Safinatun Naja 60 - Rukun Rukun Menshalati Jenazah
(فَصْلٌ)
اركان صلاة الجنازة سبعة: الاول النية, الثانى أربع تكبيرات, الثالث القيام على القادر, الرابع قراءة الفاتحة, الخامس الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم بعد الثانية, السادس الدعاء للميت بعد الثالثة, السابع السلام
Rukun-rukun mensholati jenazah itu ada tujuh:
1. Niat
2. Empat kali takbir
3. Berdiri bagi yang mampu
4. Membaca surat Al-fatihah
5. Bersholawat
6. Mendoakan mayit
7. Salam
Mensholati Jenazah
Fasal ini menjelaskan tentang mensholati mayit.
Rukun-rukun sholat jenazah ada 7 (tujuh).
Disebutkan di dalam kitab al-Misbah bahwa lafadz جنازة bisa dibaca dengan fathah atau kasroh pada huruf ج tetapi dengan menfathahnya adalah bahasa yang lebih fasih.
Asmai dan Ibnu Arobi berkata, “Lafadz جنازة dengan kasroh pada huruf ج berarti mayit itu sendiri. Sedangkan ia dengan fathah pada huruf ج berarti sarir (Ranjang/dipan dimana mayit diletakkan di atasnya).”
Abu Umar az-Zahid meriwayatkan dari Tsalabah tentang kebalikan dari pernyataan Asmai dan Ibnu Arobi. Umar berkata bahwa lafadz جنازة dengan kasroh pada huruf ج berarti sarir dan dengan fathah pada huruf ج berarti mayit itu sendiri. Lafadz جنازة berasal dari lafadz جَنَزْتُ الشَّيْئَ اَجْنُزِهُ (Aku menutupi sesuatu), yakni lafadz جنز termasuk dari bab ضرب يضرب.”
Adapun disebut dengan sarir adalah ketika di atasnya tidak terdapat mayitnya, tetapi jika di atasnya terdapat mayitnya maka disebut dengan nasy (keranda), bukan sarir.
Setiap hari, sarir berseru dengan bahasanya sendiri dan berkata:
أُنْظُرْ اِلَيَّ بِعَقْلِكَ ** أَنَا الْمُهَيَّأُ لَنَقْلِكَ
أَنَا سَرِيْرُ الْمَنَايَا ** كَمْ سَارٍ مِثْلِيْ بِمِثْلِكَ
Pikirkanlah aku dengan akalmu. ** Aku dipersiapkan untuk memindahmu.
Aku adalah ranjang kematian. ** Banyak sekali mayit sepertimu yang aku bawa.
[Kembali ke pembahasan tentang rukun-rukun sholat jenazah. Sebagaimana yang telah dikatakan bahwa rukun-rukun sholat jenazah ada 7 (tujuh), yaitu:]
1. Niat
Berniat dalam sholat jenazah diwajibkan (1) qosdu (menyengaja sholat), (2) takyin (menentukan pada sholat jenazah), (3) dan fardhiah (sifat kefardhuan) meskipun tidak menyertakan kifayah dan selainnya.
Dalam berniat, tidak disyaratkan mentakyin (menentukan) mayit yang hadir dengan namanya atau selainnya dan tidak disyaratkan juga mengetahui mayit, tetapi cukup berniat dengan menyertakan sesuatu yang dapat membedakan mayit. Jadi, musholli bisa berniat dalam sholat jenazah dengan berkata:
نَوَيْتُ الصَّلَاةَ عَلَى هَذَا الْمَيِّتِ فَرْضًا / فَرْضَ كِفَايَةٍ
Aku berniat mensholati mayit ini karena fardhu/fardhu kifayah
نَوَيْتُ الصَّلَاةَ عَلَى مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ الْإِمَامُ فَرْضًا / فَرْضَ كِفَايَةٍ
Aku berniat mensholati mayit yang disholati imam karena fardhu/fardhu kifayah
نويت الصلاة على من حضر من أموات المسلمين فرضا / فرض كفاية
Aku berniat mensholati mayit yang hadir yang termasuk mayit muslim karena fardhu/fardhu kifayah
Apabila musholli mentakyin atau menentukan mayit dengan namanya, semisal Zaid, atau menentukannya dengan jenis kelamin, semisal laki-laki, tetapi ia tidak menyertakan isyarat (spt: ini) atasnya, dan ternyata ia keliru dalam menentukan, misalnya; ternyata mayit adalah Umar atau ternyata mayit adalah perempuan, maka sholatnya dihukumi tidak sah.
Berbeda dengan masalah apabila musholli menyertakan isyarat atas mayit, semisal musholli berkata, “Aku berniat mensholati Zaid ini ...”, tetapi ternyata mayitnya adalah Umar, maka sholatnya dihukumi tetap sah karena taghlib atau memenangkan isyarat tersebut dan pentakyinan dengan nama mayit dihukumi sia-sia.
Mengecualikan dengan pernyataan mayit yang hadir adalah masalah apabila musholli mensholati mayit gaib (yang tidak hadir di tempat), maka jika musholli berniat secara umum, semisal ia berkata,
“Aku berniat mensholati mayit yang sah disholati dan yang termasuk mayit muslim,” maka tidak disyaratkan mentakyin mayit.
Begitu juga, termasuk niat secara umum adalah apabila musholli hendak mensholati mayit yang disholati imam atau mensholati mayit yang dimandikan dan dikafani pada hari ini.
Apabila musholli menginginkan mayit gaib secara khusus maka wajib mentakyinnya.
Yang dimaksud dengan mayit gaib adalah mayit yang tidak berada di wilayah musholli meskipun mayit tersebut berada di luar batas wilayah musholli yang masih berdekatan dengan wilayahnya.
Syaikhul Islam berkata dalam kitab Fathu al-Wahab;
Dihukumi sah mensholati mayit gaib yang tidak ada di wilayah musholli meskipun jarak antara keberadaan musholli dan mayit kurang dari jarak diperbolehkannya mengqosor (±81 km) dan meskipun mayit gaib tersebut tidak berada di arah Kiblat sedangkan musholli menghadap Kiblat, karena Rasulullah shollallahu alaihi wa sallama pernah memberitahu para sahabat tentang kematian Najasyi pada hari dimana ia mati, kemudian beliau keluar bersama para sahabat ke tempat sholat, setelah itu, beliau mensholati mayit gaib Najasyi dan beliau bertakbir sebanyak 4 (empat) kali. Demikian ini beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 9 Hijriah.
Adapun mayit yang termasuk berada di wilayah musholli maka mayit tersebut tidak boleh disholati kecuali oleh orang-orang yang menghadiri mayit tersebut.
Dihukumi sah juga mensholati mayit di atas kuburannya, yaitu selain kuburan seorang mayit nabi.
Kewajiban mensholati mayit akan gugur dari masyarakat ketika mereka mengetahui bahwa masyarakat lain telah mensholatinya.
2. Empat Kali Takbir
Rukun sholat jenazah yang kedua adalah bertakbir sebanyak 4 (empat) kali karena berdasarkan ketetapan perbuatan Rasulullah shollallahu alaihi wa sallama saat mensholati mayit Najasyi. Jika tidak berdasarkan ketetapan perbuatan beliau tersebut, maka beliau sebelum mensholati mayit Najasyi, beliau pernah mensholati mayit dengan bertakbir sebanyak 5 (lima) atau 6 (enam) atau 7 (tujuh) kali.
Empat takbir tersebut mencakup takbiratul ihram. Jadi, masing-masing takbir dihitung sebagai satu rukun tersendiri. Apabila musholli mengurangi 4 (empat) takbir dari awal sholat, semisal ia bertakbiratul ihram dengan berniat mengurangi jumlah 4 (empat) takbir maka sholatnya tidak sah. Atau apabila musholli mengurangi 4 (empat) takbir di akhir sholat, semisal ia salam sebelum bertakbir 4 (empat) kali, maka sholatnya menjadi batal.
Berbeda apabila musholli bertakbir lebih dari 4 (empat) kali maka sholatnya tidak batal sebab takbir yang lebih itu adalah dzikir sedangkan sholat tidak menjadi batal sebab dzikir meskipun musholli meyakini kalau takbir yang lebih itu termasuk rukun. Akan tetapi, apabila ia mengangkat tangan secara bertuli-tuli, artinya ia tidak memberi jeda antara mengangkat tangan sebelumnya dengan mengangkat tangan berikutnya, maka sholatnya menjadi batal. Begitu juga, apabila musholli bertakbir lebih dari empat kali dengan sengaja dan meyakini kalau sholatnya bisa batal sebab takbir yang lebih itu maka sholatnya menjadi batal.
Apabila imam bertakbir lebih dari empat kali maka tidak disunahkan bagi makmum mengikuti imamnya dalam takbir yang lebih itu karena takbir yang lebih itu tidak disunahkan bagi imam, tetapi makmum boleh langsung mengucapkan salam atau menunggu imam agar mengucapkan salam bersamanya. Menunggu imam disini adalah yang lebih utama karena sangat dianjurkan mempertahankan mutabaah (mengikuti imam). Dan apabila makmum mengikuti imam dalam takbir yang lebih itu maka sholatnya tidak batal.
Diwajibkan membarengkan niat dengan takbir pertama, yaitu takbiratul ihram.
Imam tidak wajib berniat imamah (menjadi imam), tetapi apabila ia meniatkannya maka ia memperoleh pahala menjadi imam dan apabila ia tidak meniatkannya maka ia tidak memperoleh pahalanya.
Musholli diwajibkan berniat iqtidak (mengikuti) apabila ia menjadi makmum.
Apabila imam berniat mensholati mayit yang hadir sedangkan makmum berniat mensholati mayit yang gaib atau apabila imam berniat mensholati mayit yang gaib sedangkan makmum berniat mensholati mayit yang hadir maka dihukumi boleh karena perbedaan niat antara imam dan makmum tidak menyebabkan batalnya sholat jenazah, bahkan apabila makmum terlambat dari mengikuti imam dengan satu takbir atau bahkan dua takbir maka sholat makmum tidak menjadi batal (dengan catatan makmum tersebut mengalami udzur).
Syaikhul Islam berkata di dalam kitab Fathu al-Wahab;
Apabila imam bertakbir kedua sebelum makmum membaca Fatihah, baik makmum sudah mulai masuk membacanya atau belum, maka makmum langsung saja mengikuti takbir imam dan bacaan Fatihah gugur darinya dan makmum menambal takbir atau dzikir yang ketinggalan setelah salam imam sebagaimana ia menambal dalam sholat-sholat lain.
Musholli disunahkan mengangkat kedua tangannya di takbir-takbir dalam sholat jenazah sejajar dengan kedua pundak. Ia disunahkan meletakkan kedua tangannya di bawah dada setelah setiap takbir, sebagaimana yang dilakukan di dalam sholat-sholat lain.
3. Berdiri
Rukun sholat jenazah yang ketiga adalah berdiri bagi musholli yang mampu, meskipun ia adalah laki-laki bocah atau perempuan yang sholat bersama para laki-laki lain, dan meskipun sholat jenazah akan berstatus sebagai sholat sunah bagi mereka berdua, karena mempertahankan bentuk sholat fardhu.
Apabila musholli tidak mampu berdiri maka ia sholat jenazah dengan posisi duduk. Apabila ia tidak mampu duduk maka ia sholat jenazah dengan posisi tidur miring. Apabila ia tidak mampu tidur miring maka ia sholat jenazah dengan tidur berbaring. Dan apabila ia tidak mampu juga tidur berbaring maka ia sholat jenazah dengan berisyarat sebagaimana urutan posisi dari segi ketidak mampuan dalam sholat-sholat lain.
4. Membaca Fatihah
Rukun sholat jenazah yang keempat adalah Fatihah atau gantinya ketika musholli tidak mampu
membaca membaca Fatihah. Membaca Fatihah tidak harus dilakukan setelah takbir pertama oleh karena itu Mushonnif tidak mengqoyidi membaca Fatihah dengan setelah takbir pertama. Diperbolehkan mengosongkan kegiatan setelah takbir pertama dan menggabungkan membaca Fatihah dengan membaca sholawat atas Nabi shollallahu alaihi wa sallama setelah takbir kedua, atau menggabungkan membaca Fatihah dengan berdoa untuk mayit setelah takbir ketiga, atau membaca Fatihah setelah takbir keempat. Akan tetapi, yang lebih utama adalah membaca Fatihah setelah takbir pertama.
Apabila musholli telah mulai dan masuk membaca Fatihah setelah takbir pertama, ia tidak boleh memutus bacaan Fatihah-nya dan mengakhirkannya dari takbir pertama.
Begitu juga, musholli tidak boleh membaca sebagian Fatihah di rukun tertentu dan meneruskan sebagian Fatihah berikutnya di rukun yang lain karena perbuatan ini tidak ada dasarnya.
Musholli membaca Fatihah secara pelan meskipun ia melaksanakan sholat jenazah di malam hari karena dalil yang ada memang menjelaskannya secara demikian.
Musholli disunahkan bertaawudz sebelum membaca Fatihah dan disunahkan membaca amin setelah membaca Fatihah.
Musholli tidak disunahkan membaca doa iftitah dan Surat karena sholat jenazah didasarkan pada sifat meringankan meskipun ia mensholati mayit di atas kuburan atau mensholati mayit yang gaib sebagaimana dinyatakan oleh pendapat muktamad.
5. Bersholawat
Rukun sholat jenazah yang kelima adalah bersholawat atas Nabi shollallahu alaihi wa sallama setelah takbir kedua, artinya, wajib bersholawat atas beliau setelah takbir kedua karena ittibak. Oleh karena itu, tidak mencukupi bersholawat atas beliau setelah selain takbir kedua.
Disebutkan di dalam kitab Syarah al-Minhaj bahwa kewajiban membaca sholawat setelah takbir kedua adalah karena mengikuti perbuatan ulama salaf dan kholaf.
Selain itu, disunahkan juga bersholawat atas keluarga dan mendoakan kaum mukminin dan mukminat setelah bersholawat atas keluarga dan membaca hamdalah sebelum bersholawat atas Nabi shollallahu alaihi wa sallama.
Syarqowi berkata, “Yang paling utama adalah musholli berhamdalah dengan berkata الحمد لله ربّ العلمين Mengecualikan dengan bersholawat atas keluarga adalah mencurahkan salam atas mereka, maka tidak disunahkan sebagaimana menurut pendapat muktamad.”
Sholawat atas Nabi yang paling sederhana adalah;
اللهمّ صل على سيّدنا محمد
Dan yang paling utama adalah musholli bersholawat seperti sholawat setelah bertasyahud, yaitu:
6. Mendoakan Mayit
Rukun sholat jenazah yang keenam adalah mendoakan mayit setelah takbir ketiga, artinya, wajib mendoakan mayit setelah takbir ketiga sehingga apabila mendoakan mayit dilakukan setelah selain takbir yang ketiga maka tidak mencukupi.
Mendoakan mayit harus menggunakan doa yang berkaitan dengan kebaikan akhirat, seperti اَللَّهُمَّ الْطُفْ بِهِ (Ya Allah. Sayangilah mayit) atau لَطَفَ اللهُ بِهِ (Semoga Allah menyayangi mayit) karena doa semacam ini akan bermanfaat bagi mayit sebab ruhnya dilepaskan secara bebas di akhirat. Berbeda dengan doa semisal اَللَّهُمَّ احْفَظْ تِرْكَتَهُ (Ya Allah. Jagalah harta tinggalannya) maka tidak mencukupi.
Termasuk doa yang disunahkan adalah:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لحَيـِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا اَللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الإِسْلاَمِ وَمَنْ تـَوَفـَّيْتَهُ مِنَّا فـَتـَوَفَّهُ عَلَى الإِيمَانِ اَللَّهُمَّ لاَتحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَتـَفْتِنَّا بـَعْده
Kemudian dilanjutkan dengan membaca doa berikut:
اللَّهُمَّ إِنَّ هَذَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ خَرَجَ مِنْ رُوْحِ الدُّنـْيَا وَسَعَتِهَا وَمحْبُوْبُهُ وَأَحِبَّاؤُهُ فِيْهَا إِلَى ظُلْمَةِ الْقَبْرِ وَمَا هُوَ لَاقِيْهِ وَكَانَ يَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ وَأَنَّ محَُمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ اللَّهُمَّ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيـْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ وَأَصْبَحَ فَقِيرًا إِلىَ رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ وَقَدْ جِئْنَاكَ رَاغِبِيْنَ إِلَيْكَ شُفَعَاءَ لَهُ اللَّهُمَّ إِنْكَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِيْ إِحْسَانِهِ وَإِنْ كَانَ مُسِيْئًا فـَتَجَاوَزْعَنْهُ وَلَقِّهِ بِرَحْمَتِكَ رِضَاكَ وَقِهِ فِتـْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَهُ وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ وَجَافِ الأَْرْضَ عَنْ جَنْبَيْهِ وَلَقِّهِ بِرَحمَْتِكَ الأَْمْنَ مِنْ عَذَابِكَ حَتَّى تَبْعَثَهُ إِلىَ جَنَّتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Akan tetapi, doa lanjutan di atas dibacakan jika mayit adalah orang yang baligh sekalipun ia adalah orang gila yang telah baligh dan penyakit gilanya tersebut dialaminya sampai mati.
ًAdapun mayit laki-laki kecil, musholli berdoa dengan doa pertama, yaitu اللهم اغفر لحينا ..... إلخ dan ditambah:
اَللَّهُمَ اجْعَلْهُ فـَرَطًا لِأَبـَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخُرَا وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيْعًا وَثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ عَلَى قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بـَعْدَهُ وَلاَتَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ
karena doa ini adalah yang lebih sesuai dengan keadaan bocah itu. Alasan mengapa dirasa cukup berdoa dengan doa di atas, padahal para ulama telah mengatakan bahwa wajib mengkhususkan doa saat mendoakan mayit, adalah karena adanya ketetapan syariat tentang doa tersebut dari Rasulullah shollallahu alaihi wa sallama, yaitu sabda beliau, “Siqtu disholati dan kedua orang tuanya didoakan keselamatan dan rahmat,” seperti keterangan yang dikatakan oleh Syarqowi.
Bajuri juga berkata, “Dicukupkan dalam mendoakan mayit bocah dengan mendoakan kedua orang tuanya dengan semisal doa اَللَّهُمَ اجْعَلْهُ فـَرَطًا لِأَبـَوَيْهِ .... إلخ. Lagi pula, doa ini juga telah ditetapkan berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu alaihi wa sallama yang berbunyi, Siqtu disholati dan kedua orang tuanya didoakan keselamatan dan rahmat.”
Akan tetapi, Abdul Aziz berkata di dalam kitab Fathu al-Muin dengan mengutip dari gurunya, Ibnu Hajar, yang berkata, “Doa اَللَّهُمَ اجْعَلْهُ فـَرَطًا لِأَبـَوَيْهِ .... إلخ belum mencukupi dalam mendoakan mayit bocah secara khusus karena doa tersebut berarti mendoakan secara lazim sedangkan mendoakan mayit secara lazim belumlah mencukupi karena ketika mendoakan secara umum yang mencakup setiap individu saja belum cukup, apalagi doa ini.”
Pernyataan, karena doa tersebut berarti mendoakan secara lazim, maksudnya, karena doa اَللَّهُمَ اجْعَلْهُ فـَرَطًا لِأَبـَوَيْهِ .... إلخ merupakan doa yang berasal dari doa yang berhubungan dengan mayit bocah, sedangkan ketika doa tersebut demikian ini maka pastinya akan menetapkan adanya malzum, yaitu mendoakan mayit bocah secara khusus.
Anjuran mendoakan mayit bocah dengan doa اَللَّهُمَ اجْعَلْهُ فـَرَطًا لِأَبـَوَيْهِ .... إلخ adalah ketika kedua orang tuanya masih hidup dan dua orang muslim.
Apabila kedua orang tuanya telah meninggal atau keduanya adalah dua orang kafir atau salah satu dari keduanya telah meninggal atau seorang kafir maka mayit bocah tidak didoakan dengan doa اَللَّهُمَ اجْعَلْهُ فـَرَطًا لِأَبـَوَيْهِ .... إلخ tetapi ia didoakan dengan doa yang sesuai keadaannya, karena lafadz العظة berarti mengingatkan akhir sedangkan mengingatkan akhir ini tidak terjadi setelah kematian. Lafadz فَرَطًا dengan dua fathah berarti yang mendahului dan yang bersiap-siap memberikan kebaikan-kebaikan kepada kedua orang tuanya di akhirat nanti. Lafadz سَلَفًا berarti yang mendahului, baik mempersiapkan untuk memberikan kebaikan-kebaikan atau tidak. Lafadz ذُخْرًا dengan dhommah pada huruf ذ berarti yang dipersiapkan pada waktunya, oleh karena itu, mayit bocah diserupakan dengan ذُخْرًا karena ia adalah simpanan bagi kedua orang tuanya pada saat nantinya mereka membutuhkannya. Lafadz اِعْتِبَارًا berarti agar kedua orang tuanya dapat mengambil pelajaran atas kematian mayit bocah agar ia memotivasi mereka untuk melakukan amal saleh. Lafadz أَفْرِعِ الصَّبْرَ berarti turunkanlah dan curahkanlah rahmat atas mayit bocah. Lafadz لَاتَفْتِنْهُمَا berarti jangan Engkau menguji kedua orang tuanya.
Apabila kedua orang tua mayit bocah telah meninggal dunia maka musholli mendoakannya dengan doa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَلِوَالِدَيْهِ وَارْضَ عَنْهُ وَعَنـْهُمَا رِضًا تَجُلُّ بِهِ عَلَيْهِمْ جَمِيْعُ رِضْوَانِكَ
Atau ia berdoa :
اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَارْحَمْ وَالِدَيْهِ رَحمَةً تُنِيْرُ لهُمْ الْمَضْجَعَ فِي قُبُوْرِهِمْ
Apabila kedua orang tua mayit bocah adalah dua orang yang kafir sedangkan mayit bocah itu berada di dalam asuhan seorang muslim, maka musholli mendoakannya dengan berkata:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَلِسَابِيْهِ وَمُرَبـِّيْه
Apabila salah satu dari kedua orang tua mayit bocah adalah orang muslim dan satunya adalah orang kafir, maka musholli berkata:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فـَرَطاً لِأَصْلِهِ الْمُسْلِم
Apabila mayit bocah itu adalah anak hasil perzinahan maka musholli berkata:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فـَرَطًا لِأُمِّهِ
Apabila musholli ragu tentang kebalighan murohiq (bocah yang hampir masuk baligh) maka yang lebih ahwat (berhati-hati) adalah bahwa musholli berdoa dengan doa ini, maksudnya:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فـَرَطًا لِأُمِّهِ
Musholli mengkhususkan mendoakan mayit murohiq tersebut setelah takbir ketiga. Dan sebenarnya ia dicukupkan mendoakannya dengan memintakan rahmat.
Ketika siqtu disholati maka kedua orang tuanya didoakan dengan dimintakan keselamatan dan rahmat untuk mereka. Apabila musholli mendoakan siqtu secara khusus maka sudah mencukupi karena mengamalkan umumnya hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Hibban, yaitu, “Ketika kamu mensholati mayit maka murnikan dan khususkan doa untuknya.”
[CABANG]
Dikutip dari kitab Syarah al-Bahjah al-Kabir, “Dalam Shohih Muslim dari Auf bin Malik bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wa sallama mensholati mayit dan beliau berdoa;
اَللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبـَرْدِ وَنـَقِّهِ مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبـْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبرِ وَفِتـْنَتِهِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ
Doa ini adalah doa yang paling shohih untuk digunakan dalam mendoakan mayit seperti yang disebutkan di dalam kitab ar-Roudhoh dari pada Huffadz.”
[KHOTIMAH]
Qulyubi berkata, “Setelah takbir keempat, musholli berkata;
اَللَّهُمَّ لاَتحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلَا تُضِلَّنَا بـَعْدَهُ وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ
Ya Allah. Janganlah Engkau cegah mayit dari pahala mensholatinya. Jangan Engkau sesatkan kami sepeninggalnya. Ampunilah kami dan ia.
Hukum membaca doa ini tidak wajib,” karena tidak ada perkara yang diwajibkan setelah takbir keempat. Apabila musholli mengucapkan salam setelah takbir keempat maka diperbolehkan. Disunahkan memperlama takbir keempat seukuran lamanya takbir ketiga sebelumnya.
Dikutip dari sebagian ulama bahwa di dalam takbir keempat, musholli membaca tiga ayat dari Surat Ghofir, yaitu Firman Allah taala yang berbunyi:
Al-Babili berkata, “Benar. Anjuran membaca tiga ayat dari Surat Ghofir ini disebutkan di sebagian hadis.”
7. Salam
Rukun sholat jenazah yang ketujuh adalah mengucapkan salam. Mengenai tata cara salam, jumlahnya, dan tidak disunahkannya menambahi lafadz وبركاته adalah sama seperti salam dalam sholat-sholat lain