Hukum Tahlilan Dalam Islam

Hukum Tahlilan Dalam Islam

Pertanyaan : "Bagai mana hukum tahlilan menurut al qur'an dan hadits di hari ke 3,7,40,100,360 (setahun) dan 1000 hari dari kematian seseorang ? adakah keterangan mengenai hukum tahlilan menurut 4 imam mazhab ? dan apakah ada dalilnya ? atau sekedar mengikuti tradisi orang orang hindu ?"

Jawaban

Dalil tahlilan jumlah hari ke 3, 7, 40, 100, 360, (setahun), dan 1000 hari, itu terdapat dalam kitab Alussunnah Waljama'ah Bukan kitab dari agama hindu, lagian sejak kapan di hindu ada tahlilan ? bahkan tahlilan yang kita lakukan itu diperbolehkan dalam Syariat Islam.

Rasulullah ﷺ bersabda :

قَالَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلدُّعَاءُ وَالصَّدَقَةُ هَدِيَّةٌ اِلَى الْمَوْتِ

Artinya :

Rasulullah ﷺ telah bersabda "doa dan sodaqoh itu merupakan hadiah untuk orang orang yang telah mati"

وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : اَلصَّدَقَةُ بَعْدَ الدَّفْنِ ثَوَابُهَا اِلَى ثَلَاثَةِ اَيَّامٍ وَالصَّدَقَةُ فِى ثَلَاثَةِ اَيَّامٍ يَبْقَى ثَوَابُهَا اِلَى سَبْعَةِ اَيَّامٍ وَالصَّدَقَةُ يَوْمَ السَّابِعِ يَبْقَى ثَوَابُهَا اِلَى خَمْسِ وَعِشْرِيْنَ يَوْمًا وَمِنَ الْخَمْسِ وَعِشْرِيْنَ اِلَى اَرْبَعِيْنَ يَوْمًا وَمِنَ الْاَرْبَعِيْنَ اِلَى مِائَةٍ وَمِنَ الْمِائَةِ اِلَى سَنَةٍ وَمِنَ السَّنَةِ اِلَى اَلْفِ عَامٍ.

Artinya :

Sayyidina Umar Radhiallaahu anhu telah berkata "Shodaqoh setelah kematian, maka pahalanya sampai 3 hari, dan shodaqoh dalam 3 hari, maka pahalanya akan kekal sampai 7 hari, dan shodaqoh 7 hari akan tetap kekal pahalanya sampai 25 hari, dan sodaqoh di hari 25  pahalanya sampai ke 40 harinya, dan dari shodaqoh di hari 40 pahalanya akan kekal hingga ke 100 harinya, dan dari 100 hari, akan sampai satu tahun, shodaqoh di hari ke 360, maka pahalanya kekal hingga 1000 tahun".

Wahai saudaraku sesungguhnya hukum tahlilan di hari ke 3, 7, 25, 40, 100, 360, dan 1000 tahun keterangannya diambil dari kitab yang bernama Al Hawi Lil Fatawi Karya Imam Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti jilid 2 halaman 178.

قَالَ الْاِمَامُ اَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِى كِتَابِ الزُّهْدِ لَهُ : حَدَّثَنَا هَاشِمُ ابْنُ الْقَاسِمِ قَالَ حَدَّثَنَا الْاَشْجَعِى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ. قَالَ طَاوُسٌ : ان الموت يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام. قال الحافظ ابونعيم فى الجنة : حدثنا أبو بكر بن مالك حدثنا عبد الله ابن احمد بن حنبل حدثنا أبي حدثنا هاشم بن القاسم حدثنا الأشجعى عن سفيان قال طاوس : ان الموت يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام.

Artinya :

Imam Ahmad bin Hambal Radhiallaahu anhu telah berkata di dalam kitabnya zuhud (tentang kitab zuhud) : "Hasyim bin Qosim telah menceritakan kepadaku sambil berkata : "Al-Asja'i telah menceritakan kepadaku  dari sufyan sambil berkata : " Imam Thawus telah berkata : "Sesungguhnya orang orang yang meninggal itu akan difitnah dalam quburannya selama tujuh hari, maka disunahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makanan atas nama orang orang yang sudah meninggal selama hari hari tersebut".

Al-Hafizh Abu Nu'aim telah berkata di dalam kitabnya yang bernama Al-Jannah : Abu bakar bin Malik telah menceritakan kepadaku, Abdullah bin Ahmad bin Hambal telah menceritakan kepadaku, Ubay telah menceritakan kepadaku, Hasyim bin qosim telah menceriakan kepadaku, Alasja'i telah menceritakan kepadaku dari sufyan sambil berkata : "Imam Thawus telah berkata : Adalah seorang Ulama besar zaman tabi'in, wafat tahun 110 H / 729 M : Sesungguhnya orang orang yang meninggal akan mendapatkan ujian dari Allah dalam quburannya selama tujuh hari, Maka disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makanan atas nama orang orang yang sudah meninggal selama hari hari tersebut".

(HR. Imam Ahmad bin Hambal)

(Imam Thawus adalah seorang Ulama besar zaman tabi'in, wafat pada tahun 110 H / 729 M)

"Sesungguhnya, kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku sampai sekarang (Yaitu masa Imam Suyuti abad ke 9 H) di Makkah dan di Madinah, yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang". (Kitab Al-Jannah jilid 2 halaman 194)

Dan juga hukum diperbolehkannya membaca dzikir untuk dihadiahkan kepada mayit keterangannya bisa diambil dari Hadist Nabi pada Musnad Imam Ahmad nomor 14344 :

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ ابْنِ إِسْحَاقَ حَدَّثَنِي مُعَاذُ بْنُ رِفَاعَةَ الْأَنْصَارِيُّ ثُمَّ الزُّرَقِيُّ عَنْ مَحْمُودِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْجَمُوحِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا إِلَى سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ حِينَ تُوُفِّيَ قَالَ فَلَمَّا صَلَّى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَوُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَسُوِّيَ عَلَيْهِ سَبَّحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَبَّحْنَا طَوِيلًا ثُمَّ كَبَّرَ فَكَبَّرْنَا فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ سَبَّحْتَ ثُمَّ كَبَّرْتَ قَالَ لَقَدْ تَضَايَقَ عَلَى هَذَا الْعَبْدِ الصَّالِحِ قَبْرُهُ حَتَّى فَرَّجَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهُ

Artinya :

Telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami bapakku dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Mu'adz bin Rifa'ah Al-Anshari, Az-Zuraqi dari Mahmud bin Abdurrahman bin 'Amr bin Al-Jamuh dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari berkata, Pada suatu hari kami berangkat bersama Rasulullah ﷺ menuju Sa'd bin Mu'adz ketika wafatnya. Tatkala Rasulullah ﷺ menshalatinya dan meletakkannya di kuburnya serta meluruskannya, Rasulullah ﷺ bertasbih dan kami pun ikut bertasbih yang panjang, lalu bertakbir dan kami pun ikut bertakbir. Ada yang bertanya, wahai Rasulullah! kenapa Anda bertasbih lalu bertakbir? Beliau bersabda, "Sungguh kuburan laki-laki sholeh ini sempit hingga kemudian Allah 'Azza wa Jalla meluaskan untuknya".

hadist di atas menunjukan bahwa membaca dzikir dan dihadiahkan pahalanya kepada mayit itu diperbolehkan dan tidaklah bid'ah karena Rasulullah ﷺ sendirilah yang memberikan contoh kepada kita.

Kesimpulannya :

Amalan amalan umum yang dilakukan masyarakat muslim tradisional di Indonesia sudah ada landasannya dari kalangan Ulama Salafus-Sholeh. Dan bukan bid'ah dlolalah / Madzmumah. (Kajian Al-Imam Al-Hafizh As-Suyuti dalam kitabnya yang bernama Al-Hawi Lil Fatawi Juz 2 halaman 178)

والله اعلم

Halaman Terkait
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami