Mukasyafatul Qulub | Biografi Imam Al-Ghozali

تَرْجَمَةُ حَيَاةِ الْإِمَامِ مُحَمَّدٍ الْغَزَالِيِّ
Biografi Imam Muhammad Al-Ghazali
نَسَبُهُ وَمَوْلِدُهُ:
Nasab dan Kelahirannya:
اَلْإِمَامُ الْغَزَالِيُّ هُوَ أَبُو حَامِدٍ مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْغَزَالِيُّ الْمُلَقَّبُ حُجَّةَ الْإِسْلَامِ زَيْنَ الدِّينِ الطُّوسِيُّ الفَقِيْهُ الشَّافِعِيُّ. وُلِدَ بِطُوْسٍ سَنَةَ خَمْسِيْنَ وَأَرْبَعِمِائَةٍ.
Imam Al-Ghazali adalah Abū Ḥāmid Muḥammad bin Muḥammad bin Muḥammad Al-Ghazāli, yang diberi gelar Ḥujjatul Islām Zainuddīn Aṭ-Ṭūsī, seorang ahli fikih bermazhab Syafi’i. Ia dilahirkan di Ṭūs pada tahun empat ratus lima puluh Hijriah (450 H).
Catatan Kitab Mukasyafatul Kunyah Biografi Imam Ghozali1.Abu Hamid adalah kunyah Imam Ghozali. Nama asli beliau adalah Muhammad
وَيُحْكَى أَنَّ وَالِدَهُ كَانَ صَالِحًا لَا يَأْكُلُ إِلَّا مِنْ كَسْبِ يَدِهِ يَعْمَلُ فِي غَزْلِ الصُّوفِ وَيَبِيْعُهُ فِي دُكَّانِهِ.
Dihikayatkan bahwa ayahnya terbukti adalah seorang yang saleh, ia tidak memakan sesuatu kecuali dari hasil tangannya sendiri. Ia bekerja menggulung benang wol dan menjualnya di tokonya.
وَلَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ أَوْصَى بِهِ وَبِأَخِيْهِ أَحْمَدَ إِلَى صَدِيقٍ لَهُ مُتَصَوِّفٍ وَمِنْ أَهْلِ الْخَيْرِ.
Ketika ajalnya mendekat kepadanya, ia berwasiat mengenai Imam Ghozali dan saudaranya Ahmad kepada seorang sahabatnya yang merupakan seorang sufi dan termasuk dari ahli kebaikan.
وَقَالَ لَهُ: إِنَّ لِي لَتَأَسُّفًا عَظِيْمًا عَلَى تَعَلُّمِ الْخَطِّ وَأَشْتَهِيْ اِسْتِدْرَاكَ مَا فَاتَنِي فِي وَلَدَيَّ هَذَيْنِ فَعَلِّمْهُمَا وَلَا عَلَيْكَ أَنْ تُنْفِذَ فِي ذَلِكَ جَمِيْعَ مَا أُخْلِفُهُ لَهُمَا.
Ia berkata kepada sahabatnya: “Sungguh aku memiliki penyesalan yang sangat besar terhadap pelajaran tulisan, dan aku berharap bisa mengejar apa yang telah luput dariku pada kedua anakku ini. Maka ajarilah mereka berdua, dan jangan engkau sungkan dalam hal itu untuk memakai semua harta yang aku tinggalkan harta tersebut untuk mereka berdua.”
فَلَمَّا مَاتَ أَقْبَلَ الصُّوفِيُّ عَلَى تَعْلِيْمِهِمَا إِلَى أَنْ فَنَى ذَلِكَ النَّزَرُ الْيَسِيْرُ الَّذِي خَلَّفَهُ لَهُمَا أَبُوْهُمَا
Maka ketika ia meninggal, sang sufi pun bersedia menerima untuk pengajaran keduanya sampai habis harta yang sedikit itu yang ditinggalkan harta itu untuk mereka berdua oleh ayah mereka berdua.
فَقَالَ لَهُمَا: اِعْلَمَا أَنِّي قَدْ أَنْفَقْتُ عَلَيْكُمَا مَا كَانَ لَكُمَا وَأَنَا رَجُلٌ مِنَ الْفَقْرِ لَا مَالَ لِي أُوَ اسِيكُمَا بِهِ, أَنْ تَلْجَئَا إِلَى مَدْرَسَةٍ فَإِنَّكُمَا مِنْ طَلَبَةِ الْعِلْمِ فَيَحْصُلُ لَكُمَا قُوْتٌ يُعِينُكُمَا عَلَى وَقْتِكُمَا
Lalu dia berkata kepada keduanya: “Ketahuilah oleh kalian berdua, sungguh aku telah menafkahi kalian berdua dari harta yang ada pada kalian berdua, dan aku adalah lelaki dari kalangan orang miskin, tidak ada harta padaku, yang bisa aku bantu kalian dengan itu ? Hendaknya kalian berdua meminta tempat berlindung ke madrasah karena kalian termasuk penuntut ilmu, sehingga kalian bisa mendapatkan makanan yang dapat membantu kalian untuk waktu kalian berdua.”
فَفَعَلَا ذَلِكَ وَكَانَ هُوَ السَّبَبُ فِي سَعَادَتِهِمَا وَعُلُوِّ دَرَجَتِهِمَا.
Maka keduanya pun melakukan itu, dan terbukti itu adalah sebab kebahagiaan mereka berdua dan menjadi tingginya derajat mereka berdua.
وَكَانَ الْغَزَالِيُّ يُحْكِى ذَلِكَ وَيَقُوْلُ: طَلَبْنَا الْعِلْمَ لِغَيْرِ اللّٰهِ فَأَبَى أَنْ يَكُونَ إِلَّا لِلّٰهِ.
Dan terbukti Imam Ghazālī menceritakan itu seraya berkata: “Kami pernah mencari ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itu menolak karena adanya ilmu itu hanya karena Allah semata.”
وَقَدْ كَانَ وَالِدُ الْغَزَالِيِّ رَحِمَهُ اللّٰهُ يَطُوْفُ عَلَى الْمُتَفَقِّهَةِ وَيُجَالِسُهُمْ وَيَتَوَفَّرُ عَلَى خِدْمَتِهِمْ وَيَجِدُّ فِى الْإِحْسَانِ إِلَيْهِمْ وَالنَّفَقَةِ بِمَا يُمْكِنُهُ عَلَيْهِمْ
Dan benar-benar terbukti Ayah Imam Ghazālī, semoga Allah merahmatinya, biasa berkeliling kepada para ahli fiqh dan duduk bersama mereka, serta ia menyempurnakan untuk melayani mereka dan ia bersungguh-sungguh dalam berbuat baik kepada mereka dan memberikan nafkah dengan perkara yang ia mampu berikan perkara itu kepada mereka.
وَكَانَ إِذَا سَمِعَ كَلَامَهُمْ بَكَى وَتَضَرَّعَ وَسَأَلَ اللّٰهَ أَنْ يَرْزُقَهُ اِبْنًا وَاعِظًا وَيَجْعَلَهُ فَقِيْهًا فَاسْتَجَابَ اللّٰهُ دَعْوَتَيْهِ
Dan terbukti ketika dia mendengar perkataan mereka, maka ia menangis dan merendahkan diri dengan penuh harapan, dan ia memohon kepada Allah agar diberi rizki seorang anak yang pandai memberi nasihat dan menjadikannya orang yang faqih, maka Allah mengabulkan keduadoanya.
أَمَّا أَبُو حَامِدٍ فَكَانَ أَفْقَهَ أَقْرَانِهِ وَإِمَامَ أَهْلِ زَمَانِهِ وَأَمَّا أَحْمَدُ فَكَانَ وَاعِظًا تَلِيْنُ الصُّمُّ الصَّخُورُ عِنْدَ سِمَاعِ تَحْذِيْرِهِ وَتَرْتَعِدُ فَرَائِصُ الْحَاضِرِيْنَ فِي مَجَالِسِ تَذْكِيْرِهِ.
Adapun Imam Abu Hāmid, maka terbukti ia adalah yang paling faqih di antara teman-teman sebayanya, dan dia adalah imam pada zamannya. Adapun Imam Ahmad maka terbukti dia adalah seorang pemberi nasihat, menjadi lembut orang-orang tuli laksana batu keras ketika mendengar peringatannya, dan bergetar tulang-tulang persendian hadirin di majelis nasihatnya .
قَرَأَ الْغَزَالِيُّ فِي صِبَاهِ طَرْفًا مِنَ الْفِقْهِ عَلَى أَحْمَدَ مُحَمَّدٍ الرَّاذْكَانِيِّ ثُمَّ قَدِمَ بَعْدَ ذَلِكَ إِلَى نَيْسَابُورَ وَلَازَمَ إِمَامَ الْحَرَمَيْنِ أَبَا الْمَعَالِي الْجُوَيْنِيَّ وَجَدَّ وَاجْتَهَدَ حَتَّى بَرَعَ فِي الْمَذْهَبِ وَالْخِلَافِ وَالْجَدَلِ وَالْمَنْطِقِ،وَقَرَأَ الْحِكْمَةَ وَالْفَلْسَفَةَ وَأَحْكَمَ كُلَّ ذَلِكَ وَفَهِمَ كَلَامَ أَهْلِ هَذِهِ الْعُلُومِ.
Imam Ghazālī mengaji di masa kecilnya sebahagian ilmu fiqh kepada Ahmad bin Muḥammad al-Rādhī al-Kānī, kemudian setelah itu dia pergi ke Nīsābūr dan terus mengikuti Imam al-Haramain Abū al-Ma‘ālī al-Juwaynī, dia bersungguh-sungguh dan berusaha hingga dia mahir dalam ilmu mazhab, ilmu perbedaan pendapat, ilmu perdebatan, ilmu logika, membaca hikmah dan filsafat, dia menguasai semua itu dan memahami ucapan para ahli dari ilmu-ilmu ini.
وَتَصَدَّى لِلرَّدِّ عَلَيْهِمْ وَإِبْطَالِ دَعَاوِيْهِمْ وَصَنَّفَ فِي كُلِّ فَنٍّ مِنْ هَذِهِ الْعُلُوْمِ كُتُبًا أَحْسَنَ تَأْلِيفَهَا وَأَجَادَ وَضْعَهَا.
lalu dia menghadapi untuk menolak mereka dan membantah klaim-klaim mereka, dan dia menulis kitab dalam setiap cabang ilmu dalam ilmu- ilmu ini dengan kitab-kitab terbaik pengarangannya dan ia membaguskan penataannya.
وَكَانَ الْغَزَالِيُّ شَدِيْدَ الذَّكَاءِ شَدِيْدَ النَّظَرِ قَوِيَّ الْحَافِظَةِ بَعِيْدَ الْغَوْرِ غَوَّاصًا عَلَى الْمَعَانِي مُنَاظِرًا مِحْجَاجًا.
Dan terbukti Imam Ghazali adalah seorang yang sangat cerdas, sangat tajam pandangannya, kuat hafalannya, sangat dalam pemahamannya, menyelam dalam makna-makna, ahli debat kuat dalam berargumentasi.
وَلَمَّا مَاتَ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ “الْجُوَيْنِيُّ” خَرَجَ الْغَزَالِيُّ قَاصِدَ الْوَزِيْرَ: “نِظَامَ الْمُلْكِ”.
Dan ketika telah wafat Imam al-Haramain “al-Juwaini”, maka Imam Ghazali keluar menuju sang wazir: “Nizhamul Mulk”.
Catatan Kitab Mukasyafatul Qulub1.Nidzhamul mulk adalah seorang wazir atau perdana menteri kesulatan saljuk dan cendikiawan keturuan persia.
2.Nama aslinya adalah Abu Ali al-Husain bin Ali bin Ishaq bin Abbas at-Thusi
وَكَانَ مَجْلِسُهُ مَجْمَعَ أَهْلِ الْعِلْمِ فَنَاظَرَ الْأَئِمَّةَ الْعُلَمَاءَ فِي مَجْلِسِهِ وَظَهَرَ كَلَامُهُ عَلَيْهِمْ وَاعْتَرَفُوْا بِفَضْلِهِ وَتَلَقَّاهُ الصَّاحِبُ بِالتَّعْظِيْمِ وَالتَّبْجِيْلِ.
Dan terbukti majelisnya adalah tempat berkumpulnya para ahli ilmu. Ia bertukar fikiran dengan para imam ulama di dalam majelisnya, dan tampaklah keunggulan ucapannya atas mereka, lalu mereka mengakui keutamaannya, dan sang pembesar menyambutnya dengan penuh penghormatan dan pemuliaan.
وَوَلَّاهُ تَدْرِيْسَ مَدْرَسَتِهِ النِّظَامِيَّةِ بِبَغْدَادَ سَنَةَ أَرْبَعٍ وَثَمَانِيْنَ وَأَرْبَعِمِائَةٍ فَقَدِمَهَا فِي تَجَمُّلٍ كَبِيرٍ.
Dan sang wajir mengangkat Imam Ghozali untuk mengajar di Madrasahnya Nizhamiyyah di Baghdad pada tahun 484 H. Maka Imam Ghozali datang ke sana dengan keindahan yang sangat mengesankan.
وَتَلْقَاهُ النَّاسُ وَنَفَذَتْ كَلِمَتُهُ وَعَظُمَتْ حَشْمَتُهُ حَتَّى غُلِبَتْ عَلَيْهِ حَشْمَةُ الْأُمَرَاءِ وَالْوُزَرَاءِ وَأَعْجَبَ الْخَلْقُ بِحُسْنِ كَلَامِهِ وَكَمَالِ فَضْلِهِ وَفَصَاحَةِ لِسَانِهِ وَنُكَتِهِ الدَّقِيْقَةِ وَإِشَارَاتِهِ اللَّطِيفَةِ وَأَحَبُّوْهُ.
Dan orang-orang menjumpainya, telah meyebar ucapannya, menjadi besar wibawanya, hingga terkalahkan dengan wibawanya wibawa para amir dan menteri. Makhluk pun merasa kagum karena keindahan tutur katanya, sempurna keutamaannya, kefasihan lisannya, gagasannya yang lembut, dan isyarat-isyaratnya yang lembut. Maka mereka pun mencintainya.
وَأَقَامَ عَلَى تَدْرِيْسِ الْعِلْمِ وَنَشْرِهِ بِالتَّعْلِيْمِ وَالْفُتْيَا وَالتَّصْنِيْفِ مُدَّةً
Dan ia terus menetap dalam mengajarkan ilmu dan menyebarkannya dengan pengajaran, fatwa-fatwa, dan penulisan selama beberapa waktu
كَانَ عَظِيْمَ الْجَاهِ عَالِيَ الرُّتْبَةِ مَسْمُوْعَ الْكَلِمَةِ مَشْهُوْرَ الْاِسْمِ تُضْرَبُ بِهِ الْأَمْثَالُ.
Imam Ghozali terbukti Agung kedudukannya, tinggi martabatnya, didengar tutur katanya, terkenal namanya, dan beliau dijadikan permisalan.
وَتُشَدُّ إِلَيْهِ الرِّحَالُ حَتَّى شَرُفَتْ نَفْسُهُ عَنْ كُلِّ جَاهٍ وَتَرَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ وَرَحَلَ إِلَى بَيْتِ اللّٰهِ الْحَرَامِ فِي مَكَّةَ الْمُكَرَّمَةِ،
Dan orang-orang yang menempuh perjalanan tertuju kepadanya, hingga menjadi mulia dirinya dari segala kedudukan, lalu ia tinggalkan semua itu di belakang punggungnya, dan ia berangkat menuju ke Baitullāh al-Ḥarām di Makkah al-Mukarramah.
فَخَرَجَ إِلَى الْحَجِّ فِي شَهْرِ ذِي الْحِجَّةِ سَنَةَ ثَمَانٍ وَثَمَانِينَ وَأَرْبَعِمِائَةٍ (٤٨٨) هِجْرِيَّةٍ، وَاسْتَنَابَ أَخَاهُ فِي التَّدْرِيسِ بِبَغْدَادَ.
ia keluar untuk menunaikan haji pada bulan Dzulhijjah tahun 488 Hijriyah, dan ia mewakilkan saudaranya untuk mengajar di Baghdad.
وَدَخَلَ دِمَشْقَ بَعْدَ عَوْدَتِهِ مِنَ الْحَجِّ فِي سَنَةِ تِسْعٍ وَثَمَانِينَ وَأَرْبَعِمِائَةٍ (٤٨٩) هِجْرِيَّةٍ، فَلَبِثَ فِيهَا أَيَّامًا يَسِيرَةً ثُمَّ تَوَجَّهَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَجَاوَرَ رَبَّهُ مُدَّةً.
Dan ia memasuki Damaskus setelah kembali dari haji pada tahun 489 Hijriyah, lalu ia tinggal di sana beberapa hari saja, kemudian ia menuju ke Baitul Maqdis, dan menetap di sana mendekatkan diri kepada Rabb-nya selama beberapa waktu.
ثُمَّ عَادَ إِلَى دِمَشْقَ، وَاعْتَكَفَ فِي الْمَنَارَةِ الْغَرْبِيَّةِ مِنَ الْجَامِعِ وَبِهَا كَانَتْ إِقَامَتُهُ.
Kemudian ia kembali ke Damaskus, lalu beriʿtikāf di menara bagian barat dari masjid jamiʿ, dan di sanalah ia menetap.
وَقَدْ صَادَفَ دُخُولُهُ يَوْمًا الْمَدْرَسَةَ الْأَمِيْنَةَ فَوَجَدَ الْمُدَرِّسَ يَقُولُ: قَالَ الْغَزَالِيُّ، وَهُوَ يُدَرِّسُ كَلَامَهُ، فَخَشِيَ الْغَزَالِيُّ عَلَى نَفْسِهِ الْعُجْبَ فَفَارَقَ دِمَشْقَ وَأَخَذَ يَجُولُ فِي الْبِلَادِ.
Dan sunnguh pernah terjadi pada suatu hari ia memasuki Madrasah al-Amīnah, lalu ia mendapati sang pengajar berkata: “Telah berkata al-Ghazālī,” dan dia mengajarkan perkataan Imam Ghozali. Maka Imam Ghazālī pun khawatir terhadap dirinya terkena sifat ujub, lalu ia meninggalkan Damaskus dan mulai berkeliling ke berbagai negeri.
فَدَخَلَ مِصْرَ وَتَوَجَّهَ إِلَى الْإِسْكَنْدَرِيَّةِ فَأَقَامَ بِهَا مُدَّةً، وَقِيلَ: إِنَّهُ عَزَمَ عَلَى الْمَضِيِّ إِلَى السُّلْطَانِ يُوسُفَ بْنِ تَاشْفِينٍ سُلْطَانِ الْمَغْرِبِ لِمَا بَلَغَهُ مِنْ عَدْلِهِ
Lalu ia memasuki Mesir dan menuju ke Iskandariyyah, maka ia tinggal di sana beberapa waktu. Dan dikatakan bahwa ia bertekad untuk pergi menuju Sultan Yūsuf bin Tāsyfīn, penguasa Maghrib, karena sampai kepadanya berita tentang keadilannya.
فَبَلَغَهُ مَوْتُهُ وَاسْتَمَرَّ يَجُولُ فِي الْبُلْدَانِ حَتَّى عَادَ إِلَى خُرَاسَانَ وَدَرَّسَ بِالْمَدْرَسَةِ النِّظَامِيَّةِ بِنَيْسَابُورَ مُدَّةً يَسِيرَةً.
Maka sampailah berita wafatnya sang sultan, kemudian Imam Ghozali terus berkeliling di berbagai negeri hingga kembali ke Khurāsān dan mengajar di Madrasah Nizāmiyyah di Naisabur untuk waktu yang singkat.
ثُمَّ رَجَعَ إِلَى طُوسٍ وَاتَّخَذَ إِلَى جَانِبِ دَارِهِ مَدْرَسَةً لِلْفُقَهَاءِ وَخَانِقَاهَ لِلصُّوفِيَّةِ
Kemudian ia kembali ke Tus dan ia mendirikan di samping rumahnya sebuah madrasah untuk para fuqaha serta sebuah khāniqah untuk para sufi.
وَوَزَّعَ أَوْقَاتَهُ عَلَى وَظَائِفَ مِنْ خَتْمِ الْقُرْآنِ وَمُجَالَسَةِ أَرْبَابِ الْقُلُوْبِ وَالتَّدْرِيْسِ لِطَلَبَةِ الْعِلْمِ وَإِدَامَةِ الصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ وَسَائِرِ الْعِبَادَاتِ إِلَى أَنْ اِنْتَقَلَ إِلَى رَحْمَةِ اللّٰهِ تَعَالَى وَرِضْوَانِهِ.
Ia membagi waktunya untuk berbagai tugas, seperti mengkhatamkan Al-Qur’an, bermajlis dengan orang-orang yang merawat hati, mengajar para pencari ilmu, serta dawam melaksanakan shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya, hingga ia berpindah menuju rahmat dan ridha Allah ﷻ.
وَكَانَتْ وَفَاتُهُ بِطُوْسٍ فِي يَوْمِ الْإِثْنَيْنِ رَابِعَ عَشَرَ جُمَادَى الآخِرَةِ سَنَةَ خَمْسٍ وَخَمْسِمِائَةٍ (٥٠٥ هجرية)، وَعُمْرُهُ خَمْسٌ وَخَمْسُوْنَ سَنَةً.
Wafatnya terjadi di Tus pada hari Senin, tanggal empat belas Jumādil Akhir tahun lima ratus lima (505) Hijriah, pada usia lima puluh lima tahun.
قَالَ أَبُو الْفَرَجِ بْنُ الْجَوْزِيِّ فِي كِتَابِ “الثَّبَاتِ عِنْدَ الْمَمَاتِ”: قَالَ أَحْمَدُ أَخُو الْإِمَامِ الْغَزَالِيِّ: لَمَّا كَانَ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ وَقْتَ الصُّبْحِ تَوَضَّأَ أَخِيْ أَبُو حَامِدٍ وَصَلَّى وَقَالَ: عَلَيَّ بِالْكَفَنِ فَأَخَذَهُ وَقَبَّلَهُ وَوَضَعَهُ عَلَى عَيْنَيْهِ وَقَالَ: سَمْعًا وَطَاعَةً لِلدُّخُوْلِ عَلَى الْمَلِكِ ثُمَّ مَدَّ رِجْلَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَمَاتَ قَبْلَ الْإِسْفَارِ قَدَّسَ اللّٰهُ سِرَّهُ.
Abul Faraj ibnul Jawzi berkata dalam kitab “Ats-Tsabāt ‘Indal Mamāt”: Telah berkata Ahmad, saudara Imam al-Ghazālī: Pada hari Senin saat pagi, saudaraku Abu Hāmid berwudhu dan shalat, lalu berkata: “beri saya kain kafan.” Kemudian ia mengambilnya, mencium, dan meletakkannya di atas kedua matanya, lalu berkata: “Saya siap dan taat untuk menemui Sang Raja.” Kemudian ia meluruskan kakinya, menghadap kiblat, dan meninggal dunia sebelum waktu Isfar. Semoga Allah menyucikan rahasianya.
هَذَا وَقَدْ رَثَاهُ الأَدِيبُ أَبُو الْمُظَفَّرِ مُحَمَّدُ الْأَبْيُوْرُدِيُّ، الشَّاعِرُ الْمَشْهُورُ بِأَبْيَاتٍ فَائِيَةٍ مِنْهَا:
Demikianlah, dan sungguh telah mengenangnya sang sastrawan Abu al-Muzaffar Muhammad al-Abyurdi, penyair terkenal dengan bait-bait yang semuanya berakhir dengan huruf “fa”, di antaranya:
مَضَى وَأَعْظَمُ مَفْقُودٍ فَجَعْتُ بِهِ * مَنْ لَا نَظِيْرَ لَهُ فِي النَّاسِ يُخْلِفُهُ
Telah berlalu, dan dia adalah kehilangan terbesar aku sedih karenanya * Orang yang tiada tanding baginya di antara manusia menggantikannya.
وَتَمَثَّلَ الْإِمَامُ إِسْمَاعِيْلُ الْحَاكِمِيُّ بَعْدَ وَفَاتِهِ بِقَوْلِ أَبِي تَمَامٍ مِنْ جُمْلَةِ قَصِيْدَةٍ مَشْهُورَةٍ لَهُ:
Imam Ismā‘īl al-Ḥākimī menggambarkan setelah wafatnya dengan ucapan Abu Tammām dari salah satu bait puisi terkenalnya:
عَجِبْتُ لِصَبْرِيْ بَعْدَهُ وَهُوَ مَيِّتٌ * وَكُنْتُ إِمْرَأٌ أَبْكِي دَمًا وَهُوَ غَائِبٌ
Aku heran atas kesabaranku setelah kepergiannya, padahal dia sudah meninggal * Padahal dulu aku adalah orang yang menangis darah padahal dia tiada.
Catatan Kitab Mukasyafatul Qulub1.Penyair menyatakan keheranan atas dirinya sendiri: bagaimana bisa dia tetap sabar, padahal orang yang dicintainya telah meninggal.
2.Padahal dulu, saat orang itu hanya pergi jauh (masih hidup), ia menangis darah, bukan sekadar air mata. dalam bahasa indonesi Ini adalah hiperbola.
عَلَى أَنَّهَا الأَيَّامُ قَدْ صِرْنَ كُلَّهَا * عَجَائِبَ حَتَّى لَيْسَ فِيْهَا عَجَائِبٌ
Bahwa sesungguhnya hari-hari itu telah menjadi seluruhnya * Sesuatu yang penuh keajaiban hingga di dalamnya tidak ada lagi keajaiban.
وَقَدْ دُفِنَ الْغَزَالِيُّ رَحِمَهُ اللّٰهُ بِظَاهِرِ الطَّابِرَانِ وَهِيَ تِصْبَةُ طُوسٍ رَحِمَهُ اللّٰهُ تَعَالَى
Dan sesungguhnya Imam Ghazālī, semoga Allah merahmatinya, telah dikuburkan di Dāhirit Ṭābirān, yang merupakan sebuah daerah di Ṭūs, semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang luas.