Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 8 | Hukum Air Sedikit Dan Air Banyak

Fasal ini membahas tentang Air sedikit dan air banyak dan pembagian pembagiannya dari kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.


Kitab safinatun naja Hukum Air Sedikit Dan Air BanyakImage by © LILMUSLIMIIN

Hukum Air Sedikit Dan Air Banyak

فَصْلٌ : أَلْمَاءُ قَلِيْلٌ وَ كَثِيْرٌ، اَلْقَلِيْلُ : مَا دُوْنَ الْقُلَّتَيْنِ، وَالْكَثِيْرُ : قُلَّتَانِ فَأَكْثَرُ اَلْقَلِيْلُ يَتَنَجَّسُ بِوُقُوْعِ النَّجَاسَةِ فِيْهِ وَاِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ وَالْمَاءُ الْكَثِيْرُ لَا يَتَنَجَّسُ إِلَّا إِذَا تَغَيَّرَ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ أَوْ رِيْحُهُ

Air Sedikit dan Air Banyak, Air sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah. Dan Air banyak adalah air yang mencapai dua qullah atau lebih. Air sedikit akan dihukumi najis ketika kejatuhan najis meskipun air tersebut tidak berubah. Dan air yang banyak tidak dihukumi najis kecuali air tersebut berubah rasanya atau berubah warnanya atau berubah baunya.

Penjelasan dari kitab syarah kasyifatus saja karangan imam Nawai Al Bantani :

A. Air Sedikit Dan Air Banyak

Fasal ini menjelaskan tentang air yang tidak dapat menolak kenajisan dan yang dapat menolaknya.
Syaikh Salim bin Sumair Al Khadromi berkata bahwa air menurut kaidah syariat dibagi menjadi dua, yaitu air yang sedikit dan yang banyak.
Air sedikit adalah air yang kurang dari dua kulah sekiranya kurangnya dari dua kulah tersebut adalah lebih banyak dari dua kathi.
Sedangkan air banyak adalah air dua kulah atau lebih dengan catatan air tersebut adalah air murni secara yakin meskipun berupa air musta'mal.
Ukuran timbangan air dua kulah adalah 500 Rithl Baghdad yang sama dengan 64. 285 dirham lebih 5/7 dirham karena per Rithl Baghdad adalah 128 dirham lebih 4 /7 dirham.
Adapun dengan ukuran Rithl Mekah, maka dua kulah adalah 412 rithl lebih 13 dirham lebih 5 /7 dirham dengan alasan karena per rithl adalah 156 dirham. Demikian ini disebutkan oleh Muhammad Sholih Ar Rois.
Adapun dengan ukuran rithl Thoif, maka dua kulah adalah 327 rithl lebih 2/3 rithl, karena setiap rithl Thoif adalah 196 dirham, seperti yang ditanbihkan oleh Abdullah al-Murghini di dalam kitab Miftah Fallah Al Mubtadi
Adapun dengan rithl Mesir, dua kulah adalah 446 rithl lebih 3/7 rithl.
Adapun dengan rithl Damaskus, maka dua kulah adalah 107 rithl lebih 1/7 rithl.
Satu Dirham menurut Imam Tsalatsah: 0,715 Gr
Air dua kulah:
-Menurut An Nawawi : 55,9 cm3 =174,580 Ltr
-Menurut Ar Rofi’i : 56,1 Cm3 = 176,245 Ltr
-Menurut Ahli Iraq : 63,4 Cm3 = 245,325 Ltr
-Menurut Aktsarinnas : 60 Cm3 =187,385 Ltr
-Sedangkan menurut Kitab At Tadzhib Fi Adillati Matni Abi Syujak, Dr. Mushtofa Daib Al Bagho menuliskan bahwa ukuran dua kulah adalah kurang lebih 190 Ltr
Ukuran dua kulah menurut ukuran ruang kubus adalah dengan panjang, lebar, dan tinggi 1 ¼ dzirok dengan ukuran dzirok anak Adam, yaitu kurang lebih dua jengkal.
Dua kulah menurut ukuran ruang lingkaran adalah dengan tinggi 2 dzirok tukang besi, dan diameter 1 dzirok anak Adam. Dengan demikian, dengan ukuran dzirok tangan anak Adam, maka dua kulah adalah dengan diameter 1 dzirok dan tinggi 2 ½ dzirok karena dzirok tukang besi dengan dzirok anak Adam selisih 1 ¼ dzirok.
Ukuran dua kulah dalam ruang segi tiga sama sisi adalah dengan panjang dan lebar 1 ½ dzirok dan tinggi 2 dzirok dengan ukuran dzirok anak Adam. Lebar adalah bagian antara dua sisi sedangkan panjang adalah bagian 2 sisi yang lain.

B. Hukum Air Sedikit

Air sedikit dapat menjadi najis karena kejatuhan najis yang menajiskan secara yakin meskipun air sedikit tersebut tidak berubah karena berdasarkan pemahaman dari sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Ketika air mencapai dua kulah maka tidak mengandung kotoran,” dan dalam riwayat lain, kata kotoran diganti dengan kata najis. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa air yang kurang dua kulah dapat mengandung najis.

C. Najis Najis Yang Ma'fu Pada Air

Mengecualikan dengan pernyataan najis yang menajiskan adalah najis ma’fu atau najis yang dimaafkan pada air, seperti :
  1. bangkai yang tidak mengalirkan darah sekiranya ketika disobek jasadnya, seperti; lalat, kecoa, dan lain lain
  2. najis yang tidak dapat dilihat oleh pandangan mata biasa, sekiranya najis tersebut tidak terlihat setelah berusaha melihatnya, meskipun najis tersebut adalah najis mugholadzoh, misalnya; ada lalat hinggap di atas najis yang basah, kemudian lalat itu jatuh ke dalam air sedikit atau benda cair, maka air sedikit atau benda cair tersebut tidak najis meskipun pada kaki lalat itu ada najis yang tidak dapat terlihat oleh mata
  3. najis yang berada di alat kelamin hewan yang suci selain milik anak Adam.
  4. kotoran ikan yang tidak sampai merubah sifat sifat air (rasa, bau, dan warna) dengan tidak dijatuhkan secara sengaja.
  5. bahan sarang lebah madu yang berasal dari kotoran sapi dan muntahan unta. Disamakan dengan sarang lebah ini adalah mulut binatang, seperti anak sapi dan kambing, ketika disuapi oleh induknya.
  6. Mulut anak laki laki kecil (shobi) yang terkena najis, kemudian ia pergi dan dimungkinkan sudah suci, seperti mulut kucing, maka tidak menajiskan air sedikit.
  7. kotoran burung yang berada di air meskipun itu bukanlah termasuk burung burung air dan kotoran tikus dimana keduanya biasa mengenai air sedikit (‘Amaa Al Ibtilak Bihi)
  8. kotoran kambing yang jatuh ke dalam susu ketika diperah.
  9. najis yang masih tetap berada di perut kecil binatang memamah biah, yaitu najis yang sulit dibersihkan
  10. najis sedikit yang berasal dari asap najis meskipun najis mugholadzoh, maksudnya asap yang naik dari najis akibat bakaran api,
  11. rambut atau bulu sedikit yang terlepas dari binatang yang tidak halal dimakan selain biatang mugholadzoh, dan bulu banyak yang berasal dari binatang tunggangan dan tukang potong bulu kambing,
  12. dan darah yang masih ada pada daging dan tulang yang darah tersebut tidak bercampur dengan yang lain, seperti ada kambing disembelih, kemudian dagingnya di potong potong, kemudian masih ada sisa sisa darah pada daging, berbeda apabila darah sudah bercampur dengan yang lain maka tidak dima’fu, seperti yang dilakukan pada sapi yang disembelih di tempat penjagalan yang biasa digunakan sebagai tempat menyembelih, kemudian daging sapi itu dituangi air guna menghilangkan darahnya, maka darah yang tersisa pada daging dihukumi tidak ma’fu meskipun darah yang tersisa adalah sedikit karena sudah tercampur dengan yang lainnya, yaitu air. Ingatlah ini!
Patokan atau kaidah dalam najis najis ma’fu pada air sedikit di atas adalah bahwa hukum ma’fu didasarkan pada kesulitan menghindari najis pada umumnya.
Menurut pendapat mu’tamad disebutkan bahwa tidaklah dima’fu darah nyamuk, kutu, dan lainnya jika terjatuh ke benda cair atau air sedikit, meskipun darah itu sedikit. Berbeda apabila darah binatang tersebut jatuh ke air yang banyak. Apabila ada seseorang membunuh kutu atau nyamuk dengan jari jarinya, maka apabila darah yang keluar itu banyak maka darah tersebut tidak dima’fu, dan apabila darah tersebut sedikit maka dihukumi ma’fu menurut pendapat Ashoh.
Mengecualikan dengan najis ma’fu yang berupa asap najis yang keluar dari bakaran api adalah asap najis yang keluar bukan karena bakaran api, maka asap ini dihukumi suci. Dan angin (bau) yang keluar dari jamban atau dubur dihukumi suci. Apabila ada geriba dipenuhi dengan angin tersebut, kemudian seseorang memanggulnya, kemudian ia sholat dengan membawa geriba tersebut, maka sholatnya sah.

D. Hukum Air Banyak

Air banyak tidak menjadi najis sebab terkena najis kecuali rasanya saja telah berubah atau warnanya saja atau baunya saja dimana perubahan tersebut terjadi setelah air banyak itu terkena najis. Apabila air banyak (terkena najis), beberapa waktu kemudian, air tersebut baru berubah, maka tidak dihukumi najis selama tidak diketahui kalau ahli khibroh mengatakan bahwa perubahan tersebut disebabkan oleh najis yang sebelumnya telah mengenainya. Mengecualikan dengan pernyataan sebab terkena najis adalah apabila ada najis di dekat air banyak, karena saking dekatnya, bau najis tersebut menyebabkan air banyak menjadi berubah, maka air banyak yang telah berubah tersebut tidak dihukumi najis karena tidak ada unsur pertemuan antara keduanya, tetapi hanya sebatas membaui.
Yang dimaksud dengan air mutanajis yang berubah adalah sekiranya air tersebut berubah total atau semua. Apabila najis hanya merubah sebagian air dan tidak merubah sebagian air yang lain maka apabila sebagian air yang lain yang tidak berubah adalah dua kulah maka tidak dihukumi mutanajis. Sedangkan sebagian air yang berubah dihukumi mutanajis.
Tidak wajib menghindari najis yang berada di dalam air dengan ukuran dua kulah bahkan boleh mencibuk air dari sisi najisnya.
Tidak ada perbedaan dalam air banyak yang berubah sebab najis tentang apakah perubahan tersebut banyak atau sedikit, dan tidak ada perbedaan tentang apakah perubahan tersebut sebab najis yang mencampuri (larut) atau hanya berdampingan (tidak larut), dan tidak ada perbedaan tentang apakah air itu biasa terhindar dari najis atau tidak, dan tidak ada perbedaan tentang apakah najis tersebut berupa bangkai yang tidak mengalirkan darah atau tidak, karena beratnya masalah najis, dan meskipun perubahan tersebut bersifat taqdiri atau mengira ngirakan, seperti; air kejatuhan sebuah najis yang memiliki sifat sifat yang sama dengan air, seperti air kencing yang sudah hilang bau, warna, dan rasa, maka dikira kirakan air tersebut berubah dengan rasa cuka, warna tinta, dan bau misik, kemudian, apabila air kencing yang mengenai air sebanyak satu kati, maka kita mengatakan, “Apabila cuka sebanyak satu kati menjatuhi air tersebut, maka apakah air tersebut berubah rasanya atau tidak? Apabila ahli khibroh mengatakan, ‘Berubah,’ maka kita menghukumi air tersebut najis. Kemudian apabila mereka mengatakan, ‘Tidak berubah,’ maka kita bertanya, ‘Apabila tinta sebanyak satu kati menjatuhi air tersebut maka apakah warna air berubah atau tidak?’ Apabila mereka berkata, ‘Berubah,’ maka kita menghukumi air tersebut najis, dan apabila mereka mengatakan, ‘Tidak berubah,’ maka kita bertanya lagi, ‘Apabila misik satu kati menjatuhi air tersebut maka apakah bau air tersebut berubah atau tidak?’ Apabila mereka berkata, ‘Berubah,’ maka kita menghukumi air tersebut najis, dan apabila mereka berkata, ‘Tidak berubah,’ maka kita baru menghukumi air tersebut suci.” Perkiraan di atas adalah apabila najis yang mengenai air tidak diketahui sifat sifatnya yang berjumlah tiga (bau, rasa, dan warna). Apabila sebagian sifat tidak diketahui ketika mengenai air, maka hanya dikira kirakan sifat yang tidak diketahui tersebut karena tidak ada fungsinya mengira ngirakan sifat sifat yang diketahui.
Perkiraan di atas kita sebut dengan perkiraan perbedaan berat.
[nextpage]

E. Hukum Air Mutaghoyyar.

Air Mutaghoyyar adalah air yang berubah sebab benda suci). Adapun air yang berubah banyak secara yakin sebab benda yang mencampurinya, sekiranya tidak dapat memisahkan perubahan tersebut dari air atau air tidak dapat dibedakan menurut pandangan mata (sederhananya kita mengatakan perubahan tersebut larut dalam air), dimana benda tersebut adalah suci dan dapat dihindarkan dari air sekiranya mudah (bagi kita) menjaga air dari benda tersebut, dan benda tersebut bukanlah debu atau garam air yang sengaja dibuang ke dalamnya, dimana perubahannya adalah perubahan yang dapat mencegah kemutlakan air, maka air yang berubah ini tidak mensucikan meskipun dua kulah selama benda yang mencampuri air bukanlah air mustakmal.
Sedangkan apabila benda yang mencampurinya adalah air mustakmal maka air yang dikenainya serta air mustakmalnya adalah suci mensucikan apabila campuran keduanya mencapai dua kulah.
Apabila perubahan pada air mutaghoyyir adalah perubahan yang taqdiri (secara perkiraan), misal air tercampuri benda yang memiliki kesamaan sifat dengan air itu sendiri, seperti air mawar yang hilang bau, rasa, dan warna, maka kita mengira ngirakannya dengan perkiraan perbedaan yang sedang antara sifat sifat yang tinggi dan rendah. Kita mengira ngirakan sifat rasa dengan rasa delima, sifat warna dengan warna anggur, dan sifat bau dengan bau luban. Maksudnya kita mengira ngirakan dengan mengatakan :
  1. Apabila air tersebut terjatuhi anggur maka apakah warna air tersebut berubah? Apabila yang memberi tahu mengatakan, ‘Berubah,’ maka air tersebut tidak mensucikan. Apabila mereka mengatakan, ‘Tidak berubah,’ maka air tersebut suci dan mensucikan.
  2. Apakah rasa air tersebut berubah bila terjatuhi delima? Apabila mereka mengatakan, ‘Berubah’ maka air tersebut tidak mensucikan. Apabila mereka mengatakan, ‘Tidak berubah,’ maka air tersebut suci dan mensucikan.
  3. Apakah air tersebut berubah bau ketika terjatuhi luban? Apabila mereka mengatakan, ‘Berubah’ maka air tersebut tidak mensucikan. Apabila mereka mengatakan, ‘Tidak berubah,’ maka air tersebut dihukumi (suci) yang mensucikan.
Mengecualikan dengan air mutaghoyyir dengan perubahan banyak oleh benda benda di atas adalah air air yang berubah yang tetap dihukumi suci mensucikan; yaitu :
  1. Air yang berubah sedikit
  2. air yang berubah banyak tetapi perubahannya tersebut masih diragukan
  3. air yang berubah sebab benda yang menyandinginya (tidak larut), yaitu perubahan yang dapat dibedakan oleh pandangan mata, atau perubahan yang masih dapat dipisahkan dari air, seperti; air terkena minyak dan kayu yang meskipun keduanya memiliki bau wangi, dan perubahan sebab benda yang air tidak dapat terhindarkan darinya, baik asli muncul dari tanah, seperti lumpur, meskipun perubahan tersebut mencegah kemutlakan air, atau benda tersebut buatan (bukan asli) dari tanah, meskipun perubahannya juga mencegah kemutlakan air, sekiranya yang buatan ini menyerupai yang asli, seperti saluran air mancur yang terbuat dari kapur, dan seperti geriba yang terbuat dari ter, meskipun mencampuri air dan merubahnya dengan perubahan banyak karena air yang dialirkan pada saluran dan geriba ini adalah untuk mengawetkannya.
Dengan demikian, air-air dalam contoh di atas adalah air yang suci mensucikan.
Lafadz (القطران) dengan fathah pada huruf (ق) kasroh atau sukun pada huruf (ط) atau kasroh pada huruf (ق) dan sukun pada huruf (ط) berarti minyak pohon yang dioleskan pada unta untuk mengobati sakit kudis dan untuk mempercantiknya, berbeda dengan benda yang dimasukkan ke dalam air agar mengawetkan air, bukan air yang mengawetkan benda itu, maka hukum airnya adalah suci tidak mensucikan karena air dapat dihindarkan darinya.
Termasuk benda yang air tidak dapat dihindarkan darinya, selain benda yang ada di tempat mengalir air dan tempat salurannya, adalah kotoran kotoran yang berasal dari kaki orang-orang yang dibasuh dalam suatu saluran tertentu, dan kotoran yang terpisah dari tubuh orang yang menyelam (berenang), maka kotoran-kotoran ini tidak dapat menghilangkan sifat mensucikannya air, demikan ini disebutkan oleh Suwaifi.
Dikecualikan juga, maksudnya air yang berubah dihukumi suci mensucikan, yaitu air yang berubah dengan perubahan yang disebabkan oleh debu atau garam air yang sengaja dibuang ke dalamnya, meskipun perubahan tersebut banyak, dan perubahan yang disebabkan oleh lamanya diam karena tidak tercampur oleh apapun sehingga air yang berubah semacam ini adalah suci mensucikan.
Begitu juga, air yang berubah sebab air mustakmal yang dicampurkan dengannya, kemudian campuran tersebut mencapai dua kulah, maka air campuran ini adalah suci mensucikan meskipun jika diperkirakan dengan perkiraan sedang, air mustakmal tersebut merubah air yang dicampurinya
Ketahuilah! Sesungguhnya mengira-ngirakan yang disebutkan di atas adalah hukumnya sunah, tidak wajib. Apabila seseorang dengan langsung menggunakan air yang tercampur oleh air mustakmal tersebut maka sudah mencukupi baginya karena hakikatnya adalah bahwa ia ragu tentang perubahan yang membahayakan air sedangkan asalnya adalah tidak adanya perubahan tersebut.
[nextpage]

F. Hukum Air Mengalir

(Ketahuilah!) Sesungguhnya hukum-hukum air yang mengalir adalah seperti hukum hukum air yang diam tenang seperti yang telah disebutkan. Akan tetapi, objek hukum dalam air yang mengalir adalah aliran air itu sendiri, bukan seluruh air, karena aliran aliran air itu saling terpisah secara hukum meskipun secara kasat mata terlihat saling sambung menyambung. Alasan mengapa aliran aliran air saling terpisah secara hukum adalah karena masing- masing aliran mengalir maju hendak mengenai bagian depannya dan menjauh dari bagian belakangnya.
Dari keterangan di atas, maka apabila jumlah aliran air yang mengalir yang berada di antara dua sisi sungai kurang dari dua kulah maka dapat menjadi najis karena mengenai najis, baik berubah atau tidak, dan tempat atau medan aliran tersebut juga najis. Kemudian medan aliran tersebut dapat suci dengan terbasuh oleh aliran setelah aliran yang pertama tadi. (Suci tidaknya) tempat atau medan aliran tersebut disesuaikan dalam hukum basuhan najis sehingga apabila najisnya adalah najis mugholadzoh maka wajib adanya tujuh aliran yang membasuh najis tersebut dan wajib adanya unsur tercampur debu apabila tempat atau medan aliran air bukanlah medan yang berdebu.
Hukum medan aliran air pertama yang suci dengan basuhan aliran air setelahnya ini adalah apabila najisnya ikut hanyut terbawa arus aliran air. Sedangkan apabila najis yang mengenai adalah najis keras yang diam di dalam air maka medan aliran air menjadi najis dan setiap aliran yang melewatinya pun dihukumi najis hingga apabila air terkumpul dalam satu muara dan mencapai dua kulah, seperti tampungan air mancur, maka air tersebut baru dihukumi suci mensucikan ketika tidak mengalami perubahan sebab najis yang mengenainya tadi.
Dari rincian hukum di atas, kami para ulama Fiqih memiliki pernyataan teka-teki (Jawa: Cangkriman), “Kami memiliki air sebanyak 1000 kulah yang tidak berubah karena dikenai najis, tetapi hukum air sebanyak itu adalah najis,” maksudnya, air yang mengaliri najis yang diam selama air tersebut belum terkumpul dalam satu muara maka tetap dihukumi najis meskipun medan aliran sangatlah panjang, dan perkiraannya adalah bahwa setiap aliran air (yang melewati najis tersebut) adalah lebih sedikit dari dua kulah. Adapun aliran air yang tidak mengalir mengenai najis, yaitu aliran air yang berada di atas najis, maka dihukumi tetap sebagai air suci yang mensucikan.
Masalah
Ada sebuah jamaah yang wajib atas mereka untuk buang air kencing dan mengumpulkannya untuk digunakan bersuci, maksudnya, pernyataan ini terjadi dalam kasus apabila mereka mendapati air dua kulah atau lebih, tetapi air tersebut tidak cukup bagi mereka untuk bersuci, maka apabila air tersebut dicampurkan dengan air kencing mereka, kemudian dikira-kirakan dengan perkiraan yang paling berat dan ternyata air kencing itu tidak sampai merubah air, maka wajib bagi mereka mencampurkan air kencing ke dalam air banyak itu dan wajib menggunakannya untuk bersuci. Adapun dalam kasus ini dibutuhkan adanya mengira-ngirakan padahal air kencing tersebut secara kasat mata tidak merubah air, karena masih adanya kemungkinan perubahan secara kira-kira juga. Dan perubahan secara kira-kira ini juga berbahaya, dalam artian dapat menajiskan air.

(والله اعلم)


Jika ada yang membutuhkan terjemahan dalam bahasa sunda, saya sudah menuliskannya pada table di bawah ini, Silahkan disalin kembali kedalam kitab atau buku.

Sunda Arab
Ari ieu eta hiji pasalفَصْلٌ
Ari caiأَلْمَاءُ
(Eta) Aya cai saalitقَلِيْلٌ
Sareng cai se'eurوَ كَثِيْرٌ
Ari cai nu saalitاَلْقَلِيْلُ
(Eta) Caiمَا
Anu tetep ti sahandapeun dua qullahدُوْنَ الْقُلَّتَيْنِ
Sareng Ari cai anu se'eurوَالْكَثِيْرُ
(Eta) Dua qullahقُلَّتَانِ
Atanapi langkung se'eurفَأَكْثَرُ
Ari cai nu saalitاَلْقَلِيْلُ
(Eta) Bakal jadi najisيَتَنَجَّسُ
Kusabab tumibana najisبِوُقُوْعِ النَّجَاسَةِ
Dina itu caiفِيْهِ
Sareng sanajan teu barobah itu caiوَاِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ
Sareng ari cai anu se'eurوَالْمَاءُ الْكَثِيْرُ
(Eta) Moal jadi najis itu caiلَا يَتَنَجَّسُ
Angingإِلَّا
Dimana mana barobahإِذَا تَغَيَّرَ
(Naon) Rasanaطَعْمُهُ
Atawa warnanaأَوْ لَوْنُهُ
Atawa angseunaأَوْ رِيْحُهُ
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami