Terjemah Kitab Safinatun Naja Fasal 1 | Rukun Islam

Fasal ini membahas tentang rukun islam dari kitab Safinatun Naja disertai dengan Penjelasan (Syarah) dari kitab Kasyifatus Saja Karangan Imam Nawawi Al Bantani. Semoga Allah merahmati mereka berdua dan semoga kita dapat menerima manfaat dari ilmu ilmu mereka. aamiin yaa Allaah yaa Robbal Aalamiin. Kami telah menuliskan matan dari kitab safinatun naja disertai dengan terjemah dalam bahasa Indonesia. dan kami juga telah muliskan penjelasan dari kitab Kasyifatus Saja yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Kitab safinatun naja Rukun IslamImage by © LILMUSLIMIIN

Rukun Islam

أَرْكَانُ الْأِسْلَامِ خَمْسَةٌ : شَهَادَةُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللّٰهِ, وَاِقَامُ الصَّلَاةِ, وَ اِيْتَاءُ الزَّكَاةِ, وَصَوْمُ رَمَضَانَ, وَ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلَا.

Rukun Islam ada lima :

1. Bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

2. Mendirikan sholat.

3. Membayar zakat

4. Puasa di bulan Ramadhan

5. Melaksanakan haji bagi orang yang mampu di perjalanan.


Penjelasan tentang rukun islam dari kitab syarah kasyifatus saja karangan imam Nawai Al bantani :

Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadromi berkata :

"Rukun-rukun Islam ada lima." Dengan demikian, Islam tidak tersusun oleh selain dari lima tersebut.

Mengidhofahkan lafadz (اركان) pada lafadz (الاسلام) merupakan bentuk pengidhofahan bagian pada keseluruhan, maksudnya, tiang tiang, dasar-dasar, dan bagian-bagian yang Islam tersusun atas lima. Maka tidak ada selain dari yang lima.

Syaikh Bajuri berkata :

الإسلام لغة مطلق الانقياد أي سواء كان للأحكام الشرعية أو لغيرها وشرعاً الانقياد للأحكام الشرعية وقيل الإسلام هو العمل انتهى

“Islam menurut bahasa berarti mutlak mengikuti, maksudnya baik mengikuti hukum-hukum syariat atau yang lainnya. Sedangkan Islam menurut istilah berarti mengikuti hukum-hukum syariat. Ada yang mengatakan bahwa pengertian Islam adalah mengamalkan (hukum-hukum syariat)”

1. Bersyahadat

Rukun Islam yang pertama adalah bersaksi maksudnya meyakini, bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan, maksudnya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah.

Allah adalah Tuhan yang disembah yang bersifatan dengan segala kesempurnaan yang tidak terbatas dan yang tidak diketahui kecuali olehnya sendiri, dan Tuhan yang disucikan dari segala kekurangan, dan Tuhan Yang Maha Esa dalam merajai dan mengatur, dan Yang Maha Esa dalam Dzatnya, sifat-sifatnya, dan Perbuatan-perbuatannya.

Dan bersaksi sesungguhnya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin Abdu Manaf adalah utusan Allah

Para ulama berselisih pendapat tentang terutusnya Rasulullah Muhammad kepada para Malaikat hingga menghasilkan dua pendapat.

Syaikh Halimi dan Baihaqi menetapkan bahwa Rasulullah Muhammad tidak diutus kepada para Malaikat. Syaikh Suyuti dan Syaikh Taqiyudin As-Subki mengunggulkan bahwa Rasulullah Muhammad diutus kepada mereka. Syaikh As-Subki menambahkan bahwa Rasulullah Muhammad diutus kepada seluruh Nabi dan umat- umat terdahulu dan bahwa sabda beliau shollallahu ‘alaihi wa sallama yang berbunyi :

بعثت إلى الناس كافة

“Aku diutus kepada seluruh manusia,” mencakup manusia dari zaman Adam sampai Hari Kiamat.

Tambahan keterangan dari Syaikh As-Subki ini diunggulkan oleh Syaikh Al-Bazari dan ia menambahkan bahwa Rasulullah Muhammad diutus kepada seluruh makhluk hidup dan benda mati, seperti pasir, batu, dan lumpur. Kemudian ditambahkan lagi bahwa Rasulullah Muhammad diutus kepada dirinya sendiri.

Demikian ini semua disebutkan dalam kitab Tazyiini Al-Arooik Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda :

وأرسلت إلى الخلق كافة

“Dan aku diutus kepada seluruh makhluk.”

[FAEDAH]

Syaikh Al-Bajuri berkata :

وقد ذكر بعضهم أن من تمام الإيمان أن يعتقد الإنسان أنه لم يجتمع في أحد من المحاسن الظاهرة والباطنة مثل ما اجتمع فيه صلى الله عليه وسلّم

“Sesungguhnya sebagian ulama telah menyebutkan bahwa termasuk salah satu kesempurnaan keimanan adalah seseorang meyakini bahwa tidak ada satu pun makhluk yang memiliki kebaikan dzohir dan batin seperti yang dimiliki oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.”

2. Mendirikan Sholat

Rukun Islam yang kedua adalah mendirikan sholat.

Sholat adalah ibadah badaniah dzohiroh yang paling utama, kemudian puasa, kemudian haji, kemudian zakat. Fardhu-fardhu sholat adalah fardhu-fardhu ibadah yang paling utama. Kesunahan- kesunahan sholat adalah kesunahan-kesunahan ibadah yang paling utama. Seseorang tidak akan dianggap udzur (berhalangan) meninggalkan sholat selama ia masih memiliki akal.

Adapun ibadah ibadah badaniah qolbiah, seperti keimanan, makrifat, tafakur, tawakkal, sabar, rojak, ridho dengan qodho dan qodar, cinta Allah Ta’aala, taubat, dan membersihkan hati dari kotoran-kotoran, seperti tamak, dan lainnya, maka lebih utama daripada ibadah ibadah badaniah dzohiroh, bahkan lebih utama daripada sholat, karena telah ada keterangan hadis :

تفكر ساعة أفضل من عبادة ستين سنة

“Tafakkur selama satu waktu saja lebih utama daripada ibadah selama 60 tahun.” Yang paling utama daripada semuanya adalah keimanan.

Macam Macam Tafakkur Dan Buahnya

Jumhur ulama mengatakan bahwa sesungguhnya tafakur atau berpikir-pikir dapat dilakukan dengan lima cara, yaitu:

  1. Tafakur tentang kekuasaan-kekuasaan Allah. Tafakur ini bisa menetapkan penghadapan diri kepada Allah dan meyakininya.
  2. Tafakur tentang kenikmatan-kenikmatan Allah. Tafakur ini bisa menghasilkan rasa cinta kepadanya.
  3. Tafakur tentang janji Allah. Tafakur ini bisa menghasilkan rasa senang beribadah kepadanya.
  4. Tafakur tentang ancaman Allah. Tafakur ini bisa menghasilkan rasa takut darinya.
  5. Tafakur tentang kecerobohan diri dari melakukan ketaatan. Tafakur ini menghasilkan rasa malu (ألحياء) kepada Allah. Lafadz (ألحياء) adalah dengan dibaca fathah dan dengan hamzah mamdudah yang berarti mengkerut atau mengkisut.

Syaikh Ahmad bin Athoillah berkata :

من علامات موت القلب عدم الحزن على ما فاتك من الطاعات وترك الندم على ما فعلته من وجود الزلات .وقال أيضاً الحزن على فقدان الطاعات في الحال مع عدم النهوض أي الارتفاع إليها في المستقبل من علامات الاغترار.

“Termasuk tanda-tanda kematian hati adalah kamu tidak memiliki rasa susah atau sedih karena ketaatan yang kamu lewatkan dan tinggalkan, dan kamu tidak memiliki rasa kecewa atas kesalahan dosa yang telah kamu lakukan.” Ia juga berkata, “Rasa sedih karena tidak melakukan ketaatan pada waktu sekarang disertai tidak adanya keinginan melakukan ketaatan tersebut di waktu mendatang adalah termasuk salah satu tanda-tanda tertipu atau terpedaya.”

Makna Cinta Allah

Sebagian ulama berkata bahwa cinta Allah memiliki 10 arti dilihat dari segi hamba yang mencintainya, yaitu;

  1. Hamba meyakini bahwa sesungguhnya Allah Ta’aala adalah yang hanya dipuji dari sudut manapun dan dipuji dengan setiap sifat dari sifat-sifatnya.
  2. Hamba meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang berbuat baik kepada hamba-hambanya, dan Dzat yang memberi nikmat dan anugerah kepada mereka.
  3. Hamba meyakini bahwa perbuatan baik Allah kepadanya tidak dapat dibandingi oleh ucapan ataupun perbuatan baiknya, meskipun sempurna dan banyak
  4. Hamba meyakini bahwa hukum-hukum Allah dan tuntutan tuntutannya itu sedikit baginya.
  5. Dalam setiap waktu, hamba selalu merasa takut jika berpaling dari Allah Ta’aala dan merasa takut jika kemuliaan yang Allah berikan kepadanya, seperti makrifat, tauhid, dan lainnya, akan hilang dari dirinya.
  6. Hamba melihat bahwa dalam setiap keadaan dan pikirannya, ia selalu membutuhkan Allah dan tidak bisa merasa tidak butuh darinya.
  7. Hamba selalu menyebut atau berdzikir Allah dengan dzikir yang terbaik sesuai dengan kapasitas kemampuannya.
  8. Hamba sangat senang melaksanakan ibadah ibadah fardhunya dan senang mendekatkan diri kepadanya dengan ibadah ibadah sunah sesuai dengan kapasitas kemampuannya.
  9. Hamba merasa senang jika ia mendengar orang lain sedang memuji Allah, beribadah kepadanya, dan berjuang di jalannya, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan dengan bentuk perjuangan mengorbankan diri, atau harta, atau anak.
  10. Jika hamba mendengar orang lain berdzikir "Allah" maka ia akan menolongnya.

[TANBIH]

Lafadz (الصلاة) (الزكاة) dan (الحياة) ketika tidak diidhofatkan pada lafadz lain maka ditulis dengan huruf wawu (و) sehingga menjadi (الصلوة) (الزكوة) (الحيوة) menurut pendapat yang paling masyhur, karena meniru bentuk tulisan mushaf, tetapi sebagian dari ulama ada yang menulisnya dengan huruf alif (ا) pada saat tidak diidhofatkan. Adapun ketika lafadz lafadz tersebut diidhofatkan maka hanya ditulis dengan huruf alif, baik diidhofatkan pada isim dzohir atau isim dhomir, seperti yang disebut oleh ibnu mulqin, sehingga dikatakan (صلاة الله) bukan (صلوة الله) atau (فى حياته) bukan (فى حيوته).

[nextpage]

3. Membayar Zakat

Rukun Islam yang ketiga adalah membayar zakat, maksudnya memberikan zakat kepada mustahik yang ada sesegera mungkin ketika memungkinkan memberikannya serta wajib meratakannya, dalam artian semua mustahik yang ada mendapatkan bagiannya.

Mustahik Zakat

Mustahik zakat (Orang yang membayar zakat) ada delapan :

1. Fakir

Pengertian fakir adalah sebagai berikut :

  1. Orang yang tidak memiliki harta halal dan pekerjaan halal sama sekali. Yang dimaksud dengan pekerjaan disini adalah pekerjaan mencari kehidupan ekonomi.
  2. Orang yang memiliki harta halal saja, tetapi hartanya tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan seumur hidup ketika hartanya dibelanjakan, yang mana ia tidak menggunakan hartanya itu untuk niaga atau berdagang, sekiranya hartanya itu tidak sampai memenuhi setengah dari kebutuhannya, misalnya, kebutuhan seharinya adalah 10 dirham, kemudian apabila ia kalkulasi hartanya untuk kebutuhannya seumur hidup, maka setiap harinya hanya mendapatkan 4 dirham atau kurang. Berbeda dengan orang yang hartanya sampai memenuhi setengah kebutuhannya per hari maka orang ini bukanlah disebut fakir, tetapi miskin. Adapun apabila ia memperdagangkan hartanya maka kalkulasi kebutuhannya adalah per hari, bukan dikalkulasi berdasarkan kebutuhan seumur hidup.
  3. Orang yang hanya memiliki pekerjaan halal yang layak baginya, tetapi hasil pekerjaan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya per hari, misalnya ia membutuhkan 10 dirham per hari, kemudian hasil pekerjaannya hanyalah 4 dirham atau kurang.
  4. Orang yang memiliki harta dan pekerjaan yang halal, tetapi harta yang telah dikalkulasi untuk kebutuhan seumur hidup ditambah dengan hasil pekerjaannya per hari tidak mencapai setengah dari kebutuhan per hari maka ia juga disebut fakir.

2. Miskin

Pengertian miskin yaitu orang yang memiliki harta atau pekerjaan atau memiliki dua duanya yang masing-masing dari harta dan pekerjaannya tersebut atau gabungan dari harta dan hasil pekerjaannya tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya, sekiranya sudah mencapai setengah kebutuhannya atau lebih, misalnya ia memiliki kebutuhan 10 dirham, kemudian ia tidak memiliki harta, atau tidak dapat menghasilkan dari pekerjaannya kecuali hanya 5 dirham atau 9 dirham dan tidak sampai 10 dirham.

Seseorang tidak masuk dalam kategori fakir atau miskin jika kebutuhannya telah terpenuhi karena nafkah dari suami atau kerabat, yaitu orang orang yang wajib memberi nafkah kepadanya, seperti ayah, kakek, bukan paman.

Begitu juga seseorang tidak masuk dalam kategori fakir atau miskin jika ia disibukkan dengan aktivitas ibadah ibadah sunah yang apabila ia bekerja maka pekerjaannya tersebut akan mencegahnya melakukan aktifitas tersebut, maka ia termasuk orang yang kaya.

Seseorang masuk dalam kategori fakir atau miskin jika ia disibukkan dengan aktifitas mencari ilmu syariat atau ilmu alat (Nahwu, Shorof, dan lain-lain) yang apabila ia bekerja maka pekerjaan tersebut akan mencegahnya melakukan aktifitas tersebut, karena kesibukan tersebut hukumnya adalah fardhu kifayah jika ia memang tidak memerlukan ilmu alat, tetapi jika ia memerlukannyamaka kesibukan tersebut hukumnya fardhu ain, seperti yang dijelaskan oleh Syaikhuna Ahmad Nahrowi.

Rumah, pembantu, pakaian, dan buku-buku yang ia butuhkan tidak mencegah seseorang dari status fakir dan miskin, artinya, ia tergolong dari fakir atau miskin.

Adapun harta yang seseorang miliki, tetapi tidak ada di tempat karena berada di tempat yang jauh sekiranya membutuhkan perjalanan 2 marhalah (±81 km) atau karena masih dalam bentuk piutang, maka tidak mencegah statusnya dari kefakiran dan kemiskinan, oleh karena itu, ia diberi harta zakat sekiranya bisa memperoleh kembali harta yang tidak ditangannya itu atau agar piutangnya segera diterima, karena statusnya sekarang ia adalah sebagai orang fakir atau miskin.

3. Amil

Yang dimaksud amil yaitu seperti :

  1. Orang yang bertugas mengambil harta zakat dari orang orang yang membayar zakat.
  2. Orang yang menulis harta zakat yang diberikan oleh pemberi.
  3. Orang yang membagikan harta zakat kepada para mustahik.
  4. Hasyir atau orang yang mengumpulkan para pengeluar zakat atau para mustahiknya, bukan qodhi dan wali.

4. Muallaf

Muallaf dapat menerima zakat apabila imam memang memberikan jatah zakat untuknya. Muallaf dibagi menjadi empat, yaitu :

  1. Orang yang telah masuk Islam tetapi masih memiliki keimanan yang lemah sekiranya kelemahan imannya ini masih dianggap sebagai iman.
  2. Orang yang telah masuk Islam dan memiliki iman kuat tetapi ia memiliki kehormatan tinggi di kalangan kaumnya yang Non Muslim, yang mana dengan memberinya zakat akan diharapkan kaumnya yang Non Muslim itu akan masuk Islam.
  3. Orang yang telah masuk Islam yang keberadaannya dapat menjauhkan orang orang Muslim dari sikap buruk orang orang Non Muslim yang ada di sekitarnya.
  4. Orang yang telah masuk Islam yang keberadaannya dapat menjauhkan orang orang Muslim dari sikap buruk orang orang yang enggan membayar zakat.

Bagian yang [3] dan [4] hanya diberi zakat apabila memberikan zakat kepada mereka itu lebih memudahkan bagi orang- orang Muslim daripada menyusun pasukan yang dipersiapkan untuk memerangi orang orang Non Muslim atau orang orang yang enggan membayar zakat. Adapun bagian [1] dan [2] maka tidak disyaratkan apakah memberikan zakat kepada mereka itu lebih memudahkan bagi orang- orang Muslim daripada menyusun pasukan yang dipersiapkan untuk memerangi orang orang non Muslim atau orang orang yang enggan membayar zakat atau tidak.

5. Budak

Yang dimaksud dengan budak dalam mustahik zakat adalah budak budak mukatab karena selain mereka adalah budak budak murni yang dicegah memiliki zakat. Budak-budak mukatab dapat menerima zakat ketika mereka dimiliki oleh tuan yang bukan orang yang berzakat, meskipun mereka adalah milik tuan yang kafir atau tuan yang berasal dari keturunan Hasyim dan Muthollib. Mereka diberi zakat dalam jumlah yang dapat membantu untuk merdeka apabila mereka tidak memiliki biaya yang dapat memenuhi cicilan dalam akad kitabah, meskipun tanpa seizin dari tuan mereka.

Disyaratkan mereka adalah budak-budak mukatab yang melakukan transaksi kitabah yang sah, sekiranya transaksi tersebut memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya.

Rukun rukun kitabah ada empat, yaitu :

  1. Budak

    Disyaratkan dalam budak adalah ikhtiar atau tidak dipaksa untuk melakukan akad kitabah, bukan shobi (anak kecil laki-laki) atau majnun (orang gila), dan ia tidak terikat dengan hak yang wajib, misalnya ia adalah budak yang digadaikan.

  2. Sighot

    Disyaratkan dalam sighot adalah lafadz atau pernyataan yang mengandung pengertian kitabah, dari segi ijab, seperti “Aku melakukan akad kitabah denganmu,” atau, “kamu adalah budak mukatab atas biaya dua dinar yang dapat kamu bayar selama dua bulan. Kemudian apabila kamu membayarnya kepadaku maka kamu adalah merdeka,” dan dari segi qobul, seperti “Saya menerimanya.”

  3. Biaya Atau Iwadh

    Disyaratkan dalam biaya adalah berupa hutang atau manfaat atau jasa yang ditangguhkan dengan dua kali cicilan atau lebih. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan cicilan yang dilakukan kurang dari dua kali. Begitu juga harus menjelaskan jumlah biaya, sifat biaya (seperti dalam bab pesanan atau salam), berapa kali cicilan dilakukan (seperti dua bulan atau tiga bulan sekali), dan menjelaskan jumlah biaya dalam setiap kali cicilan (seperti 5 dirham dalam setiap cicilan).

  4. Tuan / Sayyid.

    Disyaratkan bagi tuan adalah mukhtar atau tidak dipaksa, ahli tabarruk, dan ahli menjadi wali. Oleh karena itu, akad kitabah tidak sah dari tuan yang dipaksa atau dari budak mukatab, meskipun si tuan mengizinkan budak mukatab tersebut untuk melakukan transaksi kitabah. Begitu juga, akad kitabah tidak sah dari shobi, majnun, mahjur lis safih, dan wali-wali mereka. Adapun akad kitabah dari mahjur lil falasi atau dari orang murtad maka akadnya sah karena sifat kepemilikan mereka terhadap harta adalah mauquf atau hanya diberhentikan, bukan dihilangkan.

Menurut pendapat ashoh, boleh memberikan zakat kepada budak-budak mukatab sebelum cicilan mereka lunas. Tidak diperbolehkan memberikan zakat kepada tuan mereka kecuali apabila ada izin dari para budak mukatab, tetapi apabila zakat diberikan kepada tuan maka tanggungan cicilan yang wajib dibayar oleh mereka kepada tuan akan berkurang sesuai dengan nilai ukuran zakat yang diberikan kepada tuan tersebut, karena orang yang membayarkan hutang orang lain yang menanggung hutang dengan tanpa ada izin dari orang yang berhutang maka orang yang berhutang bebas dari tanggungan hutang. Adapun budak mukatab yang melakukan akad kitabah fasidah atau yang tidak sah, yaitu yang tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun kitabah, maka tidak berhak menerima zakat.

6. Ghorim

Yang dimaksud dengan ghorim yaitu orang yang memiliki hutang ghorim dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

  1. Orang yang berhutang untuk dirinya sendiri, baik hutang tersebut untuk urusan yang diperbolehkan syariat atau tidak, dan meskipun hutang tersebut dibelanjakan dalam hal maksiat atau dalam hal yang tidak diperbolehkan syariat, seperti miras, dan ia telah bertaubat, dan taubatnya dianggap serius, atau ia membelanjakan hutang tersebut dalam urusan yang diperbolehkan syariat. Maka orang ini diberi zakat disertai rasa butuhnya pada zakat itu, misalnya karena waktu membayar hutang telah jatuh tempo tetapi ia tidak mampu melunasinya.
  2. Orang yang berhutang karena tujuan untuk mendamaikan perselisihan yang terjadi di antara masyarakat, misalnya ia kuatir akan terjadi fitnah antara dua suku atau kabilah yang saling berselisih disebabkan permasalahan adanya korban yang mati, meskipun bukan manusia, bahkan meskipun seekor anjing, kemudian ia rela berhutang dan menanggung beban hutang karena tujuan menghindari terjadinya fitnah antar dua kubu tersebut. Maka orang yang berhutang ini diberi zakat meskipun ia adalah orang yang kaya.
  3. Orang yang berhutang karena tujuan menanggung hutang orang lain. Maka orang ini diberi zakat apabila ia dan orang yang ditanggung hutangnya adalah melarat, meskipun ia yang menanggung bukan ahli tabarruk dalam menanggung, atau ia yang menanggung hutang adalah orang yang melarat dan ahli tabarruk sedangkan orang yang ditanggung hutangnya adalah orang yang mampu sekiranya orang yang menanggung tidak menagihnya karena tanpa ada izin dari orang yang ditanggung hutangnya.

Berbeda dengan masalah apabila orang yang menanggung hutang mendapat izin dari orang yang ditanggung hutangnya sedangkan ia yang menanggung hutang adalah orang yang melarat, maka ia tidak berhak menerima zakat, karena tanggungan hutang itu dikembalikan kepada pihak yang hutangnya ditanggung.

7. Sabilillah

Maksud Sabilillah yaitu orang orang yang berperang jihad di jalan Allah serta tidak memiliki jatah bagian harta dari Baitul Maal. Maka mereka diberi zakat meskipun mereka kaya, karena bertujuan untuk menolong mereka dalam berperang.

8. Ibnu Sabil (Musafir)

Ibnu Sabil dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

  1. Ibnu Sabil Majazi, yaitu orang yang melakukan perjalanan jauh yang bermula dari daerah zakat.
  2. Ibnu Sabil Hakiki, yaitu musafir yang melewati daerah harta zakat di tengah tengah perjalanan.

Ibnu Sabil Majazi atau Hakiki diberi zakat apabila ia membutuhkannya sekira ia kekurangan bekal yang dapat membiayainya untuk sampai di tempat tujuan atau untuk sampai di tempat hartanya berada. Oleh karena itu, musafir yang tidak memiliki harta sama sekali, diberi jatah zakat. Begitu juga diberi zakat adalah musafir yang memiliki harta yang berada di daerah yang bukan menjadi tujuan kepergiannya, dengan syarat kepergiannya bukan dalam hal maksiat.

Di dalam kitab Misbah disebutkan bahwa musafir disebut dengan Ibnu Sabil karena yang namanya musafir itu menetapi jalan (sabil dan thoriq). Para ulama berkata, “Yang dimaksud dengan Ibnu Sabil dalam ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang mustahik- mustahik zakat adalah orang yang jauh atau terpisah dari hartanya.”

Syarat Syarat Mustahik Zakat

Disyaratkan bagi orang yang mengambil atau menerima zakat adalah merdeka, Islam, dan bukan termasuk keturunan Hasyim dan Muthollib, karena sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama :

ان هذه الصدقة أو ساخ الناس وانها لا تحل لمحمد ولا لأل محمد

dan karena berdasarkan perbuatan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Ketika Hasan meletakkan sebutir kurma dari harta zakat ke dalam mulutnya, Rasulullah mengambil kurma itu beserta air ludahnya dan berkata, ‘Kikh! Kikh! Sesungguhnya kami adalah keluarga Muhammad yang tidak halal bagi kami menerima harta zakat.’”,

Pengertian zakat sebagai kotoran manusia adalah apabila zakat tidak ditunaikan dari harta seseorang maka harta tersebut menjadi terkotori sebagaimana baju terkotori oleh kotoran (noda).

Sabda Rasulullah, (كخ كخ) seperti yang dikatakan oleh Syaikh Shoban dengan mengutip dari Ibnu Qosim adalah dengan dibaca kasroh pada huruf (ك) dan tasydid pada huruf (خ) yang dapat dibaca sukun dan kasroh.

Dikutip dari kitab Al-Qomus bahwa diperbolehkan tidak memberi tasydid pada huruf (خ) dan diperbolehkan mentanwinnya dan diperbolehkan menfathah huruf (ك) Lafadz (كخ كخ) adalah isim shout atau kata benda suara yang mengandung arti mencegah anak kecil menggunakan atau mengkonsumsi sesuatu.

Dikutip dari Syaikh Isthokhori sebuah pendapat yang mengatakan diperbolehkannya membagikan zakat kepada keturunan Hasyim dan Muthollib ketika mereka enggan menerima 1/5 hak mereka dari Baitul Maal. Syaikh Bajuri berkata, “Tidak apa-apa bertaklid atau mengikuti pendapat Isthokhori untuk saat ini, karena mereka para keturunan Hasyim dan Muthollib membutuhkan zakat.” Syaikh Muhammad Al-Fadholi cenderung pada pendapat Isthokhori ini karena kecintaannya kepada mereka. Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita melalui perantara mereka, yaitu para keturunan Hasyim dan Mutholib

[nextpage]

4. Puasa Ramadhan

Rukun Islam yang keempat adalah puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan diwajibkan atau difardhukan pada bulan Sya’ban tahun 2 Hijriah. Setelah mendapat perintah kewajiban, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berpuasa sebanyak 9 (sembilan) kali bulan Ramadhan. 1 (satu) bulan dari mereka, beliau berpuasa penuh dan 8 bulan sisanya beliau tidak berpuasa penuh.

[TANBIH]

Ketahuilah ! Sesungguhnya lafadz (رمضان) adalah isim ghoiru munshorif karena ilat sifat alamiah, kecuali apabila yang diinginkan dengan lafadz (رمضان) adalah setiap bulan Ramadhan tanpa menentukannya pada Ramadhan tertentu, maka ketika demikian, ia adalah isim munshorif atau dapat menerima tanwin karena berupa isim nakiroh. Sedangkan tetapnya huruf alif dan nun tambahan tidak melatar belakangi lafadz (رمضان) untuk tercegah dari tanwin, seperti yang dikatakan oleh As-Syarqowi

Syaikh Abu Al-Qosim berkata dalam kitabnya Bintu Al-Lailah dengan bahar Rojaz :

Begitu juga lafadz yang mengikuti wazan (فعلان) dengan huruf Faa (ف) yang berbeda beda.

Kamu mengatakan (مَرْوَانُ اَتَى كِرْمَانَ) dan (رَحِمَهُ اللهُ عَلَى عُثْمَانَ)

Lafadz yang mengikuti wazan ini apabila dimakrifatkan atau dikhususkan cakupan maksudnya, maka tidak dapat menerima tanwin dan apabila dinakirahkan, maka dapat menerima tanwin.

Abdullah Al-Fakihi berkata, “Maksudnya termasuk isim ghoiru munshorif adalah isim alam yang ditambahi dengan huruf alif (ا) dan nun (ن) di akhirnya yang berwazan (فُعْلَان) dengan dibaca tiga bentuk harokat (dhommah, kasroh, fathah) pada huruf faa, seperti lafadz, (مَرْوَان) (كِرْمَان) dan (عُثْمَان) Lafadz-lafadz ini apabila dimaksudkan pada arti yang makrifat karena sifat alamiah maka tidak dapat menerima tanwin karena adanya dua ilat, seperti contoh (مَرَرْتُ بِمَرْوَنَ) Dan apabila dimaksudkan pada arti nakiroh maka dapat menerima tanwin karena hilangnya ilat alamiah, seperti dalam kalam; (رُبَّ مَرْوَانٍ لَقَيته)

Usman berkata dalam kitab Tuhfatu Al-Khabib, “Bulan ini disebut dengan bulan Ramadhan karena kata (رمضان) diambil dari kata (الرمض) yang berarti membakar karena bulan Ramadhan adalah membakar dosa-dosa. Ahmad Muqri berkata dalam Al-Misbah, (رمضان) adalah nama bulan. Bulan tersebut disebut dengan nama (رمضان) karena asal artinya sesuai dengan (الرمض) yang berarti sangat panas. Bentuk jamak dari (رمضان) adalah (رمضانات) dan (ارمضاء).

[TABSHIROH]

Ahmad Al-Fasyani berkata, “Sesungguhnya ada yang mengatakan bahwa pengertian puasa mengandung pengertian yang umum, khusus, dan khususnya khusus. Pengertian puasa secara umum adalah mencegah perut dan farji dari mengikuti keinginan syahwat. Pengertian puasa secara khusus adalah mencegah pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya dari dosa-dosa. Pengertian puasa secara khususnya khusus adalah memalingkan hati dari keinginan-keinginan hina dan menjauhkannya dari segala sesuatu selain Allah."

[nextpage]

5. Haji

Rukun Islam yang kelima adalah haji ke Baitullah, maksudnya, menuju Baitullah karena untuk menunaikan haji atau umrah bagi orang yang mampu.

Haji termasuk salah satu syariat terdahulu, bahkan tidak ada seorang Nabi pun kecuali ia pasti pernah melakukan ibadah haji. Berbeda dengan pendapat ulama yang mengecualikan Nabi Hud dan Nabi Sholih.

Diriwayatkan bahwa Nabi Adam Alaihi Assalaam melakukan haji selama 40 tahun berjalan dari India. Begitu juga, Nabi Isa Alaihi Assalaam telah melakukan haji sebelum ia diangkat ke langit atau akan melakukan haji ketika ia turun ke bumi

Di dalam hadis disebutkan :

من قضى نسكه وسلم الناس من يده ولسانه غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر وإنفاق الدرهم الواحد في ذلك يعدل ألف ألف فيما سواه رواه الترمذي

“Barang siapa melaksanakan ibadah ibadah haji dan orang orang selamat dari (kejahatan) tangannya dan lisannya maka diampuni darinya dosa-dosa yang telah lalu dan yang mendatang. Meninfakkan satu dirham untuk melaksanakan ibadah haji adalah sama dengan meninfakkan satu juta dirham untuk ibadah lainnya.” (HR. Turmudzi)

Di dalam hadis disebutkan :

أن البيت الحرام يحجه كل عام سبعون ألفاً من البشر فإذا نقصوا عن ذلك أتمهم الله عز وجل من الملائكة وإذا زادوا على ذلك يفعل الله ما يريد وأن البيت المعمور في السماء الرابعة تحج إليه الملائكة كما تحج البشر إلى البيت الحرام

“Sesungguhnya setiap tahun, 70.000 manusia berhaji ke Bait Al-Haram. Ketika mereka kurang dari 70.000 maka Allah akan melengkapinya dengan para Malaikat. Dan ketika mereka lebih dari 70.000 maka Allah akan berbuat sesuai kehendaknya. Dan sesungguhnya Bait Al-Makmur yang berada di langit keempat dijadikan tempat haji bagi para Malaikat sebagaimana manusia berhaji ke Bait Al-Haram.”

[NUKTAH]

Diceritakan dari Muhammad bin Munkadir bahwa ia telah melakukan haji sebanyak 33 kali. Ketika ia melakukan hajinya yang terakhir, ia berkata di Arofah. “Ya Allah ! Sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku telah berdiri disini sebanyak 33 kali. Haji pertama adalah untuk kewajibanku. Haji kedua adalah untuk ayahku. Haji ketiga adalah untuk ibuku. Dan aku bersaksi kepadamu. Ya Tuhanku ! bahwa yang 30 haji sisanya aku hadiahkan kepada orang yang berdiri di tempatku ini yang tidak Engkau terima ibadah hajinya.” Setelah itu, ketika ia pergi dari Arofah, tiba-tiba ada seruan, “Hai Ibnu Munkadir ! Apakah kamu berusaha lebih mulia dibanding Dzat yang menciptakan kemuliaan dan anugerah ? Demi kemuliaanku dan keagunganku ! Sesungguhnya Aku telah mengampuni orang orang yang berdiri di Arofah jauh jauh 1000 tahun sebelum Aku menciptakan Arofah.’”

[TAUDIH]

Perkataan Syaikh Salim bin Sumair Al-Khadromi, (حج) adalah dengan difathah dan dikasroh huruf haa (ح) yaitu bentuk masdar yang diidhofahkan pada maf’ulnya. Lafadz (من) adalah faa’ilnya yang menjadi isim maushul yang dimabnikan sukun pada mahal rofa. Taqdir atau perkiraannya adalah (وأن يحج البيت المستطيع). Begitu juga susunan lafadz yang tercantum dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, yaitu sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama (بني الإسلام على خمس) Sampai (وحج البيت) Seperti yang dikatakan oleh Ali Asymuni dalam kitabnya yang diberi judul dengan Manhaj As-Saalik. Adapun lafadz, (حجّ البيت) dalam Firman Allah :

والله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيل

Maka lafadz (من) tidak harus menjadi faa’il, tetapi memungkinkan menjadi badal dari lafadz (الناس) yang merupakan badal min kul yang roobith (dhomirnya) dibuang karena dianggap mafhum. Taqdirnya adalah (من استطاع منهم) dan memungkinkan menjadi mubtada yang khobarnya dibuang. Taqdirnya adalah (فعليه أن يحجّ) atau memungkinkan menjadi (من) syartiah yang jawabnya dibuang. Taqdirnya adalah (فليحج) seperti yang dikatakan oleh Shoban dalam Khasyiahnya.

Perkataannya Syaikh Salim bin Sumair Al-Khadromi (إليه). adalah ‘a-id (dhomir) yang kembali atau merujuk pada lafadz (البيت) yang berta’alluq atau berhubungan dengan lafadz (استطاع) Sedangkan lafadz (سبيلا) bisa menjadi maf’ul bihi bagi lafadz (استطاع) atau tamyiz menurut pertimbangan Syaikhuna Umar Al-Baqoi dan Umar Al- Jabroti. Taqdirnya adalah kalimah (من جهة السبيل).

(والله اعلم)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Ikuti Kami