Safinatun Naja 57 - Pengurusan Jenazah
(فَصْلٌ)
الذى يلزم للميت أربعة خصال: غسله وتكفينه والصلاة عليه ودفنه
Sumber Matan Safinatun naja
PENGURUSAN JENAZAH
Yang wajib dilakukan terhadap jenazah (mayit) ada empat :
1. Memandikannya
2. Mengkafaninya
3. Mensholatinya
4. Menguburkannya
Fasal ini menjelaskan tentang perkara-perkara yang berhubungan dengan mayit.
Barang siapa mengetahui kematian mayit, atau menyangka kematiannya, atau tidak mengetahuinya dan juga tidak menyangkanya sebab ia ceroboh karena sebenarnya ia tinggal berada di dekat mayit tersebut dan sikap acuhnya tersebut dianggap sebagai suatu kecerobohan, baik ia adalah kerabat atau bukan bagi mayit tersebut, maka diwajib/fardhu kifayah-kan atasnya 4 (empat) perkara dengan catatan bahwa mayit tersebut adalah yang muslim meskipun mati karena tenggelam, yang bukan sedang ihram haji atau umrah, yang bukan syahid di medang perang melawan kaum kafir, dan yang bukan siqtu di sebagian keadaannya, meskipun mayit tersebut adalah shobi (bocah), orang fasik, dan yang menanggung hadas besar.
Kata khisol خصال dengan kasroh pada huruf خ merupakan bentuk jamak dari خَصْلَة dan bisa dengan fathah pada huruf خ, yakni sama seperti kata خِلَال dan خَلَّة dari segi wazan dan makna.
Selain 4 (empat) perkara, masih tersisa satu perkara yang kelima, yaitu menggotong mayit ke tempat penguburan.
4 (empat) perkara yang difardhu kifayah-kan tersebut adalah:
1. Memandikan
Atau penggantinya, yaitu mentayamumi semisal apabila mayit mati terbakar sekiranya jika ia dimandikan maka tubuhnya akan terlepas atau apabila hanya ada pengurus laki-laki pada mayit perempuan atau hanya ada pengurus perempuan pada mayit laki-laki maka masing-masing mayit tersebut ditayamumi dengan ha-il (penghalang, semisal kain). Akan tetapi, apabila mayit adalah seorang laki-laki kecil yang belum mencapai batas usia yang menimbulkan syahwat atau khuntsa yang sudah dewasa maka boleh dimandikan oleh laki-laki dan perempuan.
Silahkan baca: Safinatun Naja 58 - Memandikan Jenazah untuk penjelasan yang lebih rinci
2. Mengkafani
Setelah mayit dimandikan atau ditayamumi.
Silahkan baca: Safinatun Naja 59 - Mengkafani Jenazah untuk penjelasan yang lebih rinci
3. Mensholati
Wajib mendahulukan memandikan mayit dari mensholatinya karena ini berdasarkan riwayat dari Rasulullah shollallahu alaihi wa sallama.
Apabila sulit memandikan mayit terlebih dahulu daripada mensholatinya, semisal mayit berada di lubang dan sulit dikeluarkan dan disucikan, maka ia tidak perlu disholati.
Adapun mengkafani mayit terlebih dahulu sebelum mensholatinya adalah sunah, bahkan dimakruhkan mensholatinya sebelum mengkafaninya karena demikian ini menunjukkan sikap menghinanya.
Silahkan baca: Safinatun Naja 60 - Rukun Rukun Menshalati Jenazah untuk penjelasan yang lebih rinci
4. Mengubur mayit
Menguburkan mayit di dalam kuburan
Silahkan baca: Menguburkan Jenazah | Kitab Safinatun Naja 61 : fasal ke 54 untuk penjelasan yang lebih rinci
Mengurus Mayit Kafir
Adapun mayit kafir, ia tidak wajib dimandikan, tetapi boleh dimandikan secara mutlak, artinya, baik ia adalah kafir dzimmi atau selainnya. Ia tidak boleh disholati karena hukum mensholatinya diharamkan secara mutlak meskipun ia adalah kafir dzimmi atau murtad.
Diwajibkan mengkafani kafir dzimmi, muamman, dan muahad. Biaya mengkafani mereka bertiga diambilkan dari dana Baitul Mal. Apabila Baitul Mal tidak ada dana maka biaya pengkafanan diwajibkan atas kita (kaum muslimin) jika memang tiga kafir tersebut tidak memiliki harta sama sekali dan tidak ada orang lain yang wajib menafkahi mereka. Alasan mengapa biaya pengkafanan diwajibkan atas kita pada saat kondisi demikian adalah karena untuk memenuhi janji sebab dzimmah, ahd, dan aman sebagaimana kita diwajibkan juga memberi mereka makan dan pakaian.
Perbedaan antara kafir muahad dan muamman adalah:
- Kafir muahad adalah kaum kafir yang melakukan akad damai dengan presiden dari kaum muslimin atau naib-nya secara khusus untuk tidak melakukan peperangan selama waktu tertentu, yaitu 4 (empat) bulan atau lebih sedikit jika kekuatan kekuasaan berada di tangan kaum muslimin dan 10 tahun jika kekuatan kekuasaan berada di tangan kaum kafir. Kafir muahad disebut juga dengan muwadik, muhadin, dan musalim.
- Kafir muamman adalah kaum kafir yang melakukan akad damai dengan presiden dari kaum muslimin atau naib-nya secara khusus untuk tidak melakukan peperangan selama waktu tertentu, hanya saja akad tersebut tidak boleh berlaku lebih dari 4 (empat) bulan. Terkadang kaum kafir melakukan akad ini secara individu.
Tidak wajib mengkafani mayit kafir harbi, murtad, dan zindik. Pengertian zindik adalah orang yang tidak berpedoman pada
syariat tertentu, tetapi ia berpedoman bahwa nasibnya tergantung pada zaman atau masa. Menurut qil, pengertian zindik adalah orang yang tidak mengimani atau mempercayai adanya akhirat dan sifat wahdaniah Sang Pencipta.
Tidak diwajibkan mengubur mayit kafir harbi, murtad, dan zindik, bahkan diperbolehkan jasad mayit mereka dijadikan sebagai makanan anjing. Akan tetapi, yang lebih utama adalah menutupi jasad mayit mereka agar bau busuknya tidak mengganggu masyarakat, bahkan, terkadang wajib menutupi jasad mayit mereka jika terbukti bau busuknya menganggu.
Mengurus Mayit Muhrim (yang sedang ihram)
Adapun mayit muhrim laki-laki, ia tidak boleh dipakaikan pakaian yang berjahit dan tidak boleh ditutupi kepalanya. Mayit muhrim perempuan dan khuntsa tidak boleh ditutupi wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sarung tangan.
Diharamkan memberi minyak wangi, seperti kapur barus dan hanut di tubuh para mayit muhrim atau di kafan dan air memandikan mereka demi mempertahankan bekas ihram karena ibadah-ibadah manasik tidak batal sebab mati.
Hanut adalah ramuan atau obat yang dioleskan pada tubuh mayit agar tidak rusak.
Mengurus Mayit Syahid
Adapun mayit syahid, kita diharamkan memandikannya dan mensholatinya.
Disunahkan menguburnya dalam kondisi ia mengenakan pakaiannya saja (bukan kain kafan baru) meskipun pakaiannya tersebut terbuat dari sutra. Caranya, pakaiannya dilepas terlebih dahulu setelah kematiannya, kemudian dipakaikan kembali saat dikafani.
Adapun mengubur mayit syahid hukumnya adalah wajib, seperti hukum mengkafaninya; baik dikubur dengan mengenakan pakaiannya yang kotor dengan darah atau selainnya, tetapi pakaian yang kotor dengan darah adalah yang lebih utama; dan baik ia mati sebab dibunuh oleh musuh kafir, atau terkena senjata teman muslim secara tidak sengaja, atau terkena senjatanya sendiri, atau terjatuh dari kendaraan, atau terinjak kendaraan, atau terkena panah yang tidak diketahui apakah yang memanahnya itu teman muslim atau musuh kafir; dan baik jasadnya terdapat bekas atau tidak; dan baik ia mati seketika itu atau ia mati setelah ia mampu bertahan selama beberapa waktu; dan baik ia mati sebelum selesai perang atau saat perang atau setelah perang dengan kondisi sekarat mati. Berbeda dengan masalah apabila ia masih mampu hidup setelah selesai perang, maka ia tidak disebut sebagai syahid.
Mengurus Mayit Bayi (Siqtu)
Adapun mayit siqtu, yaitu mayit bayi yang gugur dari perut ibunya sebelum berusia 6 (enam) bulan lebih lahdzotani terdapat beberapa rincian dalam pengurusan mayitnya, yaitu:
Lahdzotani adalah 2 waktu sebentar. Maksudnya, waktu sebentar yang memungkinkan berjimak dan waktu sebentar yang memungkinkan melahirkan.
- Apabila siqtu mengalami tanda-tanda kehidupan, seperti bergetar-getar, kroncalan, bernafas, bergerak-gerak, atau menangis, meskipun belum keluar secara utuh dari farji ibunya, maka pengurusan mayitnya melibatkan perkara-perkara yang diwajibkan bagi mayit dewasa, yakni memandikan, mengkafani, mensholati dan mengubur.
- Apabila siqtu tidak mengalami tanda-tanda kehidupan maka;
- Jika ia telah jelas bentuknya (seperti bentuk manusia) sekiranya bentuknya telah bergaris-garis, baik ia telah berusia 4 (empat) bulan atau belum, maka wajib mengurusnya tanpa mensholatinya,
- Tetapi jika ia belum jelas bentuknya maka tidak diwajibkan mengurusnya, bahkan diharamkan mensholatinya dan diperbolehkan membuangnya sekalipun untuk makanan anjing, tetapi disunahkan menutupinya dengan kain dan menguburnya.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa siqtu memiliki 3 (tiga) keadaan.
Syeh Muhammad al-Hafani rodhiallahu taala anhu berkata:
والسقط كالكبير فى الوفاة ** إن ظهرت أمارة الحياة
Siqtu adalah seperti mayit dewasa dalam pengurusannya ** jika siqtu tersebut mengalami tanda-tanda kehidupan.
أو خفيت وخلقه قد ظهرا ** فامنع صلاة وسواها اعتبرا
Apabila siqtu tidak mengalami tanda-tanda kehidupan maka jika ia memiliki bentuk jelas (sekiranya telah bergaris-garis) ** maka hanya dimandikan, dikafani, dan dikubur, dan diharamkan disholati,
أو اختفى أيضا ففيه لم يجب ** شيئ وستر ثم دفن قد ندب
Tetapi jika ia tidak memiliki bentuk jelas maka tidak ada yang diwajibkan dari 4 (empat) perkara, ** tetapi disunahkan ditutupi kain dan dikubur.
Adapun mayit bayi yang terlahir setelah berusia 6 (enam) bulan lebih lahdzotani maka hukumnya adalah seperti mayit dewasa, artinya, ia wajib dimandikan, dikafani, disholati, dan dikubur, meskipun ia terlahir dalam kondisi telah mati dan tidak diketahui pernah hidup, dan meskipun ia terlahir dengan tidak memiliki bentuk yang jelas, karena setelah usia demikian itu, ia tidak disebut lagi dengan siqtu.
Biaya Pengurusan Mayit
[CABANG]
Ketahuilah sesungguhnya biaya pengurusan mayit, seperti upah jasa memandikan, biaya membeli air dan kain kafan, upah menggali kubur dan menggotongnya ke kubur, diambilkan dari harta tirkah atau tinggalan mayit. Akan tetapi, biaya pengurusan ini dikeluarkan setelah menyelasaikan hak-hak yang berhubungan dengan harta tirkah itu sendiri, seperti harta zakat yang diwajibkan atas mayit dan belum terbayar, harta yang terkait barang gadaian, harta yang dikeluarkan karena menanggung biaya melukai (jinayat), harta yang berhubungan dengan budak, harta berupa barang penjualan ketika pembelinya mengalami pailit.
Adapun mayit yang berstatus istri atau budak istri, baik budak yang dimilikinya atau disewanya dengan ganti nafkah, maka biaya pengurusan mayit keduanya dibebankan atas suami yang kaya sebagaimana kriteria kaya dalam zakat fitrah, yaitu orang yang memiliki harta yang dapat digunakan untuk biaya pengurusan mayit yang mana harta tersebut melebihi kebutuhannya di siang dan malam, meskipun hartanya ini diperoleh karena ia menerima warisan dari istri di saat keadaannya masih berkewajiban menafkahi keduanya. Berbeda dengan masalah apabila budak istri disewa dengan ganti upah, atau apabila suami adalah orang yang fakir dalam zakat fitrah, atau apabila suami sudah tidak berkewajiban menafkahi istri karena nusyuz, atau apabila suami masih seorang bocah kecil, maka biaya pengurusan mayit istri dan budak istri tidak dibebankan atasnya.
Mengecualikan dengan suami adalah anak suami, maka ia tidak berkewajiban menanggung biaya pengurusan mayit istri bapaknya meskipun ia berkewajiban menafkahi istri bapaknya tersebut pada saat masih hidup.
Ketika istri mati, suami hanya berkewajiban mengeluarkan biaya kain pertama dalam mengkafaninya. Sedangkan kain kafan kedua dan ketiga tidak wajib diambilkan dari tirkah atau harta tinggalan istri.
Akan tetapi, apabila suami hanya mampu mengeluarkan biaya separuh kain pertama maka separuh sisanya diambilkan dari harta tinggalan istri. Begitu juga, biaya kain kedua dan ketiga wajib diambilkan dari harta tinggalan istri karena biaya separuh kain sebelumnya sudah mulai diambilkan dari harta tinggalannya.
Perlakuan Kita Terhadap Mayit
[CABANG]
Ketika seseorang telah mati maka kedua matanya dipejamkan agar penglihatannya tidak mengarah ke hal buruk. Kedua janggutnya diikat dengan kain lebar yang digantungkan di atas kepala agar mulutnya tidak terbuka. Tulang-tulang persendiannya dilemaskan, jadi, lengan bawah diluruskan dengan lengan atas, betisnya diluruskan dengan pahanya, lalu pahanya diluruskan dengan jari-jari kaki, setelah itu, jari-jari tangan atau kaki diluruskan dan dilemaskan. Tujuan melemaskan tulang-tulang persendian ini agar nantinya mudah untuk dimandikan dan dikafani.
Apabila setelah keluarnya ruh dan tubuh mayit masih terasa panas maka jika memungkinkan tulang-tulang persendiannya dilemaskan maka dilemaskanlah, dan jika tidak memungkinkan maka tidak memungkinkan untuk dilemaskan setelah keluarnya ruh tersebut.
Pakaian yang dikenakan mayit saat ia mati segara dilepas karena dapat menyebabkan mempercepat busuk. Setelah itu, seluruh tubuh mayit yang bukan mayit muhrim (yang ihram) ditutup dengan kain biasa (spt; kain jarik) dan ujung kain dislempitkan di bawah kepala dan di bawah kedua kaki agar kain tersebut tidak kabur terbuka. Lalu, bagian perut mayit diberi beban selain mushaf, seperti; kaca atau besi-besian agar perutnya tidak mengembung. Beban tersebut berukuran semisal 20 dirham. Kemudian, tubuh mayit yang ada di tanah atau lantai diangkat ke atas dipan atau selainnya agar tubuhnya tidak segera membusuk sebab kelembaban tanah atau lantai. Setelah itu, mayit dihadapkan ke arah Kiblat seperti orang sekarat mati, yaitu dengan tidur miring di atas lambung (sisi tubuh) kanan. Apabila sulit, maka dihadapkan ke arah Kiblat dengan tidur miring di atas lambung (sisi tubuh) kiri. Apabila masih sulit, maka dihadapkan ke arah Kiblat dalam keadaan dibaringkan dengan wajah dan kedua bagian dalam telapak kaki menghadap ke arah Kiblat sekiranya kepala dinaikkan sedikit.
Cara menyikapi tubuh mayit, sebagaimana sesuai urutan di atas, disunahkan dilakukan oleh mahram mayit yang paling sayang kepadanya. Agar mudah, apabila mayit adalah laki-laki maka mahram yang menyikapinya juga laki-laki dan apabila mayit adalah perempuan maka mahram yang menyikapinya juga perempuan. Tetapi apabila misal mayit adalah laki-laki dan mahram yang menyikapinya adalah perempuan, atau sebaliknya, maka diperbolehkan.
[FAEDAH]
Hasan al-Adawi mengutip dari Syeh al-Amir bahwa apabila mayit dibiarkan kedua matanya terbuka setelah kematiannya, kemudian sulit untuk dipejamkan, maka seseorang hendaklah menarik dua lengan atas tubuh mayit dan orang lain menarik dua jempol kaki secara bersamaan karena sesungguhnya cara demikian ini dapat memejamkan kedua mata mayit. Cara ini sudah mujarrab.