Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 18 | Perkara Suci Yang Berasal Dari Najis
Fasal ini membahas tentang perkara suci yang berasal dari najis dari kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan Terjemah Kitab Safinatun Naja dalam bahasa indoneisa. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Image by © LILMUSLIMIINSebab Sebab diperbolehkannya tayamum
فَصْلٌ: اَلَّذِيْ يَطْهُرُ مِنَ النَّجَاسَاتِ ثَلَاثَةٌ : اَلْخَمْرُ إِذَا تَخَلَّلَتْ بِنَفْسِهَا وَجِلْدُ الْمَيْتَةِ إِذَا دُبِغَ وَمَا صَارَا حَيَوَانًا.
Fasal: Najis-najis yang dapat menjadi suci ada tiga:
- Khomr ketika berubah menjadi cuka
- Kulit bangkai yang disamak
- Najis yang berubah menjadi hewan.
Penjelasan Imam Nawawi dalam kitab Kasyifatus saja
[Fasal ini] menjelaskan tentang perubahan najis menjadi suci dan perkara mensucikan yang dapat merubah najis menjadi suci.
[Najis-najis yang dapat menjadi suci ada 3 (tiga)]. Lafadz يَطْهُرُ (suci) termasuk dari lafadz قَـتَلَ يَـقْتُل dan, قـَرُبَ يـَقْرُبُ yang berarti يَـنْـفَى (meniadakan) dan يـَبـْرَأُ (bebas).
Khomr Menjadi Cuka
Maksudnya, termasuk najis yang dapat menjadi suci adalah khomr .(اَلْخَمْرُ tanpa menggunakan huruf ة)
Khomr adalah setiap cairan yang memabukkan meskipun berasal dari sisa kurma yang telah berubah menjadi sangat keras rasanya, atau dari tebu, madu, atau selainnya. Khomr dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
Khomr muhtaromah (yang dimuliakan)
seperti; khomr yang berasal dari perasan (semisal anggur) yang diperas dengan tujuan untuk dijadikan cuka, khomr yang diperas bukan untuk tujuan tertentu, dan khomr yang diperas oleh orang kafir.
Khomr ghoiru muhtaromah (yang tidak dimuliakan)
seperti; khomr yang berasal dari perasan semisal anggur yang diperas dengan tujuan untuk dijadikan khomr sedangkan pemerasnya adalah orang muslim. Ketika khomr itu berupa khomr ghoiru muhtaromah maka diwajibkan dibuang sebelum khomr tersebut berubah menjadi cuka.
Masing-masing dari dua khomr di atas dihukumi najis dan bisa berubah menjadi suci ketika telah berubah menjadi cuka.
Khomr bisa menjadi suci ketika telah berubah menjadi cuka dengan sendirinya, maksudnya berubah menjadi cuka tanpa disertai perantara benda lain yang suci.
Alasan mengapa khomr yang telah berubah menjadi cuka dihukumi suci adalah karena kenajisan khomr disebabkan oleh sifat iskar atau memabukkan sedangkan sifat iskar ini hanya dapat dihilangkan ketika khomr itu telah berubah menjadi cuka, (oleh karena faktor yang menyebabkan kenajisan khomr telah hilang maka sifat najis itu pun juga hilang).
Selain itu, khomr yang telah menjadi cuka dihukumi suci karena pada umumnya cairan perasan tidak akan dapat berubah menjadi cuka kecuali cairan perasan tersebut harus menjadi khomr terlebih dahulu. Oleh karena itu, andaikan kita tidak mengatakan kalau khorm itu bisa suci maka kita akan kesulitan membuat cuka dari khomr, padahal cuka sendiri dihukumi halal menurut ijmak ulama.
Ketika khomr telah berubah menjadi cuka, botolnya pun bisa menjadi suci meskipun khomr (cuka) tersebut meluap naik dengan sendirinya, tetapi bagian botol di atas volume khomr (cuka) yang tidak dikenai oleh luapan naiknya dihukumi mutanajis karena telah terkena khomr terlebih dahulu saat khomr dituangkan ke dalam botol.
Adapun ketika khomr berubah menjadi cuka dengan disertai perantara benda lain meskipun benda lain tersebut sebenarnya tidak memberikan pengaruh sama sekali terhadap perubahan khomr menjadi cuka, seperti; kerikil, maka khomr tersebut tidak dihukumi suci karena khomr yang telah berubah menjadi cuka menjadi najis sebab terkena benda lain yang menjadi mutanajis karena terkena khomr terlebih dahulu saat sebelum berubah menjadi cuka.
Kulit Bangkai Disamak
Maksudnya, termasuk najis yang dapat berubah menjadi suci adalah kulit bangkai yang telah tersamak, baik tersamaknya itu karena kulit bangkai jatuh sendiri atau dijatuhkan ke benda penyamaknya atau benda penyamaknya dijatuhkan ke kulit bangkai oleh semisal tiuapan angin.
Tujuan pokok dari menyamak adalah menghilangkan sisa- sisa yang ada di kulit bangkai. Sisa-sisa tersebut adalah basah-basah kulit bangkai yang apabila dibiarkan akan merusak kulit bangkai itu dan apabila dihilangkan akan membersihkannya. Batasan untuk bisa disebut bersih adalah sekiranya andaikan kulit bangkai tersebut direndam di dalam air maka kulit bangkai itu tidak lagi memiliki bau busuk (bacin) dan tidak rusak.
Menyamak hanya dapat dilakukan dengan benda hirrif, yaitu benda yang terasa pedas di lidah saat dicicipi meskipun benda hirrif tersebut najis, seperti; kotoran burung, atau meskipun tidak mengandung air karena menyamak bertujuan untuk ihalah (merubah) sehingga tidak membutuhkan pada air, bukan izalah (menghilangkan) yang mengharuskan ada basuhan dari air.
Setelah disamak, kulit bangkai menjadi suci pada bagian dzohir (luar), yaitu bagian yang terlihat dari dua sisi kulit, yakni sisi atas dan sisi bawah, dan juga menjadi suci pada bagian batin (dalam), yaitu bagian kulit yang apabila disobek akan terlihat.
Setelah kulit bangkai disamak, statusnya masih mutanajis (terkena najis) karena terkena benda penyamak yang najis atau benda penyamak yang mutanajis sehingga wajib dibasuh air terlebih dahulu. Dengan demikian, seseorang tidak diperbolehkan sholat di atas atau di dalam kulit samakan sebelum kulit samakan tersebut dibasuh air.
Diperbolehkan menjual kulit samakan yang masih mutanajis dan yang belum dibasuh air selama tidak ada manik (faktor yang mencegah keabsahan jual beli), seperti; bulu najis yang menutupi lubang/bagian kulit yang belum terkena benda penyamak.
Tidak halal memakan kulit samakan, baik kulit samakan tersebut berasal dari binatang yang halal dimakan dagingnya atau dari binatang yang haram dimakan dagingnya. Adapun kulit samakan yang berasal dari binatang sembelihan maka diperbolehkan memakannya selama tidak mengakibatkan bahaya.
Perkataan Mushonnif kulit bangkai mengecualikan rambut, bulu, dan daging bangkai karena mereka tidak dapat disamak. Adapun kulit bangkai dapat disamak karena kulit bangkai dapat berpindah fungsi dari penutup daging binatang ke bentuk pakaian (penutup tubuh manusia).
Pengertian bangkai adalah binatang yang mati sebab tidak disembelih secara syar’i. Oleh karena itu, termasuk bangkai adalah:
1. binatang yang tidak halal dimakan dagingnya dan yang telah disembelih.
2. binatang yang halal dimakan dagingnya dan yang telah disembelih, tetapi dengan sembelihan yang tidak memenuhi salah satu syarat dari syarat-syarat menyembelih, seperti; binatang tersebut disembelih oleh orang Majusi, atau disembelih oleh orang yang sedang berihram haji atau umroh yang mana binatang sembelihan tersebut hendak dijadikan sebagai umpan dalam berburu binatang liar karena sesembelihan orang ihram dihukumi bangkai meskipun karena terpaksa (dhorurot) atau shial (mempertahankan diri dari serangan), seperti alasan yang dikatakan oleh Rohmani. Adapun Hafani menetapkan bahwa binatang sesembelihan orang ihram dihukumi bangkai ketika binatang tersebut disembelih karena terpaksa saja, bukan karena kondisi shial.
3. binatang yang disembelih dengan tulang atau lainnya (spt; batu, kayu, dll)
Termasuk kulit bangkai adalah kulit binatang yang mati secara hukum, seperti kulit binatang yang diseset atau diiris pada saat binatang tersebut masih hidup, sehingga kulit binatang tersebut dapat suci dengan disamak.
Mengecualikan dengan kulit bangkai adalah kulit hewan yang suci setelah kematiannya, seperti; kulit manusia, dan kulit hewan yang dihukumi najis pada saat hewan tersebut masih hidup, seperti; kulit anjing dan babi. Oleh karena itu, menyamak dua kulit hewan ini tidak memberikan manfaat sama sekali.
[TANBIH]
Hewan yang apabila dagingnya halal dimakan maka hewan tersebut tidak boleh disembelih kecuali untuk tujuan dimakan saja. Oleh karena itu, diharamkan menyembelih hewan tersebut untuk diambil kulitnya saja atau diambil dagingnya saja sebagai umpan berburu.
Adapun hewan yang apabila dagingnya tidak halal dimakan maka hewan tersebut tidak boleh disembelih secara mutlak meskipun disembelih untuk tujuan diambil kulitnya saja, kecuali hewan-hewan yang telah ditetapkan tentang kebolehan atau kesunahan menyembelihnya.
Najis yang Berubah Menjadi Hewan
Maksudnya, termasuk najis yang bisa berubah menjadi suci adalah najis yang telah berubah menjadi hewan, seperti ulat yang berasal dari benda najis sekalipun najis mugholadzoh, karena pada asalnya ulat tersebut tidak diciptakan dari dzat najis mugholadzoh itu sendiri, melainkan ulat tersebut diciptakan di dalamnya, sebagaimana ulat cuka, maksudnya, ulat cuka tersebut tidak diciptakan berasal dari dzat cuka itu sendiri tetapi ia diciptakan di dalam cuka.
[CABANG]
Syarqowi berkata, “Termasuk istihalat (perubahan benda- benda najis menjadi suci) adalah perubahan darah menjadi susu atau sperma atau darah kempal atau daging kempal, dan perubahan telur menjadi anak hewan (Jawa: piyek), dan perubahan darah kijang menjadi misik, dan perubahan air sedikit yang najis menjadi suci sebab diperbanyak hingga air sedikit tersebut mencapai dua kulah, sebagaimana pendapat asoh menyatakan bahwa perubahan air sedikit menjadi banyak (dua kulah atau lebih) termasuk istihalat.”
[nextpage]Macam-macam Dzat (Benda) dan Hukumnya
Ketahuilah. Sesungguhnya dzat-dzat itu adakalanya berupa;
Hewan.
Ahmad berkata dalam kitab al-Misbah, “Pengertian hewan adalah setiap yang bernyawa (memiliki ruh), baik dapat berbicara atau tidak. Lafadz اَلْحَيَوَانُ (hewan) diambil dari bentuk yang sama memiliki اَلْحَيَـوَانُ Lafadz. الحَيَاة lafadz untuk menunjukkan arti mufrod dan jamak karena lafadz اَلحَْيـَوَان pada asalnya adalah masdar.
Jamad atau benda mati.
Jamad adalah setiap benda (mati) yang bukan hewan, bukan induk asal hewan, bukan bagian dari hewan, dan juga bukan yang terpisah atau terpotong dari hewan.
Kotoran-kotoran
Semua hewan dihukumi suci kecuali hewan yang semisal anjing, yakni babi, peranakan keduanya atau salah satunya.
Semua jamad dihukumi suci karena jamad diciptakan untuk memberikan manfaat kepada para manusia meskipun manfaatnya tersebut dari satu segi, seperti batu, karena batu meskipun tidak dapat dimakan, minimal ia dapat digunakan sebagai semisal wadah (cobek). Allah berfirman, “Dialah yang menciptakan untuk kamu segala apa yang ada di bumi.”
Kotoran-kotoran dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Kotoran yang berubah menjadi rusak di dalam tubuh hewan. Hukum kotoran ini adalah najis, seperti darah.
2. Kotoran yang tidak berubah. Hukum kotoran ini adalah suci, seperti keringat yang keluar dari hewan suci.
3. Kotoran yang berubah menjadi baik. Hukum kotoran ini adalah suci, seperti (darah yang berubah menjadi) susu.
Ketahuilah sesungguhnya benda yang terpisah dari hewan dihukumi seperti hukum bangkai hewan tersebut, kecuali rambut hewan yang halal dimakan dagingnya, bulu halusnya, bulu kasarnya, dan bulu burung yang halal dimakan dagingnya. Oleh karena itu, benda-benda yang dikecualikan ini dihukumi suci meskipun diragukan tentang kenajisannya, seperti salah satu dari mereka yang berada di tempat sampah.