Niat Zakat | Safinatun Naja 67
Niat zakat adalah judul yang akan saya bahas dari kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Niat Zakat
Wajib berniat dalam zakat, misalnya seseorang berniat, “Ini adalah zakat,” atau, “Ini adalah shodaqoh fardhu,” atau, “Ini adalah shodaqoh harta yang difardhukan.” Tidak cukup jika ia berniat, “Ini adalah kefardhuan harta,” karena terkadang niat semacam ini bisa dimaksudkan pada membayar kafarot atau nadzar, dan tidak cukup jika ia berniat, “Ini adalah shodaqoh harta,” karena terkadang niat semacam ini bisa dimaksudkan pada shodaqoh sunah.
Tidak wajib mentakyin atau menentukan harta yang dizakati ketika dikeluarkan. Apabila seseorang mentakyin harta yang dizakati maka harta tersebut hanya zakat dari harta yang ditakyin itu, dan tidak mencukupi harta zakat selainnya.
Diwajibkan atas wali untuk berniat zakat sebagai ganti dari mahjur-nya. (Mahjur adalah orang yang dilarang atau tercegah pentasarrufannya).
Ibnu Hajar berkata dalam kitab Syarah al-Minhaj, “Apabila seseorang meng’azl atau mengambil ukuran besar zakat yang wajib dikeluarkan dari hartanya dan ia berniat zakat pada saat ‘azl-nya itu maka diperbolehkan (menurut pendapat ashoh). Diperbolehkan mendahulukan niat zakat sebelum tafriqoh atau membagikannya kepada mustahik, seperti puasa, karena sulitnya menyertakan niat bersamaan dengan memberikan harta zakat kepada setiap mustahik, lagi pula, tujuan zakat adalah untuk menambal kebutuhan mustahiknya. Apabila seseorang berniat zakat setelah ‘azl dan sebelum tafriqoh maka juga sudah mencukupi meskipun niat tersebut tidak berbarengan dengan pengambilan (penerimaan) yang dilakukan oleh mustahik, seperti keterangan yang disebutkan di dalam kitab al-Majmuk. Disebutkan pula dalam kitab al-Majmuk dari Ubadi bahwa apabila pemilik menyerahkan hartanya kepada wakilnya agar diberikan kepada orang lain sebagai shodaqoh sunah, kemudian pemilik meniatkan harta yang diserahkan itu sebagai shodaqoh fardhu, kemudian wakil membagikan harta itu kepada orang lain, maka harta tersebut berstatus sebagai zakat (shodaqoh fardhu) dengan catatan apabila orang lain yang menerimanya itu memang termasuk mustahik zakat. Adapun mendahulukan niat sebelum ‘azl atau berniat setelah wakil memberikan harta zakat kepada mustahik, maka belum mencukupi, seperti; menunaikan zakat setelah haul tanpa ada niat zakat.”
Diperbolehkan mendahulukan zakat dalam mal hauli (harta-harta zakat yang mensyaratkan haul) dengan catatan mal hauli tersebut telah mencapai nisob dan belum genap haul selisih setahun saja, tidak lebih.
Syarat mal hauli yang didahulukan tetap berstatus sebagai zakat adalah tetapnya kewajiban berzakat atas pemilik dan tetapnya status mustahik atas penerimanya sampai genap haul. Oleh karena itu, apabila status mereka berdua atau status salah satu dari mereka berdua mengalami perubahan sebelum genap haul sebab murtad atau mati, atau apabila pemilik berubah menjadi fakir, atau apabila status kepemilikan atas harta zakat yang didahulukan itu telah hilang dari pemilik, atau apabila penerima berubah menjadi kaya bukan berkat harta zakat yang diberikan kepadanya, atau apabila penerima mengakui sifat budak dan pada saat menerima harta zakat, status budaknya tidak diketahui, maka pemilik meminta kembali harta zakatnya yang didahulukan itu dari penerimanya, jika memang sebelumnya pemilik telah menjelaskan dan memberitahukan kepada penerima bahwa zakat yang diberikan kepadanya itu adalah zakat yang didahulukan. Sedangkan apabila sebelumnya pemilik tidak menjelaskan dan tidak memberitahukan status zakatnya itu kepada penerima maka pemilik tidak boleh meminta kembali harta zakat yang didahulukannya dari penerima sebab pemilik telah ceroboh dengan tidak memberitahu penerima pada saat memberinya. Dan zakat yang didahulukan itu berubah menjadi shodaqoh sunah.