Orang Yang Berhadas Kecil Haram Melakukan 4 (Empat) Perkara

Pertanyaan :

Apa saja yg di haramkan bagi orang yg berhadas kecil?

Jawaban :

Orang yang berhadas kecil haram melakukan 4 (empat) perkara

1. Shalat

(Orang Islam yang telah batal wudhunya atau yang tengah menanggung hadas kecil tidak diperbolehkan melakukan sholat) sekalipun itu sholat sunah, sholat jenazah, karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, “Allah tidak akan menerima sholat yang dilakukan oleh salah satu dari kalian ketika ia telah menanggung hadas sampai ia berwudhu terlebih dahulu,” maksudnya, Allah tidak akan menerima sholat salah satu dari kalian ketika hadas ditanggungnya sampai ia berwudhu terlebih dahulu agar Dia menerima sholatnya.

Dikecualikan yaitu faqid tuhuroini (orang yang tidak mendapati dua alat toharoh, yaitu air dan debu), maka ia melakukan sholat fardhu (tanpa bersuci, dalam hal ini, tanpa berwudhu), bukan sholat sunah, karena lihurmatil waqti. Dan ketika ia telah mendapati salah satu dari air atau debu, ia mengqodho sholatnya itu.

Masuk dalam makna sholat adalah khutbah Jumat, Sujud Tilawah, dan Sujud Syukur, (artinya, ketika seseorang telah menanggung hadas dan belum berwudhu, ia tidak diperbolehkan melakukan khutbah Jumat dst.)

2. Towaf

(Orang yang telah batal wudhunya atau yang tengah menanggung hadas kecil tidak diperbolehkan melakukan) towaf, baik towaf fardhu atau sunah, seperti; towaf qudum, karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Hakim, “Towaf menduduki kedudukan sholat. Hanya saja, Allah memperbolehkan berbicara di dalam towaf (bukan sholat). Barang siapa berbicara (saat towaf) maka janganlah ia berbicara kecuali kebaikan.”

3. Menyentuh Mushaf

(Orang yang telah batal wudhunya atau yang tengah menanggung hadas kecil tidak diperbolehkan menyentuh mushaf. Pengertian mushaf adalah setiap benda yang diatasnya tertulis al- Quran untuk tujuan dirosah (dipelajari yang mencakup dibaca) sekalipun benda tersebut adalah kayu, papan, kulit binatang, atau kertas.

Dikecualikan yaitu tamimah atau azimat. Pengertian tamimah adalah setiap benda yang didalamnya terdapat sedikit tulisan al-Quran untuk tujuan tabarruk (mengharap keberkahan) dan dikalungkan di atas, misalnya, kepala. Maka orang yang telah batal wudhunya tidak diharamkan menyentuh dan membawa tamimah selama tamimah tersebut menurut urf-nya tidak disebut sebagai mushaf. Ketika seluruh al-Quran ditulis maka tidak bisa disebut sebagai tamimah meskipun bentuknya diperkecil sekali dan meskipun tidak ada tujuan menjadikan tulisan seluruh al-Quran tersebut sebagai tamimah. Jadi, tidak ada ibroh (ketetapan hukum) bagi tujuannya tersebut.

Ibnu Hajar berkata, “Ibroh (ketetapan hukum) terkait tujuan dirosah dan tabarruk tergantung pada kondisi tulisan dan penulis, baik penulis tersebut menulis al-Quran untuk dirinya sendiri atau ia memang sukarela menuliskannya untuk orang lain tanpa adanya upah dan perintah. Jika ada upah dan perintah, maka ibroh-nya tergantung pada kondisi pemberi perintah dan penyewanya.”

Nawawi berkata dalam kitabnya at-Tibyan Fi Adabi Hamalati al-Quran, “(Diharamkan atas muhdis atau orang yang menanggung hadas untuk menyentuh mushaf), baik menyentuh tulisan mushaf itu sendiri, atau pinggirnya, atau sampulnya. Diharamkan atas muhdis menyentuh kantong, sampul, dan peti kecil yang di dalamnya terdapat mushaf. Hukum keharaman ini adalah pendapat madzhab yang dipilih. Menurut qiil, tidak diharamkan atas muhdis menyentuh kantong, sampul, dan peti kecil tersebut. Qiil ini adalah pendapat dhoif. Apabila seseorang menulis al-Quran di atas papan maka hukum papan tersebut adalah seperti hukum mushaf, baik sedikit atau banyak tulisannya, bahkan apabila ia hanya menulis sebagian ayat al-Quran dengan tujuan dirosah maka diharamkan atasnya yang sedang menanggung hadas untuk menyentuhnya.”

Nawawi juga berkata dalam kitabnya at-Tibyan, “Lafadz ‘المصحف ‘memiliki tiga bahasa, yaitu dengan dhommah, fathah, dan kasroh pada huruf /م ./Yang masyhur adalah yang dengan dhommah dan kasroh, sedangkan yang dengan fathah telah disebutkan oleh Abu Hafs an-Nuhas dan selainnya.”

Syabromalisi berkata, “Menurut pendapat dzohir, menyentuh mushaf disertai menanggung hadas bukan termasuk dosa besar. Berbeda dengan melakukan sholat, towaf, sujud tilawah, dan sujud syukur, disertai menanggung hadas maka termasuk dosa besar.”

4. Membawa Mushaf

(Orang yang telah batal wudhunya atau yang tengah menanggung hadas kecil tidak diperbolehkan membawa mushaf), kecuali apabila mushaf yang dibawanya bersamaan dengan barang- barang lain, maka ia diperbolehkan membawa mushaf karena diikut sertakan pada barang-barang lain tersebut, dengan catatan, jika memang ia tidak menyengaja mushaf saja sekiranya ia tidak menyengaja apapun atau ia hanya menyengaja barang-barang lain tersebut, dan juga, atau ia menyengaja mushaf dan barang-barang lain tersebut menurut pendapat mu’tamad. Berbeda, apabila ia hanya menyengaja mushaf, atau ia menyengaja salah satu dari mushaf atau barang-barang lain tersebut tanpa menentukan mana yang sebenarnya dimaksud, maka diharamkan atasnya membawa mushaf.

Dalam masalah orang yang menanggung hadas kecil yang membawa mushaf beserta barang-barang lain, seperti yang baru saja disebutkan, tidak disyaratkan barang-barang lain tersebut adalah wadah bagi mushaf. Diperbolehkannya membawa mushaf dalammasalah ini adalah sekiranya ia tidak dianggap sebagai penyentuh mushaf, misalkan, ia memberi cantolan pada barang-barang lain itu, kemudian ia membawanya, karena menyentuh mushaf saja atas orang yang menanggung hadas kecil dihukumi haram meskipun disertai penghalang dan meskipun tanpa tujuan tertentu.

Nawawi berkata dalam kitabnya at-Tibyan, “Kaum muslimin telah bersepakat bahwa wajib menjaga mushaf dan memuliakannya. Para ashab kami dan lainnya berkata, ‘Andaikan seorang muslimmenjatuhkan mushaf di tempat sampah, naudzu billah, maka ia telah kufur.’ Mereka juga berkata, ‘Diharamkan bantalan dengan mushaf, bahkan diharamkan bantalan dengan buku ilmu agama.’ Seseorang disunahkan berdiri karena memuliakan mushaf, yakni ketika mushaf dibawakan kepadanya . Oleh karena berdiri untuk menghormati para ulama dan para kyai saja disunahkan, maka berdiri karena memuliakan mushaf tentu lebih utama untuk dihukumi sunah.”

© Safinatun Naja 13 - Perkara-perkara Yang Diharamkan Sebab Hadas | Lilmuslimiin

Source: https://www.lilmuslimin.com/2023/02/safinatun-naja-perkara-yang-diharamkan-sebab-hadas.html

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami