Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 22 | Udzur Udzur Sholat
Pada fasal sebelumnya kita telah membahas masa-masa haid, suci dan nifas pada halaman Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 21 | Masa Masa Haid Dan Nifas. Mari kita lanjutkan pada fasal selanjutnya yang akan membahas tentang Udzur udzur Sholat dari Terjemah Kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Udzur Udzur Sholat
فَصْلٌ: أَعْذَارُ الصَّلَاةِ اِثْنَانِ : اَلنَّوْمُ وَالنِّسْيَانُ
Fasal: Udzur udzur Sholat itu ada dua:
- Tidur
- Lupa
Penjelasan Imam Nawawi dalam kitab Kasyifatus saja
Fasal ini] menjelaskan tentang perkara-perkara yang tidakdicela syariat yang menyebabkan mengakhirkan sholat hingga keluar dari waktunya.
[Udzur-udzur sholat ada 2 (dua)]. Lafadz اَلْأَعْذَارُ adalah bentuk jamak dari lafadz عُذْرٌ ,yakni bisa dengan mendhommah huruf ذ karena mengikuti dhommah huruf ع dan dengan mensukun huruf ذ. Maksudnya, perkara-perkara yang menghilangkan dosa sebab mengakhirkan sholat hingga keluar dari waktunya ada 2 (dua), yaitu:
Tidur
Tidur merupakan udzur sholat jika memang tidur tersebut tidak ceroboh atau melewati batas. Oleh karena itu, apabila seseorang bangun tidur sedangkan waktu sholat fardhu hanya tersisa waktu yang hanya cukup untuk digunakan melakukan wudhu secara lengkap atau sebagiannya maka ia tidak wajib mengqodho sholat tersebut dengan segera.
Apabila seseorang bangun tidur dan waktu sholat fardhu tersisa waktu yang masih cukup melakukan wudhu dan melakukan gerakan sholat yang kurang dari satu rakaat dan ia memiliki sholat faitah1 maka ia mendahulukan melakukan sholat faitah tersebut daripada sholat hadhiroh karena sholat shohibut wakti pada saat itu menjadi sholat faitah juga berdasarkan keterangan yang diambil dari perkataan ulama, “Apabila seseorang berniat adak pada saat waktu yang tersisa hanya cukup untuk melakukan wudhu dan gerakan sholat yang kurang dari satu rakaat, kemudian ia menyengaja adak haqiqi (yakni adak yang diartikan sebagai melakukan sholat di waktunya, bukan adak yang diartikan melakukan) maka sholatnya tidak sah.”
Apabila setelah waktu sholat Dzuhur habis, seseorang ragu apakah ia sudah melakukannya atau belum, maka ia wajib mengqodho sholat Dzuhurnya karena hukum asalnya menetapkan bahwa ia belum melakukannya, sebagaimana apabila setelah waktu sholat Dzuhur habis, seseorang ragu apakah ia sudah berniat dalam sholat Dzuhurnya atau belum, maka ia wajib mengqodho juga sholat Dzuhurnya itu karena hukum asalnya menetapkan bahwa ia belum berniat.
Berbeda dengan masalah apabila setelah waktu sholat habis, seseorang ragu apakah sholat tersebut telah diwajibkan atasnya atau belum, misalnya ada seseorang mengalami baligh atau tersadar dari gilanya di awal siang, kemudian ia ragu apakah kebalighan atau kesadarannya itu terjadi sebelum terbit matahari yang sehingga mewajibkan ia sholat Subuh, atau kemudian ia ragu apakah kebalighan atau kesadarannya itu terjadi setelah terbit matahari yang sehingga tidak mewajibkannya sholat Subuh, maka dalam dua kasus ini, ia tidak wajib mengqodho Subuh.
Seseorang mengqodho sholat yang telah ia lewatkan secara wajib dalam sholat fardhu dan secara sunah dalam sholat sunah setiap kali ia ingat dan mampu melakukan pengqodhoan karena menyegerakan terbebas dari tanggungan dan karena adanya hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, “Barang siapa tidur sampai meninggalkan sholat atau lupa dari melakukannya maka wajib atasnya mengqodho sholat tersebut setiap kali ia ingat.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Lalu, apabila seseorang tidak ingat tentang sholat yang telah ia lewatkan atau ia ingat tentangnya tetapi ia tidak mampu melakukannya maka ia tidak mengqodho. Setiap kali ia mengingatnya maka ia mengqodhonya meskipun di waktu karohah (seperti; waktu setelah sholat Subuh, setelah sholat Ashar, dan lain-lain)
Akan tetapi, apabila seseorang ingat tentang sholat yang telah ia lewatkan di waktu khutbah maka ia dilarang mengqodhonya terlebih dahulu, tetapi ia mengakhirkan pengqodhoannya sampai setelah selesai sholat Jumat meskipun sholat Jumat sendiri diqodho dengan sholat Dzuhur, bukan sholat Jumat.
Hukum bersegera mengqodho sholat sunah adalah sunah. Begitu juga, hukum bersegera mengqodho sholat fardhu adalah sunah jika memang sholat fardhu tersebut terlewat sebab suatu udzur. Berbeda apabila sholat fardhu terlewat bukan sebab udzhur maka hukum bersegera mengqodhonya adalah wajib kecuali apabila ia kuatir terlewat dari sholat hadhiroh maka ia wajib mendahulukan sholat hadhiroh tersebut daripada mengqodho. Oleh karena wajib mengqodho, seseorang tidak diperbolehkan menggunakan waktu- waktunya untuk melakukan selain pengqodhoan semisal ia mengakhirkan pengqodhoan dan malah melakukan sholat sunah, kecuali melakukan perkara-perkara yang memang harus dilakukan, seperti; tidur atau bekerja membiayai orang-orang yang wajib ia biayai.
Ketahuilah sesungguhnya ketika seseorang tidur sebelum waktu sholat masuk dan ia masih tidur hingga ia terlewat sholat dari waktunya maka ia tidak berdosa meskipun sebenarnya ia tahu kalau tidurnya tersebut akan sampai melewati waktu sholat meskipun itu sholat Jumat sebagaimana dikatakan oleh pendapat shohih. Ia tidak wajib mengqodhonya dengan segera karena sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Tidak ada unsur kecerobohan sebab tidur. Kecerobohan hanya terjadi pada orang yang belum sholat tertentu (misal Dzuhur) hingga masuk waktu sholat yang lain (Ashar).” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.
Suwaifi berkata, “Huruf فى dalam hadis di atas menunjukkan arti sababiah sehingga maksud hadis tersebut adalah bahwa kecerobohan bukanlah disebabkan oleh tidur, artinya, jika memang seseorang tidur sebelum masuknya waktu sholat.”
Adapun apabila seseorang tidur setelah masuknya waktu sholat, maka jika ia tahu kalau tidurnya akan sampai melewati waktu sholat maka diharamkan atasnya tidur dan ia bisa menanggung dua dosa, yaitu dosa meninggalkan sholat dan dosa tidur. Apabila ia tahu kalau tidurnya akan sampai melewati waktu sholat, tetapi ternyata ia masih bisa bangun di waktu sholat tersebut, kemudian ia melakukan sholat, maka ia tidak menanggung dosa meninggalkan sholat.
Adapun dosa yang disebabkan oleh tidur maka dapat dihapus dengan cara istighfar.
Apabila seseorang hendak tidur setelah masuknya waktu misal Dzuhur dan ia memiliki sangkaan kuat bahwa ia akan bangun sebelum waktu sholat Dzuhur habis, dan ternyata terbukti bahwa waktu sholat Dzuhur telah habis dan ia masih tidur, kemudian ia bangun dan belum melakukan sholat, maka ia tidak menanggung dosa sama sekali meskipun waktu sholat telah habis, tetapi tidur dengan kondisi demikian ini dimakruhkan, kecuali jika memang setelah masuknya waktu Dzuhur ia benar-benar ngantuk dan tidak bisa menahan kantuknya maka tidak dimakruhkan.
Sebaliknya apabila seseorang tidur setelah masuknya waktu Dzuhur dan ia tidak memiliki sangkaan kuat kalau ia akan bangun sebelum waktu Dzuhur habis, dan ternyata terbukti bahwa waktu Dzuhur telah habis dan ia masih tidur, maka ia berdosa.
Di tengah-tengah waktu sholat, si A melihat si B sedang tidur, sedangkan si B tidur setelah masuknya waktu sholat tersebut, maka si A wajib membangunkan si B.
Di tengah-tengah waktu sholat, si A melihat si B sedang tidur, sedangkan si B tidur sebelum masuknya waktu sholat tersebut, maka si A disunahkan membangunkan si B jika memang si A kuatir kalau si B tidak akan melakukan sholat sesuai pada waktunya.
Perkara-perkara yang Menyebabkan Kefakiran
(TANBIH)
Banyak tidur termasuk perkara yang dapat menyebabkan kefakiran bagi orang kaya dan menyebabkan tambah fakir bagi orang fakir. Di dalam hadis disebutkan, “Qodho Allah tidak dapat ditolak kecuali dengan doa. Tidak ada yang dapat menambah umur kecuali berbuat kebaikan. Sesungguhnya seseorang akan terhalang dari rizkinya sebab dosa yang telah ia lakukan, terutama berbohong. Dan banyak tidur dapat menyebabkan kefakiran.”
Selain itu, ada beberapa perkara lain yang dapat menyebabkan kefakiran, di antaranya:
- Tidur dengan keadaan telanjang bulat tanpa ada penutup sedikitpun.
- Tidak memperdulikan makanan-makanan yang jatuh.
- Membakar kulit bawang merah dan putih.
- Menyapu rumah di malam hari.
- Membiarkan sampah ada di dalam rumah.
- Berjalan di depan orang-orang yang tua umur.
- Memanggil kedua orang tua dengan nama mereka.
- Membasuh kedua tangan dengan lumpur.
- Menggampangkan perkara sholat.
- Menjahit pakaian sambil pakaian tersebut sedang dipakai.
- Cepat-cepat keluar dari masjid.
- Berangkat awal-awal ke pasar dan menunda-nunda pulang darisana.
- Tidak mencuci perabot masak dan makan.
- Membeli remukan roti dari orang fakir yang meminta- meminta.
- Memadamkan lampu api (obor) dengan nafas.
- Menulis dengan pena yang diikat tali.
- Menyisir rambut dengan sisir rusak.
- Tidak mendoakan kedua orang tua.
- Memakai serban sambil duduk.
- Memakai celana sambil berdiri.
- Bakhil, yaitu enggan memberikan kelebihan harta kepada peminta-minta.
- Ngirit, yaitu terlalu hemat dalam menafkahkan atau membelanjakan harta.
- Boros, yaitu melewati batas sederhana dalam membelanjakan harta, seperti yang disebutkan oleh Suwaifi. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Sebaik-baiknya perkara adalah yang paling sederhana atau tengah-tengah.” Beliau shollallahu ‘alaihi wa sallama juga bersabda, “Akhlak yang buruk dapat merusak ilmu sebagaimana rasa cuka merusak manisnya madu.”
Adab-adab Tidur
[FAEDAH]
Sulaiman al-Jamal berkata bahwa sesungguhnya Anas bin Malik rodhiallahu ‘anhu telah meriwayatkan hadis dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bahwa beliau bersabda, “Barang siapa hendak tidur di atas kasur atau tikarnya, kemudian ia tidur dengan miring ke kanan, kemudian ia membaca Surat al-Ikhlas sebanyak 100 kali, maka ketika Hari Kiamat, Allah akan berfirman kepadanya, ‘Hai hamba-Ku. Masuklah ke sisi kananmu, yaitu surga.’” Hadis ini adalah hadis ghorib yang berasal dari hadis Tsabit dari Anas.
Naufal al-Asyja’i meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Berwasiatlah kebaikan kepadaku. Wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata, “Ketika tidur, bacalah Surat al-Kafirun karena ia dapat menyelamatkan dari kemusyrikan.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Anbari dan selainnya. Ibnu Abbas berkata, “Di dalam al- Quran, tidak ada Surat yang lebih menekan Iblis daripada Surat al- Kafirun karena Surat ini menunjukkan pentauhidan dan kebebasan dari kemusyrikan.” Sampai sini perkataan Sulaiman al-Jamal berakhir.
Nawawi berkata dalam kitab Tibyan, “Ketika tidur disunahkan membaca Ayat Kursi, Surat al-Ikhlas, Surat al-Falaq, Surat an-Naas, dan ayat terakhir dari Surat al-Baqoroh. Bacaan- bacaan ini merupakan bacaan-bacaan yang sangat perlu diperhatikan dan diamalkan secara konsisten karena banyak hadis shohih menjelaskan tentang mereka. Ketika bangun tidur disunahkan setiap malamnya membaca akhir Surat Ali Imran dari Firman-Nya yang berbunyi;
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ ١٩٠ الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ١٩١ رَبَّنَآ اِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ اَخْزَيْتَهٗ ۗ وَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَارٍ ١٩٢ رَبَّنَآ اِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُّنَادِيْ لِلْاِيْمَانِ اَنْ اٰمِنُوْا بِرَبِّكُمْ فَاٰمَنَّا ۖرَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّاٰتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْاَبْرَارِۚ ١٩٣ رَبَّنَا وَاٰتِنَا مَا وَعَدْتَّنَا عَلٰى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ اِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ ١٩٤ فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ اَنِّيْ لَآ اُضِيْعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنْكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى ۚ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍ ۚ فَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَاُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاُوْذُوْا فِيْ سَبِيْلِيْ وَقٰتَلُوْا وَقُتِلُوْا لَاُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّاٰتِهِمْ وَلَاُدْخِلَنَّهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۚ ثَوَابًا مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الثَّوَابِ ١٩٥ لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فِى الْبِلَادِۗ ١٩٦ مَتَاعٌ قَلِيْلٌ ۗ ثُمَّ مَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ ۗوَبِئْسَ الْمِهَادُ ١٩٧ لٰكِنِ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا نُزُلًا مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّلْاَبْرَارِ ١٩٨ وَاِنَّ مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ لَمَنْ يُّؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِمْ خٰشِعِيْنَ لِلّٰهِ ۙ لَا يَشْتَرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ ١٩٩ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ࣖ٢٠٠
Karena sungguh telah disebutkan di dalam kitab Shohih Bukhori dan Shohih Muslim bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama membaca ayat-ayat akhir Ali Imran ketika beliau bangun tidur.”
Pengarang kitab Itmam Durroh Multaqitoh berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama membaca Surat al-Ikhlas, Surat al-Falaq, dan Surat an-Naas, kemudian beliau meniup kedua tangannya dan mengusapkan keduanya ke tubuhnya. Demikian ini beliau lakukan ketika beliau hendak tidur dalam keadaan sangat lapar. Beliau juga memerintahkan untuk membacanya. Sebagian ulama mengatakan, ‘Barang siapa senantiasa konsisten membaca Surat al-Ikhlas, Surat al-Falaq, dan Surat an- Naas maka ia akan memperoleh setiap kebaikan dan aman dari setiap keburukan di dunia dan akhirat. Barang siapa membacanya dan ia dalam kondisi lapar maka ia akan dikenyangkan dan barang siapa membacanya dan ia dalam kondisi haus maka ia akan disegarkan.’”
[nextpage]
Lupa
[Dan] udzur sholat yang kedua adalah [lupa], dengan catatan ketika lupa tersebut tidak disebabkan kecerobohan, seperti bermain catur.
Lafadz الشطرنج (catur) adalah dengan kasroh pada huruf ش. Ini adalah bahasa yang dipilih atau mukhtar. Atau dengan fathah pada huruf ش. Lafadz الشطرنج bisa dengan huruf س atau ش.
Bermain catur dihukumi haram karena apabila disyaratkan adanya harta dari kedua belah pihak pemain maka termasuk judi dan apabila disyaratkan adanya harta dari salah satu pemain saja maka disebut dengan perlombaan yang bukan terkait dengan perabot peperangan yang sehingga pemainnya telah melakukan akad fasid (rusak). Demikian ini disebutkan oleh Syaikhul Islam dalam Syarah Minhaj.