Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 25 | Pembagian Aurat

Kitab safinatun NajaImage by © LILMUSLIMIIN

Pada fasal sebelumnya kita telah membahas pembagian hadas pada halaman Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 24 | Pembagian Hadas. Mari kita lanjutkan pada fasal selanjutnya yang akan membahas tentang pembagian aurat dari Terjemah Kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin.

Pembagian Aurat

فَصْلٌ: اَلْعَوْرَاتُ أَرْبَعٌ : عَوْرَةُ الرَّجُلِ مُطْلَقًا وَالْأَمَةِ فِى الصَّلَاةِ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ وَعَوْرَةُ الْحُرَّةِ فِى الصَّلَاةِ جَمِيْعُ بَدَنِهَا مَا سِوَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ وَعَوْرَةُ الْحُرَّةِ وَالْاَمَةِ عِنْدَ الْاَجَانِبِ جَمِيْعُ الْبَدَنِ وَعِنْدَ مَحَارِمِهَا وَالنِّسَاءِ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ

Fasal: Aurat itu ada empat:

  1. Aurat laki laki tulen dan amat dalam sholat adalah bagian tubuh dari pusar sampai lutut
  2. Aurat perempuan merdeka dalam sholat adalah seluruh badan selain wajah dan telapak tangan
  3. Aurat perempuan merdeka dan amat di hadapan lelaki yang bukan mahrom adalah seluruh badan
  4. Aurat perempuan merdeka dan amat di hadapan mahram dan perempuan adalah bagian tubuh dari pusar sampai lutut.

Penjelasan Imam Nawawi dalam kitab Kasyifatus saja

Mushonnif mengatakan bahwa pembagian aurat ada 4 (empat). Pengertian aurat menurut bahasa berarti kurang, dan sesuatu yang dianggap buruk apabila terlihat yang mana sesuatu tersebut adalah ukuran (batas tubuh) yang akan disebutkan oleh mushonnif. Menurut istilah, aurat didefinisikan sebagai sesuatu (bagian tubuh) yang wajib ditutupi pada saat sholat dan sesuatu yang haram dilihat. Empat pembagian aurat itu adalah:

Aurat Laki-laki

Aurat laki-laki yang tulen, meskipun kafir, budak, atau anak kecil yang belum tamyiz, baik auratnya saat di dalam sholat atau di luarnya, adalah bagian tubuh dari pusar sampai lutut jika yang melihatnya adalah orang-orang semahramnya atau setunggal jenis kelamin. Adapun pusar dan lutut sendiri bukan termasuk aurat, tetapi sebagian mereka wajib ditutupi agar menjadi sempurna dalam penutupan auratnya, karena masuk dalam bab;

مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

Sesuatu yang tidak akan bisa sempurna perkara wajib kecuali dengan sesuatu itu maka sesuatu itu juga wajib.

Adapun aurat laki-laki adalah seluruh tubuhnya jika orang yang melihatnya adalah perempuan ajnabiah, bahkan wajah dan kedua telapak tangan, meskipun aman dari fitnah, dan meskipun laki-laki tersebut adalah seorang budak. Oleh karena itu, diharamkan bagi perempuan ajnabiah melihat bagian tubuh manapun dari laki-laki.

Menurut pendapat mu’tamad, aurat laki-laki adalah qubul dan dubur saja ketika ia berada di tempat sepi dan sendirian.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa aurat laki-laki dibagi menjadi tiga bagian tergantung dari penisbatannya, artinya, tergantung dari siapa yang melihatnya.

[CABANG]

Ketahuilah bahwa istri diperbolehkan melihat seluruh bagian tubuh suaminya, begitu juga sebaliknya, artinya diperbolehkan bagi suami melihat seluruh bagian tubuh istrinya.

Apabila suami melarang istri melihat auratnya, maka istri tidak boleh melihatnya. Berbeda dengan sebaliknya, artinya suami tetap diperbolehkan melihat aurat istri, meskipun istri melarang, karena suami memiliki hak tamattuk atau bersenang-senang dengan istri, sedangkan istri tidak memiliki hak tamattuk dengan suami. Meskipun suami mutlak diperbolehkan melihat aurat istri, melihat bagian qubul dan dubur adalah makruh apabila tidak ada hajat. Dan lebih makruh lagi adalah melihat bagian dalam qubul dan dubur.

Aurat Perempuan Amat

Aurat amat (budak perempuan), meskipun khuntsa dan meskipun budak muba’adah, atau mudabbaroh, atau mukatabah, atau ummu walad, adalah bagian tubuh dari pusar sampai lutut ketika dalam sholat, ketika disamping laki-laki mahrom, ketika sendirian di tempat sepi, dan ketika di samping perempuan ajnabiah. Oleh karena itu, sekali lagi, aurat amat ketika keadaan tersebut adalah bagian tubuh dari pusar sampai lutut.

Adapun aurat amat ketika di samping laki-laki ajnabi yang bukan mahram maka seluruh bagian tubuhnya, seperti perempuan merdeka sebagaimana yang akan disebutkan oleh mushonnif.

Dapat disimpulkan bahwa aurat amat ada dua, yaitu bagian pusar dan lutut pada saat tertentu, dan seluruh tubuh pada saat tertentu pula.

Ada yang mengatakan bahwa aurat amat adalah seperti aurat hurrah (perempuan merdeka) dengan dinisbatkan pada selain laki-laki yang bukan mahram, kecuali kepala. Oleh karena itu auratnya adalah bagian tubuh selain wajah, kedua telapak tangan, dan kepala.

Ada yang mengatakan bahwa aurat amat adalah bagian tubuh yang tidak kelihatan saat menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

Ada yang mengatakan bahwa aurat amat adalah bagian tubuh antara lutut dan pusar. Ditambah dengan satu pendapat mengatakan bahwa lututnya juga termasuk aurat, bukan pusarnya. Pendapat lain mengatakan bahwa pusarnya termasuk aurat, bukan lututnya.

Ada yang mengatakan aurat amat adalah qubul dan dubur saja. Pendapat terakhir ini dinyatakan pula oleh Imam Malik dan jama’ah ulama.

Aurat Hurrah (Perempuan Merdeka)

Aurat hurrah, yaitu perempuan merdeka utuh dan khuntsa, maksudnya orang merdeka yang berkelamin ganda, ketika sholat adalah seluruh tubuh selain wajah dan bagian luar dan dalam dua telapak tangan sampai dua pergelangan tangan. Oleh karena itu, tidak diwajikan atas mereka menutupi wajah dan kedua telapak tangan saat sholat.

Termasuk dari aurat hurrah dan khuntsa adalah rambut dan telapak kaki. Oleh karena itu, wajib atas mereka menutupi telapak kaki meskipun harus dengan tanah pada saat berdiri. Kecukupan menutupi telapak kaki dengan tanah adalah berdasarkan pengqiyasan kasus apabila sebagian pantat hurrah atau khuntsa terbuka pada saat duduk tasyahhud, misalnya, kemudian ia mendempetkan bagian yang terbuka tersebut dengan tanah, maka sudah mencukupi dalam menutupinya. Oleh karena telapak kaki termasuk dari aurat mereka, maka apabila telapak kaki terbuka sedikit saja ketika sujud, atau bagian tumit terbuka saat rukuk atau sujud, maka sholat menjadi batal.

Adapun wajah dan kedua telapak tangan hurrah dan khuntsa maka bukan termasuk aurat karena adanya hajat yang mengharuskan untuk membuka keduanya.

Aurat hurrah dan amat disamping para laki-laki lain (ajnabi) yang bukan mahram, maksudnya dinisbatkan pada saat para laki-laki melihat mereka, adalah seluruh tubuh termasuk wajah dan kedua telapak tangan, meskipun ketika wajah dan kedua telapak tangan terbuka maka akan aman dari fitnah. Oleh karena itu, diharamkan atas para laki-laki yang bukan mahrom melihat bagian tubuh hurrah dan amat, meskipun berupa sepotong kuku yang telah lepas dari jarijari kaki.

Bagian tubuh dari pusar sampai lutut adalah aurat hurrah dan amat ketika mereka berada disamping para laki-laki mahrom dan perempuan-perempuan lain. Khusus bagi hurrah ada catatan bahwa perempuan-perempuan lain itu bukan yang kafir, baik mereka adalah merdeka atau budak. Begitu juga, bagian tubuh dari pusar sampai lutut termasuk aurat hurroh dan amat ketika mereka di tempat sepi.

Adapun perempuan hurrah ketika ia berada disamping perempuan-perempuan kafir, maka auratnya adalah bagian tubuh yang tidak kelihatan saat melakukan pelayanan mengerjakan urusan- urusan rumah tangga dan memenuhi kebutuhan.

Dapat disimpulkan bahwa perempuan hurrah memiliki 4 (empat) rincian aurat. Adapun perempuan amat, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, memiliki rincian 2 (dua) aurat.

[TANBIH]

Imam Rofii melarang melihat farji anak perempuan kecil.

Al-Qodhi Husain menetapkan diperbolehkannya melihat farji anak perempuan kecil yang belum mencapai batas menimbulkan syahwat, begitu juga boleh melihat farji anak laki-laki yang masih kecil.

Imam al-Mawarzi menetapkan diperbolehkannya meliha farji anak laki-laki kecil saja.

Diperbolehkannya melihat farji anak kecil, baik laki-laki atau perempuan, adalah sampai mereka berdua mencapai usia tamyiz dan sampai mereka memungkinkan menutup aurat dari orang-orang.

[nextpage]

Syarat Syarat Wajib Sholat

[فَرْعٌ]

[CABANG]

تَجِبُ الصَّلَاةُ عَلَى مَنْ اِتَّصَفَ بِهٰذِهِ الصِّفَاتِ السِّتِّ أَحَدُهَا إِسْلَامٌ وَثَانِيْهَا بُلُوْغٌ وَثَالِثُهَا عَقْلٌ وَرَابِعُهَا سَلَامَةُ إِحْدَى حَوَاسِّ السَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَخَامِسُهَا بُلُوْغُ الدَّعْوَةِ وَالسَّادِسُ نَقَاءٌ مِنَ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ

Sholat wajib atas orang orang yang memilik sifat sifat enam berikut: yang pertama adalah beragama islam yang kedua adalah baligh yang ketiga adalah berakal yang keempat adalah selamanya indra pendengaran dan penglihatan yang kelima adalah sampainya da'wah islam yang ke enam adalah bersih dari haid dan nifas.


Sholat diwajibkan atas orang-orang yang memiliki sifat-sifat 6 (enam) berikut;

Islam

Syarat wajib sholat yang pertama adalah Islam, meskipun keislamannya telah berlalu, seperti orang murtad.

Oleh karena itu, sholat tidak diwajibkan atas orang kafir asli dengan kewajiban adanya siksa kelak di akhirat baginya karena meninggalkan sholat. Ketika kafir asli telah masuk Islam, maka ia tidak diwajibkan mengqodho sholat yang telah ia tinggalkan selama kekufurannya, bahkan apabila ia mengqodhonya, maka sholatnya tidak sah.

Adapun orang murtad maka wajib atasnya mengqodho sholat yang ia tinggalkan selama murtad, bahkan sholat yang ia tinggalkan saat ia mengalami gila di waktu kemurtadannya, bukan pada saat ia mengalami haid dan nifas.

Baligh

Syarat wajib sholat yang kedua adalah baligh, baik baligh dengan usia, atau mimpi basah, atau haid.

Oleh karena itu, sholat tidak diwajibkan atas anak kecil. Ketika anak kecil telah baligh, maka ia tidak diwajibkan mengqodho sholat, tetapi ia disunahkan mengqodho sholat yang ia tinggalkan selama masa tamyiz hingga masa baligh, bukan mengqodho sholat yang ia tinggalkan sebelum masa tamyiz karena mengqodhonya hukumnya haram, bahkan apabila ia mengqodhonya maka sholatnya tidak sah, berbeda dengan kesalah pahaman para sufi yang bodoh, seperti yang dikatakan oleh Abdul Karim

Berakal

Syarat wajib sholat yang ketiga adalah berakal.

Oleh karena itu, apabila orang gila telah sadar akalnya maka ia tidak diwajibkan mengqodho sholat yang ia tinggalkan selama masa gila, kecuali apabila ia mengalami gila dalam kondisi murtad atau apabila penyakit gila yang ia alami terjadi karena kecerobohan maka ia wajib mengqodho sholat yang ia tinggalkan pada saat gila tersebut. Begitu juga, ketika orang ayan telah sadar akalnya maka ia tidak diwajibkan mengqodho sholat yang ia tinggalkan selama masa ayan, kecuali apabila ayannya terjadi karena kecerobohan maka ia berkewajiban mengqodho. Akan tetapi, apabila penyakit gila dan ayan terjadi bukan karena kecerobohan maka tidak diwajibkan mengqodho sholat, tetapi menurut pendapat mu’tamad disunahkan mengqodho-nya.

Memiliki Indera Pendengar dan Penglihatan yang Sehat

Syarat wajib sholat yang keempat adalah memiliki indera pendengar dan penglihatan yang sehat. Oleh karena itu, sholat tidak diwajibkan atas orang yang terlahir sudah dalam kondisi menderita tuli atau buta, meskipun ia masih bisa berbicara. Kelak apabila penyakit tuli atau butanya telah sembuh maka ia tidak diwajibkan mengqodho sholat.

Kesampaian Dakwah Islamiah

Syarat wajib sholat yang kelima adalah kesampaian dakwah Islam. Oleh karena itu, sholat tidak diwajibkan atas orang yang belum menerima atau belum kesampaian dakwah Islam. Namun, apabila ia telah masuk Islam maka ia diwajibkan mengqodho sholat, demikian dikatakan oleh Syabromalisi.

Suci dari Haid dan Nifas

Syarat wajib sholat yang keenam adalah suci dari haid dan nifas. Oleh karena itu, perempuan haid dan nifas tidak diwajibkan mengqodho sholat, meskipun pada saat haid atau nifas mengalami murtad, tetapi disunahkan mengqodhonya. Muhammad al-Baqri berkata, “Apabila perempuan haid dan nifas hendak mengqodho (sholat yang ia tinggalkan selama masa haid dan nifas) maka sholatnya sah dan makruh.”

Ketika al-mawanik (orang yang 1. haid 2. nifas 3. kufur asli 4. Sifat bocah 5. Gila 6. ayan 7. Mabuk ) telah hilang dari diri seseorang, sedangkan waktu sholat masih menyisakan waktu yang memuat untuk membaca takbiratul ihram maka wajib atasnya mengqodho sholat tersebut dan sholat sebelumnya jika memang kedua sholat itu bisa dijamakkan.

[nextpage]

Kemakruhan kemakruhan sholat

(فَرْعٌ)

[CABANG]

Sholat dimakruhkan bagi orang-orang yang bersifatan dengan salah satu sifat dari 20 sifat berikut ini, mereka adalah:

حَاقِبٌ

Orang yang menahan kebelet eek.

حَاقِنٌ

Orang yang menahan kebelet pipis.

حَاقِمٌ

Orang yang menahan kebelet eek dan pipis.

صَافِنٌ

Orang yang sholat dengan berdiri dengan satu kaki saja (Jawa: engklek)

صَافِدٌ

Orang yang sholat dengan merapatkan kedua kaki seolah-olah kedua kakinya itu terikat.

حَازِقٌ

Yaitu orang yang menahan memakai muzah yang tidak muat (sesak). Syarqowi dan sebagian ulama menafsiri kata حَازِقٌ dengan arti orang yang menahan kentut. Sedangkan orang yang menahan memakai muzah sesak disebut dengan حَافِزٌ. Masing-masing dua arti tersebut shohih.

جَائِعٌ

Orang yang lapar

Sedangkan makanan atau minuman telah tersaji atau hampir tersaji.

عَطْشَانٌ

Orang yang haus.

حَافِزٌ

Orang yang menahan kentut.

مَنْ حَضَرَهُ طَعَامٌ تَتَوَقَّ نَفْسَهُ إِلَيْهِ

Orang yang ingin sekali menikmati makanan yang telah tersaji atau hendak disajikan meskipun ia tidak lapar. Begitu juga dimakruhkan sholat bagi orang yang ingin sekali berjimak dengan istrinya yang di rumah.

مَنْ غَلَبَهُ النَّوْمُ

Orang yang mengantuk.

مَنْ فِى الْمَقْبَرَةِ

Orang yang sholat di atas kuburan yang model kuburannya bukan galian, atau dengan model kuburan galian dan ia beralas kaki di atas tanah, apabila tidak beralas kaki maka sholatnyatidak sah.

مَنْ فِى مَزْبَلَةٍ

Orang yang sholat di area pembuangan sampah.

مَنْ فِى الْمَجْزَرَةِ

Orang yang sholat di area penjagalan binatang.

مَنْ فِى الْحَمَامِ غَيْرِ الْجَدِيْدِ

Orang yang sholat di tempat pemandian yang bekas digunakan untuk mandi meskipun di tempat ganti pakaian.

مَنْ فِى عَطَنِ الْإِبِلِ

Orang yang sholat di tempat pengantrian minum untuk binatang unta meskipun tempat tersebut suci.

مَنْ فِى قَارِعَةِ الطَّرِيْقِ

Orang yang sholat di tengah jalan atau di tempat yang paling tinggi dimana tempat tersebut berada di dalam sebuah bangunan, bukan tempat tertinggi yang terbuka.

مَنْ فِى ظَهْرِ الْكَعْبَةِ

Orang yang sholat di atas Ka’bah.

مَنْ فِى الْكَنِيْسَةِ وَالْبَيْعَةِ وَسَائِرِ مَأْوَى الشَّيْطَانِ

Orang yang sholat di dalam gereja orang Yahudi dan Nasrani dan tempat-tempat lain dimana setan-setan tinggal disana, seperti tempat (penjualan atau menyimpan) khomr dan pemungutan cukai. Syaikhuna Nahrowi berkata, Kata الكننيسة dulunya digunakan untuk menunjukkan arti tempat ibadah orang-orang Yahudi. Sedangkan kata البيعة adalah tempat ibadah orang-orang Nasrani. Adapun pada zaman sekarang maka sebaliknya.” Syarqowi berkata, “Kemakruhan sholat di tempat-tempat yang telah disebutkan di atas adalah ketika tidak kuatir meninggalkan sholat pada saat mencari tempat-tempat lain. Apabila ketika ingin mencari tempat lain, tetapi kuatir sholat akan terlewatkan maka tidak dimakruhkan melakukan sholat di tempat-tempat tersebut.”

مُنْفَرِدٌ وَالْجَمَاعَةُ قَائِمَةٌ

Orang yang sholat sendiri padahal ada jamaah yang tengah didirikan.

Pengertian sholat sendiri disini ada dua;

Pertama, sholat sendiri meninggalkan jamaah dan shof, misalnya; musholli benar-benar sholat sendiri.

Kedua, sholat sendiri meninggalkan shof saja, misalnya; musholli sholat dengan niatan jamaah saat takbiratul ihram, tetapi ia tidak bergabung dengan shof makmum lain, melainkan ia berada di shof sendiri. Sholat sendiri demikian ini dapat menghilangkan keutamaan jamaah, seperti yang disebutkan oleh ar-Romli, dan menghilangkan keutamaan shof. Sedangkan ulama lain beranggapan salah kalau sholat sendiri semacam itu hanya menghilangkan keutamaan shof saja, bukan keutamaan jamaah.

Mengenai kemakruhan-kemakruhan dalam sholat maka akan dijelaskan nanti, insya Allah. Mereka berjumlah 21 kemakruhan.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami