Safinatun Naja 31 - Syarat Syarat Membaca Al-Fatihah

[Fasal ini] menjelaskan tentang perkara-perkara wajib dalam membaca Fatihah.

Syarat-syarat membaca Fatihah dalam sholat

Syarat-syarat membaca Fatihah dalam sholat [ada 10 (sepuluh)], bahkan lebih banyak; yaitu;

1. Tertib

Yaitu musholli membaca Fatihah sesuai dengan urutan- urutan ayat yang ada

2. Muwalah

Yaitu musholli membaca Fatihah dengan tidak melakukan sesuatu yang dapat memisah antara ayat satu dan ayat berikutnya. Apabila bacaan Fatihah disela-selai oleh dzikir lain yang tidak ada hubungannya dengan sholat, meskipun hanya sedikit, seperti bacaan hamdalah ketika musholli bersin, dan meskipun disunahkan untuk dibaca saat di luar sholat, seperti menjawab muadzin, maka muwalahnya terputus dan musholli wajib mengulangi bacaan Fatihah-nya dan sholatnya tidak batal.

Begitu juga dapat memutus muwalah Fatihah adalah apabila bacaan Fatihahnya disela-selai oleh bacaan sholawat atas Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dan bacaan;

لا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولاقوة إلا بالله العلي العظيم

Apabila bacaan Fatihah disela-selai oleh dzikir lain atau sholawat atau bacaan lain seperti di atas, tetapi karena lupa, maka tidak memutus muwalah, sehingga musholli langsung dapat meneruskan bacaan Fatihahnya.

Termasuk memutus muwalah bacaan Fatihah adalah bacaan tasbih oleh musholli karena ada orang lain yang meminta izin darinya.

3. Menjaga huruf-huruf Fatihah.

Jumlah awal huruf-hurufnya adalah 138 huruf dengan memasukkan alif-alif washol dalam hitungan. Adapun ketika huruf-huruf yang bertasydid dihitung sendiri serta dua alif dari lafadz صراط di dua tempat dan dua alif lafadz الضآلين maka jumlahnya menjadi 156 huruf dengan mengikut sertakan alif dalam lafadz مالك dan 155 huruf dengan membuang alif-nya.

Apabila musholli menggugurkan atau menghilangkan satu huruf saja dari 155 atau 156 huruf tersebut maka sholatnya tidak sah.

[FAEDAH]

Dikatakan (qiila) bahwa huruf-huruf Fatihah yang tanpa diulang-ulang (beberapa huruf alif dihitung satu beberapa huruf ra dihitung satu dan seterusnya) berjumlah 22 huruf, yaitu sama dengan jumlah tahun dimana lamanya al-Quran diturunkan. Hal ini merupakan sebuah rahasia atau hikmah yang indah.

Begitu juga, Surat an-Naas memiliki jumlah huruf yang tidak diulang-ulang sebanyak 22 huruf. Permulaan al-Quran adalah huruf /ب/ dari lafadz بسم dan akhir hurufnya adalah huruf /س/ dari lafadz الناس. Dengan demikian seolah-olah Allah berkata;

بس ما فرطنا في الكتاب من شيء

Kami tidak meninggalkan sesuatu pun di Lauh Mahfudz yang belum Kami tulis.

[FAEDAH]

Para Ulama Ahli Qiroah bersepakat dalam menggugurkan huruf alif /ا/ dari lafadz ملك dalam Surat an-Naas dan menetapkannya dalam Surat Fatihah.

4. Menjaga tasydid-tasydid Fatihah.

Syaikhul Islam berkata dalam kitab Fathul Wahab bahwa kewajiban menjaga tasydid-tasydid Fatihah berdasarkan alasan karena tasydid adalah hai-at (keadaan) huruf-huruf yang ditasydid itu sendiri sehingga kewajiban menjaga huruf-huruf bacaan Fatihah mencakup kewajiban menjaga hai-ahnya.

5. Tidak diam lama secara mutlak tanpa udzur ketika membaca Fatihah.

Sedangkan apabila ada udzur, seperti bodoh, lupa, lalai, atau gagap maka tidak apa-apa.

6. Tidak diam sebentar saat membaca Fatihah.

yang mana musholli menyengaja memutus bacaan dengan diam sebentarnya tersebut. Berbeda apabila ia menyengaja memutus bacaan Fatihah tetapi ia tidak diam maka bacaannya tidak batal. Perbedaan antara tidak batalnya menyengaja memutus bacaan Fatihah dan batalnya menyengaja memutus niat adalah bahwa niat merupakan salah satu rukun sholat yang wajib dilanggengkan secara hukum, sedangkan proses melanggengkan secara hukum tersebut tidak mungkin terjadi jika disertai dengan niatan memutus. Adapun membaca Fatihah tidak membutuhkan niat tertentu sehingga menyengaja memutusnya pun tidak berpengaruh.

7. Membaca setiap ayat Fatihah. Termasuk ayat darinya adalah basmalah

Secara pengamalan hukum, bukan keyakinan (artinya kita hanya wajib membaca basmalah saat membaca Fatihah, bukan kita wajib meyakini bahwa basmalah termasuk dari Fatihah) karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama memasukkan basmalah sebagai bagian dari Fatihah. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Mereka berdua menshohihkan hadis tersebut. Tetapnya basmalah secara hukum sebagai salah satu dari ayat Fatihah cukup menurut dzon atau sangkaan, bukan keyakinan.

Jumlah ayat Fatihah ada 7 (tujuh). Jumlah kalimahnya ada 29.

8. Tidak melakukan lahn (kesalahan membaca) yang dapat merusak makna.

Syarqowi mengatakan bahwa istilah lahn menurut Fuqoha mencakup merubah i’rob dan mengganti huruf satu dengan huruf lain. Adapun lahn menurut ulama bahasa dan Nahwu berarti merubah I’rob dan keliru dalam I’rob.

Yang dimaksud dengan “lahn (kesalahan membaca) yang dapat merusak makna” adalah memindah makna kalimah ke makna lain, seperti mendhommah huruf taa /ت/ dari lafadz أنعمت dan mengkasrohnya, atau menjadikan kalimah tidak memiliki makna sama sekali, seperti asalnya lafadz الذين kemudian lahn menjadi ‘الزاين‘, atau mengisybak tasydid pada huruf lam /ل/ dari lafadz ‘الذين ‘sekiranya seolah-olah mengeluarkan huruf alif setelahnya karena dapat merubah makna.

Berbeda dengan lahn yang tidak sampai merubah makna, seperti membaca rofak huruf haa /ھ/ dari lafadz الحمد لله membaca fathah huruf dal /د/ dari lafadz نعبد, membaca kasroh huruf baa /ب/ dan nun /ن/ dari lafadz نعبد, membaca dhommah huruf shod /ص/ dari lafadz الصراط dan huruf hamzah /ء/ dari lafadz اهدنا, atau membaca nashob dan jer huruf dal د dari lafadz الحمد

Adapun apabila seseorang menfathah huruf hamzah /ء/ lafadz اهدنا maka ia telah merubah makna karena ketika difathah maka makna :

اهدنا الصراط المستقيم

menjadi :

ابعث إلينا إكراما هدية وعطية

Kirimkanlah kepada kami kemuliaan, hadiah, dan pemberian. Adapun maknanya ketika tidak difathah adalah :

ارشدنا إلى الدين الحق وثبتنا عليه وهو دين الإسلام

Tunjukkanlah kami ke agama yang benar dan tetapkanlah kami di atasnya yaitu agama Islam.

9. Membaca Fatihah dilakukan pada saat rukun berdiri dalam sholat fardhu.

Artinya disyaratkan melakukan bacaan Fatihah dengan setiap huruf-hurufnya pada saat berdiri atau gantinya (duduk, tidur miring, berbaring).

10. Musholli membuat dirinya sendiri mendengar seluruh huruf- huruf Fatihah saat membacanya

Ketika ia memiliki pendengaran sehat dan tidak ramai tempatnya.

11. Bacaan Fatihah tidak disela-selai oleh dzikir lain yang tidak ada hubungannya dengan maslahat sholat

Seperti dzikir-dzikir yang telah disebutkan sebelumnya. Berbeda apabila dzikir yang menyela-nyelai Fatihah memiliki hubungan dengan maslahah sholat, seperti bacaan amin karena bacaan imam, bacaan fath (mengajari ayat kepada imam ketika ia mendadak berhenti saat membaca ayat) kepada imam meskipun bukan di saat membaca Fatihah.

Musholli tidak membacakan fath kepada imam kecuali ketika imam berhenti dan diam. Adapun selama imam masih ragu atau bingung tentang ayat yang ia baca maka makmum tidak perlu membaca fath kepadanya, jika makmum membacanya maka bacaan Fatihah terputus. Akan tetapi, apabila waktu wholat mepet, dan imam masih ragu dan bingung tentang ayat yang ia baca, maka makmum membaca bacaan fath dan bacaan Fatihahnya tidak terputus.

Saat membaca bacaan fath, wajib menyengaja membaca (qiroah) meskipun disertai menyengaja mengajari. Apabila musholli menyengaja mengajari saja, atau memutlakkan, atau menyengaja salah satu dari membaca dan mengajari, tetapi tidak jelas yang mana, maka sholatnya batal.

Mengecualikan dengan 'karena bacaan imam’ adalah bacaan dari selainnya meskipun makmum lain sehingga apabila musholli membaca amin atau bacaan fath karena bacaan dari selain imam maka Fatihahnya terputus.

Sama seperti bacaan amin adalah sujud tilawah bersama imam. Artinya apabila musholli melakukan sujud tilawah bersama orang lain (bukan imamnya) dengan keadaan tahu dan sengaja maka sholatnya batal.

12. Disyaratkan juga membaca Fatihah dengan Bahasa Arab

Bukan terjemahannya dengan hahasa lain meskipun ia tidak mampu menggunakan Bahasa Arab. Begitu juga pengganti Fatihah harus dengan Bahasa Arab apabila penggantinya itu adalah Quran. Sedangkan apabila penggantinya bukan Quran, alias dzikir atau doa, maka musholli yang tidak mampu menggunakan Bahasa Arab boleh menerjemahkan dengan Bahasa lain.

13. Disyaratkan juga dalam bacaan Fatihah adalah bahwa musholli tidak membacanya dengan jenis bacaan syadz (langka) yang dapat merubah makna.

Maksud bacaan syadz disini adalah bacaan selain qira’ah sab’ah.

14. Disyaratkan juga dalam bacaan Fatihah tidak adanya shorif.

Shorif adalah Hal yang mengalihkan seperti membaca fatihah ketika sholat akan tetapi bacaan tersebut malah diniatkan untuk mengobati penyakit.
Apabila musholli membaca Fatihah dengan tujuan memuji maka tidak mencukupinya karena adanya shorif yang berupa memuji. Melainkan ia harus membaca Fatihah dengan tujuan qiroah (membaca) atau memutlakkan.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami