Hukum Zakat Fitrah | Safinatun Naja 65

Zakat fitrah adalah judul yang akan saya bahas dari kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Zakat Fitrah

Zakat fitrah diwajibkan atas setiap orang merdeka, budak, anak kecil, dewasa (tua), laki-laki, dan perempuan sebab;

  1. Mendapati waktu terbenamnya matahari secara sempurna di akhir hari dari bulan Ramadhan
  2. Mendapati sedikit waktu dari bulan Ramadhan sebelum terbenamnya matahari,

Oleh karena itu, orang yang mati setelah terbenam matahari atau mati bersamaan dengan terbenamnya wajib dikeluarkan zakat fitrahnya. Berbeda dengan anak yang dilahirkan setelah terbenam matahari atau bersamaan dengan terbenamnya, maka tidak wajib dikeluarkan zakat fitrahnya.

Orang Yang Tidak Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah

Orang-orang yang tidak diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah ada 5, yaitu;

Orang yang tidak memiliki harta lebih

Orang yang tidak memiliki harta lebihan dari rumah dan pembantu yang masing-masing dibutuhkan, pakaian yang layak baginya, dan makanan pokok untuk mereka yang wajib dinafkahinya meskipun berupa hewan, pada malam hari raya Idul Fitri dan siangnya. Yang dimaksud dengan pembantu yang dibutuhkannya adalah sekiranya ia membutuhkan pembantu tersebut untuk melayaninya sebab sakit, usia tua, gemuk tubuh yang menyebabkannya tidak bisa menjalankan aktifitas sendiri, atau mansib (مَنْصِبْ) atau derajat sosial yang membuatnya enggan/gengsi menjalankan aktifitas sendiri, atau untuk melayani mereka yang wajib dibiayainya (seperti; istri, anak, dll), bukan untuk bekerja mengurus sawahnya dan binatang ternaknya. Lafadz (مَنْصِبْ) sama wazan-nya dengan lafadz (مَسْجِد), yakni berarti luhur dan tinggi.

Begitu juga, zakat fitrah tidak wajib atas orang yang tidak memiliki harta lebihan dari pakaian rangkap atau cadangannya yang layak baginya untuk digunakan menjalankan aktifitas-aktifitasnya. Selain itu, tidak diwajibkan zakat fitrah atasnya yang tidak memiliki harta lebihan dari makanan yang biasa dikonsumsi, seperti; ikan dan kue-kue kering.

(Maksud harta lebihan disini adalah bahwa harta yang dikeluarkan untuk zakat fitrah itu lebih dari semua yang telah disebutkan).

Mengecualikan dengan kriteria di atas adalah hutang, meskipun kepada anak Adam, artinya, kewajiban zakat fitrah tidak mensyaratkan kalau harta seseorang yang dikeluarkan untuk fitrah harus lebih dari hutangnya itu. Ini adalah ketetapan menurut pendapat mu’tamad.

Istri kaya yang memiliki suami melarat dan istri tersebut taat kepadanya.

Oleh karena itu, istri kaya tersebut tidak diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah, tetapi ia disunahkan mengeluarkannya dari dirinya sendiri. Begitu juga, setiap orang yang zakat fitrahnya ditanggung oleh orang lain disunahkan mengeluarkan zakat fitrah sendiri jika memang orang lain yang menanggungnya itu belum mengeluarkan zakat fitrah dari dirinya.

Termasuk yang melarat adalah budak, sehingga ia tidak diwajibkan atasnya mengeluarkan zakat fitrah dari istrinya, meskipun istrinya itu perempuan merdeka.

Berbeda dengan amat istri, anak-anak istri, dan kedua orang tua istri, maka wajib atas suami melarat mengeluarkan zakat fitrah dari mereka.

Apabila suami melarat itu bermadzhab Hanafiah yang mengetahui bahwa zakat fitrah diwajibkan atas istrinya, sedangkan istrinya sendiri bermadzhab Syafiiah yang mengetahui bahwa zakat fitrah tidak diwajibkan atasnya, melainkan atas suaminya, maka masing-masing dari mereka tidak berkewajiban zakat fitrah karena masing-masing dari mereka tidak meyakini kewajiban zakat fitrahnya sendiri-sendiri. Berbeda dengan sebaliknya, artinya, suami yang melarat bermadzhab Syafiiah dan istrinya bermadzhab Hanafiah, maka zakat fitrah diwajibkan atas suami karena mereka sama-sama tahu bahwa masing-masing zakat fitrah mereka diwajibkan atas suami dengan bentuk kewajiban menanggung jika dari sudut Syafiiah dan kewajiban sendiri jika dari sudut Hanafiah.

Adapun istri kaya yang memiliki suami melarat dan istri kaya tersebut tidak taat kepadanya sekiranya ia adalah istri yang nusyuz maka zakat fitrah diwajibkan atas istri kaya tersebut.

Begitu juga, istri yang masih kecil yang belum kuat dijimak maka zakat fitrahnya tidak diwajibkan atas suaminya.

Adapun amat yang dinikahkah (amat muzawwajah) yang mana suaminya adalah orang yang melarat maka zakat fitrahnya diwajibkan atas amat itu sendiri dan tuannya menanggung mengeluarkan zakat fitrahnya itu. Sebaliknya, apabila suami amat muzawwajah itu orang yang mampu maka ia berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah istrinya.

Apabila tuan menikahkan amatnya dengan budaknya sendiri maka jelas sudah bahwa tuan tersebut diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah mereka berdua.

Budak mukatab dengan akad kitabah yang sah.

Oleh karena itu, zakat fitrah tidak diwajibkan atasnya dan juga atas tuannya karena status mukatab tersebut telah menyendiri (dari tanggungan tuannya). Berbeda dengan budak mukatab dengan akad kitabah yang fasid, maka zakat fitrahnya diwajibkan atas tuannya meskipun tuannya tersebut tidak diwajibkan untuk menafkahinya.

Budak yang termasuk harta baitul mal.

Budak yang diwakafkan,

Meksipun kepada pihak tertentu (mu’ayyan) seperti; madrasah, pondokan, seseorang tertentu, dan budak yang dimiliki oleh masjid.

Oleh karena itu, zakat fitrah tidak diwajibkan atas 3 orang, yaitu budak mukatab, budak yang menjadi harta baitul mal, dan budak yang diwakafkan dan dimiliki oleh masjid. Begitu juga, tidak wajib atas orang lain mengeluarkan zakat fitrah dari mereka. Adapun dalam budak mukatab, alasan ketidak wajibannya adalah karena lemahnya status kepemilikan yang dimiliki oleh budak mukatab itu sendiri dan tuannya. Sedangkan dalam budak baitul mal dan wakaf, alasan ketidak wajibannya adalah karena tidak ada pemilik tertentu yang memiliki mereka dan yang wajib mengeluarkan zakat fitrah mereka.

Besar Zakat Fitrah

Masing-masing individu wajib mengeluarkan zakat fitrah sebesar 1 shok (3,5 liter / 2,5 kg Beras) yang berupa makanan pokok dari wilayah yang ditempati oleh muadda ‘anhu (pihak yang zakat fitrahnya dikeluarkan darinya) meskipun muaddi (pihak yang mengeluarkan zakat fitrah) tidak berada di tempat tersebut dengan syarat makanan pokoknya masih sejenis. Dengan demikian, besar 1 shok tersebut tidak boleh dibagi-bagi, artinya, per individu harus mengeluarkan 1 shok. Apabila orang yang berzakat fitrah mengeluarkan makanan pokok yang lebih bagus kualitasnya daripada makanan pokok di tempatnya itu sendiri maka hukumnya boleh karena ia hanya menambahkan kebaikan.

Zakat fitrah belum dianggap cukup jika yang dikeluarkan lebih sedikit daripada 1 shok, kecuali;

  1. Budak yang sebagian tubuhnya berstatus mukatab,
  2. Budak yang dimiliki oleh 2 pihak dimana yang satu pihak adalah orang mampu dan satunya adalah orang melarat
  3. Orang yang tidak mendapati makanan pokok kecuali hanya sebagian yang terbatas dan kurang dari 1 shok dengan syarat sebagian tersebut dapat dinilai harganya dengan uang (mutamawwal),

Dengan demikian, orang-orang yang dikecualikan di atas hanya wajib mengeluarkan zakat fitrah sebesar kurang dari 1 shok yang ia punya.

Barang siapa wajib mengeluarkan zakat fitrah dari dirinya sendiri maka ia wajib mengeluarkan zakat fitrah dari orang-orang yang ia wajib menafkahi mereka, sebab kepemilikan (budak), kerabat (orang tua dll), atau nikah (istri), kecuali;

  1. Orang yang ia wajib menafkahinya itu adalah orang kafir
  2. Istri bapaknya dan mustaulidah bapaknya sekiranya ia yang sebagai anak wajib menafkahi istri bapaknya dan mustaulidah-nya tersebut. Oleh karena itu, anak tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah mereka berdua meskipun anak wajib menafkahi mereka; karena pada asalnya yang wajib mengeluarkan zakat fitrah dan menafkahi adalah bapak, sedangkan bapak sendiri dalam kondisi melarat dan zakat fitrah tidak diwajibkan atas orang yang melarat, berbeda dengan nafkah, maka anak-lah yang menanggungnya; dan karena tidak mengeluarkan zakat fitrah dari istri tidak memberikan pilihan pada istri untuk menfaskh pernikahan, berbeda dengan tidak mengeluarkan nafkah untuk istri, maka memberikan pilihan padanya untuk menfaskh pernikahan.

Adapun orang yang tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah dari dirinya sendiri, seperti; orang kafir, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah dari orang-orang yang wajib ia nafkahi. Akan tetapi, orang kafir wajib mengeluarkan zakat fitrah dari budaknya, kerabatnya, dan istrinya yang semuanya adalah muslim; karena didasarkan pada alasan bahwa zakat fitrah pada awalnya memang diwajibkan atas mereka selaku sebagai muadda ‘anhu, kemudian ditanggung oleh muaddi (dalam hal ini adalah orang kafir itu). Ketika orang kafir wajib mengeluarkan zakat fitrah mereka, maka ia wajib berniat dimana niat disini berfungsi untuk tamyiz atau membedakan, bukan untuk taqorrub atau beribadah.

[TATIMMAH]

Ketika seseorang hanya mampu memiliki beberapa shok makanan pokok dan tidak memiliki beberapa yang lain maka secara urut ia wajib mendahulukan zakat fitrah dari;

  1. Dirinya sendiri
  2. Istrinya
  3. Budak istrinya yang wajib dinafkahi jika memang nafkah budak tersebut lebih rendah daripada upah yang dikeluarkan untuk menyewa budak,
  4. Anaknya yang kecil
  5. Bapaknya
  6. Ibunya
  7. Anaknya yang sudah besar yang masih membutuhkan (artinya belum bisa menghidupi dirinya sendiri), kemudian
  8. Budaknya sendiri.

Adapun bapak lebih didahulukan daripada ibu dalam zakat fitrah dan ibu lebih didahulukan daripada bapak dalam nafkah adalah karena nafkah diadakan sebab kebutuhan dan ibu adalah yang lebih membutuhkan, sedangkan zakat fitrah diadakan sebab kemuliaan dan bapak adalah yang lebih mulia karena anak itu dinasabkan kepada bapak dan anak bisa mulia sebab kemuliaan bapaknya.

Apabila ia hanya memiliki beberapa shok saja, seperti yang telah disebutkan, sedangkan orang-orang yang wajib dikeluarkan zakat fitrah olehnya menduduki derajat atau kedudukan yang sama, misalnya; orang-orang tersebut terdiri dari beberapa istri, atau terdiri dari beberapa anak, maka ia diperkenankan memilih antara istri mana dan anak mana yang zakat fitrahnya hendak dikeluarkan olehnya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami