Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 9 | Yang Mewajibkan Adus

Fasal ini membahas tentang perkara yang mewajibkan adus dari kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Kitab safinatun naja mandi wajibImage by © LILMUSLIMIIN

Yang Mewajibkan Adus

فَصْلٌ: مُوْجِبَاتُ الْغُسْلِ سِتَّةٌ : إِيْلَاجُ الْحَشَفَةِ فِى الْفَرْجِ، وَ خُرُوْجُ الْمَنِيِّ، وَ الْحَيْضُ، وَ النِّفَاسُ، وَ الْوِلَادَةُ، وَ الْمَوْتُ.

Perkara yang mewajibkan mandi itu ada enam :

1. Memasukkan hasyafah kedalam parji

2. Keluarnya mani

3. Haid

4. Nifas

5. Melahirkan

6. Meninggal.


Penjelasan dari kitab syarah kasyifatus saja karangan imam Nawai Al Bantani :

A. Perkara Perkara Yang Mewajibkan Mandi

Perkara perkara yang mewajibkan mandi atas laki laki dan perempuan ada enam. Tiga diantaranya dialami oleh laki laki dan perempuan, yaitu masuknya khasyafah ke dalam farji, keluarnya sperma, dan mati. Sedangkan tiga sisanya hanya dialami oleh perempuan, yaitu haid, nifas, dan melahirkan.

Ketahuilah sesungguhnya lafadz (الغسل) apabila ia diidhofahkan pada sebab (perkara yang menganjurkan melakukan mandi), seperti pengidhofahan dalam lafadz (غسل العيدين)(غسل الجمعة) maka yang paling fasih adalah dengan membaca dhommah pada huruf (غ) begitu juga sama seperti lafadz (غسل البدن) Dan apabila lafadz (الغسل) diidhofahkan pada pakaian dan lainnya seperti piring, gelas, tangan, kaki, wajah, seperti dalam lafadz (غسل الثوب) maka yang paling fasih adalah dengan membaca fathah pada huruf (غ).

1. Masuknya Khasyafah Ke Dalam Farji

Perkara pertama yang mewajibkan mandi atas laki laki adalah menancapkan khasyafah (kemaluan lelaki) , maksudnya, memasukkan seluruh khasyafah meskipun panjang, meskipun memasukkannya dilakukan secara tidak sengaja dan meskipun ketika dalam kondisi tidur, ke dalam farji , maksudnya ke dalam farji apapun, baik qubul perempuan atau binatang, atau ke dalam dubur mereka, atau ke dalam dubur laki-laki yang masih kecil atau sudah tua, yang masih hidup atau sudah mati, atau ke dalam dubur sendiri, atau ke dalam lubang dzakar orang lain.

Diwajibkan mandi juga atas perempuan yang farjinya kemasukan oleh dzakar apapun, meskipun dzakar binatang, dzakar mayit laki laki, atau dzakar anak laki laki kecil (shobi). Diwajibkan mandi juga atas laki laki yang dubur atau dzakarnya dimasuki oleh dzakar orang lain.

Adapun mayit, maka tidak wajib mengulangi memandikannya, baik sebab farjinya dimasuki atau dzakarnya dimasukkan.

Shobi dan orang gila yang farjinya dimasuki (oleh khasyafah) menjadi berstatus junub secara pasti. Begitu juga, mereka berstatus junub jika memasukkan farji.

Apabila shobi telah mandi dan ia telah tamyiz maka hukum mandinya adalah sah dan tidak wajib atasnya mengulangi mandi tersebut ketika ia telah baligh. Wajib atas wali untuk memerintahkan shobi yang telah tamyiz untuk mandi seketika itu sebagaimana ia wajib memerintahkannya melakukan wudhu.

Kewajiban mandi sebab masuknya khasyafah ke dalam farji adalah baik mengelurkan sperma atau tidak.

Dalil kewajiban mandi karena menancapkan khasyafah ke dalam farji adalah hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabd :

إذا التقى الختانان أو مس الختان الختان وجب الغسل

“Ketika dua persunatan saling bertemu atau satu persunatan mengenai persunatan yang lain maka wajib melakukan mandi,” aku dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melakukan gituan, kemudian kami mandi.

Masuknya khasyafah yang mewajibkan mandi diharuskan sekiranya khasyafah masuk sampai pada bagian farji yang tidak wajib dibasuh pada saat istinja. Apabila khasyafah masuk ke dalam farji dan tidak sampai pada bagian tersebut, dalam artian hanya masuk sampai pada bagian farji yang masih wajib dibasuh pada saat istinja maka tidak wajib mandi.

Andaikan ada seorang laki laki masuk ke dalam farji perempuan maka tetap wajib atas keduanya melakukan mandi karena ketika laki-laki tersebut masuk ke dalam farji berarti secara tidak langsung khasyafahnya pun ikut masuk ke dalam farji juga. (Bagaimana bisa diwajibkan mandi padahal kasusnya adalah diri laki laki tersebut masuk ke dalam farji, bukan khasyafahnya yang masuk ke dalamnya?) I’tibar atau titik tekannya bukan pada diri laki laki tersebut masuk ke dalam farji, tetapi khasyafahnya yang masuk mengikuti masuknya diri laki laki tersebut ke dalam farji.

Tidak wajib atas pezina melakukan mandi jinabat dengan segera karena ia telah selesai dari melakukan maksiat zina. Berbeda dengan orang yang bermaksiat dengan najis, misalnya ia sengaja mengotori tubuhnya dengan najis, maka wajib atasnya menghilangkan najis tersebut dari tubuh dengan segera karena kemaksiatannya masih tetap berlangsung selama najis masih mengotorinya. [nextpage]

2. Keluarnya Sperma

perkara kedua yang mewajibkan mandi adalah keluarnya sperma dari diri seseorang dimana sperma itu keluar darinya saat pertama kali, baik keluarnya dalam keadaan sadar atau tidur, baik dari lubang biasa (mu’tad) atau dari lubang lainnya (ghoiru mu’tad).

Apabila sperma keluar dari lubang ghoiru mu’tad, maka untuk menetapkan kewajiban mandi, disyaratkan keluarnya sperma tersebut :

  • mustahkim atau keluar bukan karena suatu penyakit tertentu, dengan syarat bahwa keluarnya sperma tersebut bersumber dari tulang punggung laki-laki dan tulang dada perempuan kalau memang lubang mu’tad tidak asli tertutup atau tersumbat (bawaan lahir).

  • apabila lubang mu’tad tertutup atau tersumbat secara asli (bawaan lahir) maka wajib mandi sebab keluarnya sperma dari lubang ghoiru mu’tad secara mutlak, baik keluarnya itu bersumber dari tulang punggung atau tidak, selama lubang tersebut bukan termasuk lubang-lubang yang sudah asli ada sejak lahir.

Kewajiban mandi karena keluar sperma disyaratkan bahwa sperma yang keluar benar-benar keluar secara jelas dan terpisah dari batang dzakar laki-laki, atau nyata keluar sampai pada bagian yang wajib dibasuh dalam istinja pada farji perempuan janda, atau keluar hingga melewati lapisan keperawanan bagi farji perempuan perawan.

Apabila seseorang telah memotong dzakarnya, kemudian di dalam potongan dzakar tersebut terdapat sperma yang belum sempat keluar terpisah dari batang dzakar maka wajib atasnya mandi, meskipun tidak ada sedikitpun sperma yang keluar secara nyata dari bagian dzakar yang terpotong dan dari bagiannya yang tersisa, karena keluarnya sperma yang terdapat dalam bagian dzakar yang terpotong termasuk dalam hukum keluarnya sperma secara nyata atau nampak karena sperma tersebut telah terpisah dari tubuh meskipun sperma itu tertutup di dalam bagian yang terpotong itu.

Apabila seseorang merasa spermanya keluar, kemudian ia menahannya hingga tidak ada sedikitpun yang keluar terpisah dari dzakarnya maka tidak wajib atasnya mandi, tetapi ia dihukumi telah baligh sebab telah mengeluarkan sperma sampai pada batang dzakar meskipun tidak sampai keluar terpisah dari batangnya, bahkan apabila keluarnya sperma seperti dalam kasus ini terjadi dalam sholat maka ia wajib menyempurnakan sholat dan ia telah melaksanakan kewajiban sholat.

Hukum demikian ini adalah bahwa apabila ia adalah orang yang memiliki dzakar tulen.

Adapun apabila ia adalah khuntsa, maka tidak wajib atasnya mandi kecuali apabila sperma keluar dari kedua farjinya secara bersamaan. Sedangkan apabila spermanya keluar dari salah satu farjinya saja maka ia tidak wajib mandi karena masih ada kemungkinan kalau farji dimana spermanya keluar darinya adalah alat kelamin tambahan (bukan asli) disertai keadaan terbukanya alat kelamin yang spermanya biasa keluar darinya. Haid bagi khuntsa adalah seperti sperma. Apabila khuntsa mengeluarkan sperma dari salah satu farjinya dan mengeluarkan haid dari salah satu farjinya yang lain maka wajib atasnya mandi.

Syarat keluarnya sperma yang mewajibkan mandi adalah apabila sperma tersebut keluar dari diri orang yang mengeluarkan itu sendiri. Oleh karena itu, dikecualikan spermanya yang keluar dari orang lain, seperti; apabila ada istri mengeluarkan sperma suaminya maka hukumnya dirinci, yaitu :

  • apabila istri melakukan jimak pada duburnya, kemudian ada sperma keluar dari duburnya itu setelah ia mandi, maka ia tidak wajib mengulangi mandinya,

  • atau apabila ia melakukan jimak pada qubulnya, kemudian ada sperma keluar dari qubulnya, (setelah ia mandi) maka dirinci lagi, yaitu :
  1. apabila istri mencapai syahwatnya ketika jimak sekiranya ia adalah istri yang baligh, tidak dipaksa atau tidak diperkosa, dan juga sadar (tidak tidur) maka wajib atasnya mengulangi mandi karena secara dzohir sperma yang keluar itu adalah spermanya sendiri dan sperma suaminya yang keduanya saling tercampur, sehingga dalam kasus ini menerapkan dzon sebagai keyakinan seperti masalah saat istri mengeluarkan sperma pada saat ia tidur.
  2. apabila istri tidak mencapai syahwatnya karena mungkin ia tidak memiliki syahwat sama sekali, seperti istri yang masih bocah, atau ia memiliki syahwat tetapi ia tidak mencapainya, seperti istri yang dijimak dalam keadaan tidur atau dipaksa (diperkosa) maka tidak wajib atasnya mengulangi mandi.
  • Kewajiban mengulangi mandi dalam kasus di atas juga mencakup istri yang gila atau majnunah karena ia juga bisa mencapai syahwatnya.
  • Apabila seseorang laki-laki telah mandi, kemudian ia memasukkan sperma ke dalam farjinya, kemudian sperma keluar darinya untuk yang kedua kalinya, maka tidak wajib baginya mengulangi mandi.

Ketahuilah sesungguhnya keluarnya sperma adalah perkara tersendiri yang mewajibkan mandi, baik keluarnya disertai dengan memasukkan khasyafah atau tidak. Sedangkan memasukkan khasyafah juga perkara tersendiri yang mewajibkan mandi, baik ketika dimasukkan disertai mengeluarkan sperma atau tidak. Dengan demikian, antara dua perkara ini terdapat pengertian umum dan khusus. Sedangkan bermimpi tidaklah mewajibkan mandi kecuali apabila ketika bermimpi disertai dengan mengeluarkan sperma.

Ciri Ciri Sperma

Ketahuilah sesungguhnya cairan sperma memiliki 3 (tiga) ciri-ciri yang dapat membedakannya dari cairan madzi dan wadi. Ciri-ciri sperma adalah :

  • Sperma memiliki bau seperti bau adonan roti atau bunga sari kurma ketika sperma masih basah. Sedangkan ketika sperma telah kering maka baunya seperti bau putih-putih telur.

  • Sperma keluar dengan muncrat. Allah berfirman :

    خلق من ماء دافق

  • “Manusia diciptakan dari air yang muncrat [yang dituangkan ke dalam rahim].”

  • Ada rasa enak ketika sperma keluar.

Agar bisa disebut dengan cairan sperma, tidak perlu disyaratkan tiga ciri ciri di atas harus ada semua, tetapi ketika salah satu dari tiga tersebut ditemukan maka cairan itu pasti disebut dengan sperma.

Menurut pendapat rojih dalam kitab ar-Roudhoh, ciri ciri sperma perempuan sama dengan ciri ciri sperma laki-laki yang telah disebutkan di atas.

Dalam kitab Syarah Muslim disebutkan, “Tidak disyaratkan adanya ciri ciri keluar dengan muncrat bagi sperma perempuan.” Pendapat ini diikuti oleh Ibnu Sholah. [nextpage]

3. Haid

A. Pengertian Darah Haid.

Perkara ketiga yang mewajibkan mandi adalah haid. Pengertian haid adalah darah yang secara tabiat keluar dari dasar rahim perempuan pada waktu-waktu tertentu. Rahim adalah sebuah lapisan yang berada di dalam farji, yang memiliki lubang sempit, dan ruang luas, seperti guci. Lubang sempit tersebut mengarah ke lubang farji yang mana sperma masuk melaluinya. Setelah sperma masuk, lubang sempit tersebut akan menutup dan tidak bisa menampung sperma lain. Oleh karena ini, Allah memberlakukan hukum-Nya bahwa Dia tidak akan menciptakan seorang anak dari sperma dua laki-laki yang berbeda.

B. Pengertian Darah Istihadhoh.

Mengecualikan dengan darah haid sebagai perkara yang mewajibkan mandi adalah darah istihadhoh. Darah istihadhoh adalah darah penyakit yang keluar dari otot-otot lubang farji di bagian pangkal rahim, baik keluarnya setelah darah haid atau sebelumnya, dan baik keluarnya sebelum baligh atau setelahnya, menurut pendapat Ashoh, yaitu pendapat yang menyatakan bahwa darah yang keluar dari farji perempuan bocah, begitu juga dari farji perempuan tua (lebih dari 50 tahun) disebut dengan darah istihadhoh. Ada yang mengatakan bahwa darah yang keluar bisa disebut dengan istihadhoh apabila keluarnya setelah haid.

C. Dalil Kewajiban Mandi Sebab Haid.

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda :

إذا أقبلت الحيضة فدعي الصلاة فإذا ذهب قدرها فاغسلي عنك الدم وصلي

“Ketika perempuan mengalami haid maka janganlah ia melakukan sholat! Apabila masa haid telah usai maka basuhlah darah haid dan baru sholatlah!” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. Dalam riwayat Bukhori disebutkan :

ثم اغتسلي وصلي

“Kemudian mandilah dan sholatlah!” [nextpage]

4. Nifas

A. Pengertian Nifas

Perkara keempat yang mewajibkan mandi adalah nifas. Nifas adalah darah yang keluar seusai rahim telah kosong dari kehamilan (melahirkan), meskipun darah tersebut berupa darah kempal atau daging kempal, sebelum terlewatnya masa minimal suci (15 hari).

Dari pengertian nifas di atas, dikecualikan dengannya adalah darah yang keluar bersamaan dengan anak yang dilahirkan atau darah yang keluar ketika mengalami talaq (yaitu keadaan merasa sakit saat akan melahirkan), maka kedua darah ini disebut dengan darah fasad jika memang keluarnya darah tersebut tidak bersambung dengan darah haid sebelumnya, tetapi apabila keluarnya darah tersebut bersambung dengan darah haid sebelumnya maka disebut dengan darah haid, bukan darah fasad, atas dasar pendapat ashoh yang menyebutkan bahwa perempuan hamil juga terkadang mengalami haid.

B. Masalah Terkait Nifas

Apabila perempuan yang telah melahirkan tidak mengetahui keluarnya darah kecuali setelah terlewatnya 15 hari dari masa kelahiran maka ia tidak mengalami nifas. Apabila ia mengetahui keluarnya darah sebelum terlewatnya 15 hari dan setelah melahirkan, misalnya keluarnya darah agak terlambat dari waktu melahirkan, maka permulaan masa nifasnya dimulai dari melihat darah. Masa- masa berhentinya darah tidak termasuk masa nifas tetapi masa masa tersebut masuk dalam hitungan 60 hari. Oleh karena, itu ia wajib mengqodho sholat yang ditinggalkan pada masa-masa berhentinya darah tersebut. [nextpage]

5. Melahirkan

perkara kelima yang mewajibkan mandi adalah melahirkan, meskipun baru melahirkan salah satu anak dari dua anak kembar. Oleh karena itu, diwajibkan mandi karena melahirkan salah satu dari keduanya dan hukum mandinya sah sebelum melahirkan satu anak yang lain. Kemudian ketika perempuan melahirkan anak yang satunya lagi maka ia wajib mandi lagi. Sama seperti kewajiban mandi karena melahirkan anak adalah karena mengeluarkan darah kempal atau daging kempal dengan syarat adanya informasi dari ahli bidan kalau darah kempal atau daging kempal itu merupakan asal terbentuknya manusia (anak). Dicukupkan informasi tersebut berasal dari satu ahli bidan saja.

Diwajibkan mandi atas perempuan yang melahirkan anak dalam kondisi kering, meskipun keluarnya anak tersebut tidak membatalkan wudhu. Diperbolehkan bagi suami menjimak istrinya yang telah melahirkan anak dalam kondisi kering sebelum istrinya mandi karena melahirkan tersebut adalah jinabat. Sedangkan jinabat tidak melarang untuk dijimak. Adapun perempuan yang melahirkan anak yang keluar dalam kondisi basah maka tidak diperbolehkan bagi suami untuk menjimaknya sebelum ia mandi.

Puasa dapat batal karena melahirkan anak yang keluar dalam kondisi kering, baik mengalami nifas atau tidak, karena hakikat melahirkan itu sendiri adalah perkara yang membatalkan puasa meskipun tidak ditemukan nifas yang dialami.

Berbeda apabila perempuan melahirkan sebagian tubuh anak yang kering, maka wudhunya batal dan ia tidak wajib mandi. Begitu juga apabila ia melahirkan sebagian tubuh anak yang kering, kemudian anak tersebut masuk lagi, maka wudhunya batal dan ia tidak wajib mandi. [nextpage]

6. Mati

perkara keenam yang mewajibkan mandi adalah mati bagi orang muslim yang bukan mati syahid. Adapun orang kafir yang mati maka tidak wajib dimandikan, tetapi hukumnya boleh dimandikan. Adapun orang muslim yang mati syahid maka tidak wajib dimandikan, bahkan haram dimandikan karena sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama yang menjelaskan tentang orang orang yang mati syahid : 

لا تغسلوهم فإن كل جرح يفوح مسكاً يوم القيامة

“Janganlah kalian memandikan mereka yang mati syahid karena setiap luka dari mereka akan semerbak bau misik di Hari Kiamat!”

Termasuk dalam sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama di atas adalah bayi yang gugur, yang tidak mengalami kehidupan, yang dilahirkan setelah waktunya (setelah berusia 4 bulan), yang tidak ada tanda-tanda kehidupan darinya, (maka tidak wajib dimandikan, tetapi boleh dimandikan).

Mati merupakan perkara yang mewajibkan mandi yang mana kewajiban tersebut dibebankan atas orang orang yang hidup, bukan mayitnya. Oleh karena itu, perkara-perkara yang mewajibkan mandi, adakalanya dibebankan atas pelaku yang mandi atau yang lainnya, karena adanya hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda dalam masalah orang yang ihram yang mati karena terinjak untanya :

اغسلوه بماء وسدر

“Mandikanlah ia dengan air dan air campuran daun bidara.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. Dzohirnya hadis menunjukkan bahwa perintah memandikan tersebut adalah wajib.

(والله اعلم)

Jika ada yang membutuhkan terjemahan dalam bahasa sunda, saya sudah menuliskannya pada table di bawah ini, Silahkan disalin kembali kedalam kitab atau buku.


Sunda Arab
Ari ieu eta hiji pasalفَصْلٌ
Ari anu ngawajibkeun kana adusمُوْجِبَاتُ الْغُسْلِ
(Eta) Aya genepسِتَّةٌ
Kahijina ngasupkeun hasapahإِيْلَاجُ الْحَشَفَةِ
Dina jero farjiفِى الْفَرْجِ
Sareng ka duana kaluarna cai maniوَ خُرُوْجُ الْمَنِيِّ
Sareng katiluna haidوَ الْحَيْضُ
sareng kaopatna nifasوَ النِّفَاسُ
sareng kalimana wiladahوَ الْوِلَادَةُ
sareng kagenepna maotوَ الْمَوْتُ
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami