا

    “Mata kami tidur tetapi hati kami tidak tidur,” maka sudah lebih tentu mereka terjaga dari ayan sebab ayan lebih menyamarkan hubungan kepada Allah. Ayan yang dialami oleh para nabi tidaklah sama seperti ayan yang dialami oleh manusia biasa.

    Sama seperti ayan adalah pingsan bagi para nabi, artinya pingsan yang dialami oleh mereka tidaklah sama dengan pingsan yang dialami oleh kita yang sebagai manusia biasa. Pingsan bagi kita adalah suatu kondisi dimana hilangnya kekuatan untuk bergerak dan kehendak untuk mengindra karena lemahnya hati sebab sakit parah, dingin, atau lapar yang kebangetan. Termasuk yang dapat membatalkan wudhu adalah pingsan

    Dikecualikan adalah tidurnya orang yang duduk dengan menetapkan pantatnya di atas lantai. Lafadz (من الأرض) berta’alluk dengan lafadz (ممكن) Maksudnya, tidak membatalkan wudhu adalah tidurnya orang yang memungkinkan menetapkan pantatnya di atas lantai sehingga apabila seseorang yakin telah tidur, tetapi ia ragu apakah ia menetapkan pantat atau tidak maka wudhunya tidak batal.

    Apabila salah satu pantatnya lepas dari lantai, artinya tidak lagi menetap, sebelum ia sadar secara yakin, maka wudhunya batal. Berbeda apabila salah satu pantatnya lepas dari lantai, artinya tidak lagi menetap, tetapi setelah ia sadar secara yakin, atau bersamaan dengan sadarnya secara yakin, atau ragu manakah yang lebih dulu antara terlepasnya pantatku dari lantai ataukah sadarku, maka wudhunya tidak batal.

[nextpage]

3. Bertemunya Dua Kulit (Al Lamsu)

    Maksudnya, perkara ketiga yang membatalkan wudhu adalah saling bertemunya kulit laki-laki ajnabi yang dewasa dan kulit perempuan ajnabiah yang dewasa tanpa adanya penghalang. Masing- masing dari mereka, wudhunya batal, baik sama sama merasakan enak atau tidak, baik secara sengaja bersentuhan atau lupa atau dipaksa, baik kulit yang saling bersentuhan adalah kulit anggota tubuh yang berfungsi atau yang sudah mati, meskipun laki laki itu adalah yang pikun atau yang tidak memiliki dzakar sama sekali, meskipun salah satu dari mereka berdua adalah mayit, tetapi wudhunya mayit tidak menjadi batal, meskipun salah satu dari mereka berdua adalah jin, meskipun salah satu dari mereka memiliki bentuk tidak seperti manusia, misalnya seperti anjing, sekiranya terbukti kelaki-lakiannya atau keperempuanannya, berbeda dengan masalah peranakan hasil manusia dan hewan lain yang bukan jin maka wudhu menjadi batal sebab menyentuh kulit peranakan tersebut meskipun peranakan itu memiliki bentuk tidak seperti manusia.

    Kesimpulannya adalah bahwa bersentuhan kulit (lamsu) dapat membatalkan wudhu dengan lima syarat, yaitu :

    • Bersentuhan kulit terjadi antara dua jenis kelamin yang berbeda, yaitu laki-laki dan perempuan.
    • Yang saling bersentuhan adalah kulit, bukan rambut, gigi, atau kuku, sehingga apabila laki-laki dan perempuan saling bersentuhan rambut, gigi, atau kuku maka wudhu masing- masing dari mereka tidak menjadi batal. Berbeda dengan tulang ketika terbuka, maka saling bersentuhan tulang antara laki-laki dan perempuan dapat membatalkan wudhu.

      Apabila ada perempuan atau laki-laki menjadikan jari-jarinya terbuat dari emas atau perak maka wudhu tidak batal sebab menyentuhnya.

      Apabila ada laki-laki atau perempuan yang kulitnya diubah menjadi kulit binatang liar, misalnya buaya, maka wudhu tidak batal sebab menyentuhnya karena pada saat demikian itu ia tidak disebut sebagai manusia. Begitu juga, apabila dzakar laki laki diubah menjadi alat kelamin binatang lain maka menyentuh kulitnya tidak membatalkan wudhu sebab pada saat demikian itu ia tidak disebut sebagai laki laki.

    • Tidak ada penghalang (haa-il) antara kulit laki-laki dan kulit perempuan. Apabila antara keduanya terdapat penghalang sekalipun tipis maka saling bersentuhan tidak menyebabkan batalnya wudhu. Termasuk penghalang adalah kotoran debu banyak yang menempel dan mengeras di atas kulit, berbeda apabila kotoran tersebut dari keringat maka wudhu menjadi batal sebab menyentuhnya karena kotoran keringat tersebut seperti bagian dari tubuh.
    • Masing-masing laki-laki atau perempuan telah mencapai batas kedewasaan secara yakin.
      • Batas kedewasaan bagi laki-laki adalah sekiranya ia telah mencapai batas yang mensyahwati pada umumnya menurut para perempuan yang bertabiat selamat, seperti Sayyidah Nafisah, yakni putri Hasan bin Zaid bin Sayyidina Hasan Sang Cucu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dan Sang Putra Sayyidina Ali karromallahu wajhahu dan rodhiallahu ‘anhu. Pengertian mensyahwati di atas adalah sekiranya hati para perempuan tersebut condong kepada laki-laki itu.
      • Batas kedewasaan bagi perempuan adalah sekiranya ia telah mencapai batas yang mensyahwati pada umumnya menurut para laki-laki yang bertabiat selamat, seperti Imam Syafii rodhiallahu ‘anhu. Pengertian mensyahwati disini adalah sekiranya dzakar laki-laki mulai ereksi.
      • Oleh karena itu, apabila ada laki-laki yang telah mencapai batas mensyahwati sedangkan perempuan belum mencapainya, kemudian mereka saling bersentuhan kulit, maka wudhu tidak menjadi batal.
    • Tidak ada sifat mahramiah antara laki-laki dan perempuan, meskipun hanya menurut kemungkinan. Pengertian mahram adalah perempuan yang haram dinikahi yang mana keharamannya tersebut terus menerus berlangsung selamanya karena faktor yang mubah, bukan karena kemuliaannya dan bukan karena faktor baru yang dapat hilang.

      Dikecualikan dengan pernyataan yang terus menerus berlangsung selama-lamanya adalah saudara perempuan istri, bibi istri (dari bapak) dan bibi istri (dari ibu) karena keharaman mereka untuk dinikahi dilihat dari segi sebab perkumpulan (jam’i).

      Dikecualikan dengan pernyataan sebab faktor yang mubah adalah anak perempuan dari perempuan yang diwati syubhat dan ibu dari perempuan yang diwati syubhat karena wati syubhat tidak disifati dengan hukum ibahah (boleh) dan haram

      Dan dikecualikan juga dengan pernyataan sebab faktor yang mubah adalah perempuan li’an karena keharaman sebabnya, yaitu zina.

      Dikecualikan dengan pernyataan bukan karena kemuliaannya adalah istri-istri Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama karena keharaman dalam menikahi istri-istri beliau adalah karena kemuliaan mereka sebab mereka haram dinikahi oleh umat-umat secara umum dan juga oleh para nabi yang lain karena para nabi yang lain juga termasuk umat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama meskipun Rasulullah sendiri belum menjimak mereka. Berbeda dengan para perempuan amat milik Rasulullah, maka tidak haram dinikahi oleh laki-laki lain kecuali apabila para perempuan amat tersebut telah dijimak oleh Rasulullah. Adapun istri para nabi yang lain maka haram dinikahi oleh umat tertentu, bukan oleh nabi yang lain.

      Dikecualikan dengan pernyataan bukan karena faktor baru yang dapat hilang adalah perempuan yang dijimak dalam kondisi haid, perempuan majusiah, perempuan watsaniah, dan perempuan murtadah, karena keharaman dalam menikahi mereka disebabkan oleh faktor baru yang dapat hilang dan memungkinkan halal untuk dinikahi pada waktu tertentu, misalnya; ketika perempuan majusiah telah masuk Islam dst.

    Macam Macam Wati Syubhat

    Ketahuilah sesungguhnya wati (jimak) syubhat yang tidak disifati dengan hukum ibahah dan tahrim adalah syubhat faa’il, seperti laki-laki menyangka perempuan ajnabiah sebagai istrinya, kemudian ia menjimaknya, dan seperti jimak yang dilakukan oleh laki-laki yang dipaksa.

    Adapun wati (jimak) sebab syubhat mahal maka tidak disifati hukum haram, seperti laki-laki menjimak perempuan amat milik anak laki-lakinya, atau laki-laki menjimak perempuan amat yang diserikatinya, atau tuan menjimak perempuan amat mukatabnya.

    Begitu juga, wati syubhat torik atau syubhat madzhab tidak disifati hukum haram, seperti laki-laki menjimak perempuan atas dasar aturan yang dikatakan oleh orang alim yang terakui menurut madzhab lain, seperti yang bermadzhab Hanafiah atau selainnya, sekiranya madzhab Hanafiah tidak mengharamkan jimak terseb

    Menjimak perempuan amat milik anak laki-laki disebut dengan syubhat mahal karena semua harta anak laki-laki tersebut adalah tempat untuk menjaga dan memelihara bapaknya dan budak perempuannya. Pengertian penjagaan anak kepada bapaknya adalah sekiranya anak tersebut menyediakan perempuan halal untuk bapaknya agar bapaknya bisa bersenang-senang dengannya dan anak membiayai perempuan halal tersebut.

    Contoh syubhat torik adalah seperti pernikahan tanpa beberapa saksi ketika akad menurut Imam Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah, diwajibkan mendatangkan beberapa saksi ketika akad sebelum dukhul (jimak) tanpa disertai adanya wali. Sedangkan menurut madzhab Daud adz-Dzohiri, akad nikah sah meski tanpa beberapa saksi dan wali, seperti perempuan menikahkan dirinya sendiri kepada laki-laki. Dengan demikian, tidak ada had yang wajib ditegakkan bagi orang yang jimak menurut madzhab-madzhab tersebut meski ia tidak sengaja bertaklid kepada mereka sekalipun ia meyakini keharamannya.

[nextpage]

4. Menyentuh Alat Kelamin

    Perkara keempat yang membatalkan wudhu adalah menyentuh qubul manusia, meskipun karena lupa, meskipun qubul yang disentuh telah terpotong sekiranya masih disebut sebagai farji, meskipun qubul sudah tidak berfungsi, meskipun qubul anak kecil atau mayit, dan meskipun qubul milik sendiri atau orang lain.

    Pengertian bagian qubul disini bagi laki-laki adalah seluruh batang dzakar atau tempat terpotongnya, bukan bagian yang ditumbuhi bulu roma (jembut) dan dua telur dan bukan bagian antara qubul dan dubur

    Pengertian bagian qubul bagi perempuan adalah dua bibir vagina yang saling bertemu. Kedua bibir tersebut adalah dua sisi vagina yang menutupinya sebagaimana dua bibir menutupi mulut atau cincin menutupi bagian jari-jari dibawahnya. Tidak termasuk qubul disini adalah bagian atas kedua bibir vagina yang ditumbuhi bulu roma.

    Mengecualikan dengan dua bibir vagina yang saling bertemu adalah bagian di belakang dua bibir tersebut sehingga apabila perempuan meletakkan jari-jari tangan ke dalam vagina tanpa menyentuk dua bibir vagina maka tidak batal wudhunya meskipun wudhu bisa batal sebab ia mengeluarkan jari-jarinya dari dalam vagina.

    Termasuk bagian di belakang dua bibir vagina yang saling bertemu adalah badzr (البظر) yaitu dengan fathah pada huruf (ب). Pengertian badzr adalah tonjolan daging yang berada di atas lubang vagina. Dan termasuk bagian di belakangnya adalah qulfah ketika badzr masih bersambung dengannya. Apabila keduanya dipotong maka wudhu tidak menjadi batal sebab menyentuh masing-masing dari mereka.

    Mengqoyyidi dengan pernyataan manusia mengecualikan qubul binatang. Artinya, menyentuh qubul binatang tidak membatalkan wudhu. Adapun makhluk jin, ia seperti manusia atas dasar kehalalan menikahi mereka sehingga apabila menyentuh qubul jin maka wudhunya menjadi batal.

    Atau wudhu bisa menjadi batal sebab menyentuh halaqoh dubur manusia. Pengertian halaqoh adalah lubang yang sisinya saling bertemu, seperti mulut dan sisi-sisi kantong kain. Tidak termasuk halaqoh adalah bagian di atasnya dan di bawahnya.

    Syarat menyentuh qubul atau halaqoh dubur manusia yang dapat membatalkan wudhu adalah sekiranya disentuh dengan bagian dalam telapak tangan atau bagian dalam jari-jari tangan. Maksud bagian dalam dari keduanya tersebut adalah bagian yang tertutup ketika dua telapak tangan saling dipertemukan dengan sedikit menekan, selain dua ibu jari. Adapun bagian dalam dua ibu jari dapat diketahui dengan meletakkan bagian dalam satu ibu jari di atas bagian dalam ibu jari yang satunya.

    Dengan demikian, ketika menyentuh qubul atau halaqoh dubur manusia, maka wudhunya pihak penyentuh dihukumi batal, sedangkan wudhunya pihak yang disentuh dihukumi tidak batal. Berbeda dengan al-lamsu atau saling bersentuhan kulit, karena masing-masing dari pihak penyentuh dan yang disentuh, wudhunya dihukumi batal.

    Perbdaan Antara Al Massu Dan Al Lamsu

    Kesimpulannya adalah bahwa al massu (Menyentuh qubul atau halaqoh dubur manusia) berbeda dengan al lamsu (Saling bersentuhan kulit) dari delapan hal, yaitu :
    No Al Massu Al Lamsu
    1. Batalnya wudhu hanya berlaku bagi orang yang memiliki telapak tangan. Batalnya wudhu tidak hanya berlaku bagi orang yang memiliki telapak tangan saja.
    2. Tidak disyaratkan adanya perbedaan jenis kelamin.Disyaratkan adanya perbedaan jenis kelamin.
    3. Terkadang melibatkan satu orang sehingga bisa batal dengan menyentuh farji milik sendiri. Harus melibatkan lebih dari satu orang.
    4. Disyaratkan harus dengan bagian dalam telapak tangan. Tidak disyaratkan hanya tersentuh dengan bagian dalam telapak tangan, tetapi menyeluruh.
    5. Bisa berlaku bagi mahram atau bukan mahram. Hanya berlaku antara dua orang yang tidak ada hubungan mahram
    6. Menyentuh farji yang telah terpotong membatalkan wudhu. Menyentuh kulit anggota tubuh perempuan yang telah terkelupas tidak membatalkan wudhu.
    7. Hanya berlaku pada farji. Tidak hanya terbatas pada menyentuh farji.
    8. Tidak disyaratkan dewasa. Disyaratkan harus dewasa dari penyentuh dan yang disentuh.


(والله اعلم)

Jika ada yang membutuhkan terjemahan dalam bahasa sunda, saya sudah menuliskannya pada table di bawah ini, Silahkan disalin kembali kedalam kitab atau buku.

Sunda Arab
Ari ieu eta hiji pasalفَصْلٌ
Ari pirang pirang pambatalan wudhuنَوَاقِضُ الْوُضُوْءِ
(Eta) Aya opat pirang pirang perkaraأَرْبَعَةُ أَشْياَءَ
Ari anu kahijinaالأَوَّلُ
(Eta) Kaluarالْخَارِجُ
Tina salah sahiji dua jalanمِنْ أَحَدِ السَّبِيْلَيْنِ
Tina qubulمِنْ قُبُلٍ
Atanapi tina duburأَوْ دُبُرٍ
(Naon) Anginرِيْحٌ
Atanapi Salianti anginأَوْ غَيْرُهُ
Kecuali cai maniإِلَّا الْمَنِيَّ
Ari anu kaduanaالثَّانِى
(Eta) Hilang akalزَوَالُ الْعَقْلِ
Kusabab kulemبِنَوْمٍ
Atanapi salianti kulemأَوْ غَيْرِهِ
Kecuali kulemna jalmaإِلَّا نَوْمَ
Anu calikقَاعِدٍ
Anu netepkeunمُمَكِّنٍ
Kana bobokongna itu jalmaمَقْعَدَهُ
Ti bumiمِنَ الْأَرْضِ
Ari anu katilunaالثَّالِثُ
(Eta) Paantelna dua kulitإِلْتِقَاءُ بَشَرَتَيْ
Tegesna kulit lalakiرَجُلٍ
Sareng kulit aweweوَ امْرَأَةٍ
Anu pada gede duananaكَبِيْرَيْنِ
Anu sejen duananaاَجْنَبِيَّيْنِ
Tanpa aya hahalangمِنْ غَيْرِ حَائِلٍ
Ari anu kaopatnaالرَّابِعُ
(Eta) Ngusap qubulna anak Adamمَسُّ قُبُلِ الاَدَمِيِّ
Atanapi bubunder duburna anak Adamأَوْ حَلْقَةِ دُبُرِهِ
Ku dampal panangannaبِبَطْنِ الرَّاحَةِ
Atanapi ku beteung ramo ramonaأَوْ بُطُوْنِ اْلاَصَابِعِ
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami