Terjemah Kitab Tanqihul Qoul Bab 11 | Keutamaan Masjid-Masjid

19 Nov, 2025
Nama kitab:Tanqihul Qoul
Judul kitab Arab: تنقيح القول الحثيث
Judul terjemah: Terjemah Kitab Tanqihul Qoul
Mata Pelajaran:Hadits, Keutamaan Amal
Musonif:Syekh Nawawi al-Bantani
Nama Arab:الشيخ محمد بن عمر النووي البنتني
Lahir:813 Masehi; 1230 H, Tanara, Banten, Indonesia
Wafat:1897 M; 1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H / 22 Februari 1274 M
Penerjemah:Ahsan Dasuki

Tanqihul Qoul Bab kesebelas Tentang Keutamaan Masjid Masjid

Tanqihul QoulImage by © LILMUSLIMIIN

اَلْبَابُ الْحَادِي عَشَرَ: فِي فَضِيْلَةِ الْمَسَاجِدِ

Bab Yang Kesebelas Tentang Keutamaan Masjid Masjid

Ayat Al-Qur’an Tentang Keutamaan Masjid-Masjid

قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى: ﴿ فِيْ بُيُوتٍ أَذِنَ اللّٰهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهُ [النور: ٣٦] وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللّٰهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ [الحج: ٣٢]

Telah berfirman Allah Ta’ala: (Cahaya itu ada) di rumah-rumah yang telah Allah perintahkan untuk dimuliakan dan disebut di dalamnya nama-Nya﴿ [An-Nur: 36] Dan telah berfirman Allah Ta’ala: Dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati. ﴿ [Al-Hajj: 32]

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَنْ يُّعَظِّمْ حُرُمٰتِ اللّٰهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ عِنْدَ رَبِّهٖۗ [الحج: ٣٠]

Dan telah berfirman Allah Ta’ala: Dan barangsiapa yang mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (ḥurumāt) maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya﴿ [Al-Hajj: 30]

وَرُوِيْنَا عَنْ بُرَيْدَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: [إِنَّمَا بُنِيَتِ الْمَسَاجِدُ لِمَا بُنِيَتْ لَهُ]. رَوَاهُ مُسْلِمٌ كَذَا فِي الْأَذْكَارِ.

Dan telah diriwayatkan kepada kami dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, telah berkata Rasulullah ﷺ: [Sesungguhnya masjid-masjid dibangun itu hanya untuk sesuatu yang dibangun padanya (sesuai dengan tujuan pembangunannya)]. Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Muslim, demikian pula dalam kitab Al-Adzkar.

Hadits 1: Masjid Sebagai Rumah Setiap Mukmin

(قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ مُؤْمِنٍ) رَوَاهُ أَبُو نُعَيْمٍ عَنْ سَلْمَانَ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ، لَكِنْ لَهُ شَوَاهِدُ

(Telah bersabda Nabi ﷺ: Masjid adalah rumah bagi setiap orang mukmin) Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Abu Nu’aim dari Salman dengan sanad yang lemah, akan tetapi hadits ini memiliki syawahid,

Catatan Kitab Tanqihul Qoul Makna Syawahid
    
1.

شَوَاهِدُ adalah hadits lain yang diriwayatkan dari sahabat lain dengan lafadz atau makna yang sama dengan hadits pertama.

أَيْ فَكُلُّ مُسْلِمٍ لَهُ فِيْهِ حَقٌّ قَالَ الْمَنَاوِيُّ، وَفِيْ رِوَايَةٍ كُلُّ تَقِيٍّ لَكِنْ لَا يُشْغِلُهُ بِغَيْرِ مَا بُنِيَ لَهُ أَفَادَ ذَلِكَ الْعَزِيْزِيُّ

maksudnya, setiap muslim itu ia memiliki hak di dalamnya, telah berkata Imam Al-Manawi dan dalam riwayat lain “setiap orang yang bertakwa”, namun tidak menyibukkannya dengan selain perkara yang dibangun padanya (dengan selain tujuan pembangunannya). Telah menjelaskan tentangnya Syekh Al-‘Azizi.

Hadits 2: Kesaksian Iman Bagi Orang Yang Membiasakan Diri Ke Masjid

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ مُلَازِمَ الْمَسْجِدِ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالْإِيْمَانِ) أَيْ اِقْطَعُوا لَهُ بِهِ،

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Apabila kalian melihat seseorang yang senantiasa berada di masjid, maka bersaksilah kalian untuknya dengan iman) maksudnya, pastikanlah untuknya dengan iman,

فَإِنَّ الشَّهَادَةَ قَوْلٌ صَدَرَ عَلَى مُوَاطَأَةِ الْقَلْبِ اللِّسَانَ عَلَى سَبِيْلِ الْقَطْعِ،

karena kesaksian adalah ucapan yang keluar dari kesesuaian antara hati dan lisan secara pasti,

وَفِيْ رِوَايَةِ أَحْمَدَ وَالتِّرْمِذِيِّ وَابْنِ مَاجَهْ وَابْنِ خُزَيْمَةَ وَابْنِ حِبَّانَ وَالْحَاكِمِ وَالْبَيْهَقِيِّ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ،

dan dalam riwayat Imam Ahmad, Imam At-Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Ibnu Hibban, Imam Al-Hakim, dan Imam Al-Baihaqi dari Abu Sa’id Al-Khudri:

إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالْإِيْمَانِ فَإِنَّ اللّٰهَ يَقُوْلُ ﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّٰهِ مَنْ آمَنَ بِاللّٰهِ﴾ [التوبة: ١٨]

apabila kalian melihat seseorang yang membiasakan ke masjid, maka bersaksilah kalian untuknya dengan iman, karena sesungguhnya Allah berfirman ****Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah﴿ [At-Taubah: 18]

وَهَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ وَفِيْ رِوَايَةٍ يَتَعَاهَدُ الْمَسْجِدَ، وَالْمُرَادُ بِاعْتِيَادِ الْمَسَاجِدِ أَنْ يَكُوْنَ قَلْبُهُ مُعَلَّقًا بِهَا مُنْذُ يَخْرُجُ مِنْهَا إِلَى أَنْ يَعُوْدَ إِلَيْهَا،

dan ini adalah hadits yang shahih. Dalam riwayat lain disebutkan “merawat masjid”, dan yang dimaksud dengan membiasakan ke masjid-masjid adalah hatinya terpaut padanya sejak ia keluar darinya hingga ia kembali ke padanya,

وَنَقَلَ بَعْضُهُمْ عَنِ النَّوَوِيِّ، أَيْ أَنْ يَكُوْنَ شَدِيْدَ الْحُبِّ لَهَا وَالْمُلَازَمَةِ لِلْجَمَاعَةِ فِيْهَا، وَلَيْسَ مَعْنَاهُ دَوَامُ الْقُعُوْدِ فِيْهَا كَذَا أَفَادَ الْعَزِيْزِيُّ

dan sebagian ulama menukil dari Imam An-Nawawi, maksudnya, ia terbukti sangat cinta padanya dan senantiasa berjamaah di dalamnya, dan bukanlah maknanya membiasakan ke masjid adalah terus-menerus duduk di dalamnya. Demikianlah Sykeh Al-Azizi telah menjelaskan.

Hadits 3: Larangan Berbicara Urusan Dunia Di Masjid

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَكَلَّمَ بِكَلَامِ الدُّنْيَا فِي الْمَسْجِدِ أَحْبَطَ اللّٰهُ عَمَلَهُ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً)

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Barangsiapa berbicara dengan perkataan dunia di dalam masjid, maka Allah pasti akan menghapus amalnya selama empat puluh tahun)

قَالَ ابْنُ حَجَرٍ الْهَيْتَمِيُّ فِيْ تَنْبِيْهِ الْأَخْيَارِ: وَسُنَّ أَنْ يُقَالَ لِمَنْ أَنْشَدَ فِي الْمَسْجِدِ شِعْرًا غَيْرَ مَطْلُوْبٍ فَضَّ اللّٰهُ فَاكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ،

telah berkata Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tanbihul Akhyar: Dan disunnahkan untuk mengatakan kepada orang yang melantunkan syair yang tidak dianjurkan di dalam masjid, “Semoga Allah memecahkan mulutmu” sebanyak tiga kali,

وَيُنْدَبُ تَنْزِيْهُ الْمَسْجِدِ عَنْ حَدِيْثِ الدُّنْيَا وَخُصُوْمَةٍ، وَرَفْعِ صَوْتٍ وَشَهْرِ سِلَاحٍ وَيُكْرَهُ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْهُ مَحَلًّا مَخْصُوْصًا لَا يُصَلَّى فِيْهِ غَيْرُهُ، وَيُكْرَهُ تَدَافُعُ الْإِمَامَةِ، بَلْ يَتَقَدَّمُ مَنْ لَهُ حَقُّ الْإِمَامَةِ.

dan dianjurkan untuk membersihkan masjid dari pembicaraan dunia, perselisihan, mengangkat suara, dan menghunus senjata. Dan dimakruhkan mengambil dari masjid sebagai tempat khusus yang orang selain dia tidak dapat shalat pada tempat tersebut, dan dimakruhkan saling menolak untuk menjadi imam, bahkan hendaknya maju orang yang memiliki hak untuk menjadi imam.

وَرَوَى مُسْلِمٌ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالْحَاكِمُ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ خَبَرَ: إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُوْلُوْا لَهُ لَا أَرْبَحَ اللّٰهُ تِجَارَتَكَ،

Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, dan Imam Al-Hakim Telah meriwayatkan sebuah kabar dari Abu Hurairah: Apabila kalian melihat orang yang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah oleh kalian kepadanya, “Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu”,

وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيْهِ ضَالَّتَهُ فَقُوْلُوْا لَهُ: لَا رَدَّهَا اللّٰهُ عَلَيْكَ، فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا.

dan apabila kalian melihat orang yang mencari barang hilang di dalamnya, maka katakanlah kepadanya: “Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu”, karena sesungguhnya masjid-masjid tidak dibangun untuk ini.

قَوْلُهُ يَبْتَاعُ: أَيْ يَشْتَرِيْ. قَوْلُهُ فَقُوْلُوْا: أَيْ نَدْبًا. قَوْلُهُ لَا أَرْبَحَ إِنَّهُ دُعَاءٌ بِالْخُسْرَانِ قَوْلُهُ يَنْشُدُ بِفَتْحِ أَوَّلِهِ وَسُكُوْنِ ثَانِيْهِ وَضَمِّ الشِّيْنِ الْمُعْجَمَةِ، أَيْ يَتَطَلَّبُ،

Sabda Nabi ﷺ pada lafadz “يَبْتَاعُ”: maksudnya, membeli. Sabda Nabi ﷺ pada lafadz “فَقُوْلُوْا”: maksudnya, secara anjuran. Sabda Nabi ﷺ pada lafadz “لَا أَرْبَحَ " sesungguhnya itu adalah doa untuk kerugian. Sabda Nabi ﷺ pada lafadz “يَنْشُدُ” dengan fathah pada huruf pertamanya, sukun pada huruf keduanya, dan dhammah pada huruf ش yang bertitik, maksudnya, mencari,

وَفِيْ هَذَا الْحَدِيْثِ النَّهْيُ عَنْ نَشْدِ الضَّالَّةِ فِي الْمَسْجِدِ وَرَفْعِ الصَّوْتِ فِيْهِ لِلْإِجَارَةِ وَنَحْوِهَا مِنَ الْعُقُوْدِ.

dan dalam hadits ini terdapat larangan mencari barang hilang di dalam masjid dan mengangkat suara di dalamnya untuk sewa-menyewa dan sejenisnya dari berbagai akad.

قَالَ النَّوَوِيُّ نَقْلًا عَنْ بَعْضِ الْعُلَمَاءِ: يُكْرَهُ رَفْعُ الصَّوْتِ فِي الْمَسْجِدِ بِالْعِلْمِ وَغَيْرِهِ،

Telah berkata Imam An-Nawawi menukil dari sebagian ulama: Dimakruhkan mengangkat suara di dalam masjid untuk ilmu dan selainnya,

وَأَجَازَ أَبُو حَنِيْفَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ رَفْعَ الصَّوْتِ فِيْهِ بِالْعِلْمِ وَالْخُصُوْمَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ النَّاسُ،

Imam Abu Hanifah dan Muhammad bin Salamah dari kalangan sahabat Imam Malik telah membolehkan mengangkat suara di dalam masjid untuk ilmu, perdebatan, dan selain hal itu dari sesuatu yang manusia membutuhkannya,

لِأَنَّهُ مَجْمَعُهُمْ وَلَا بُدَّ لَهُمْ مِنْهُ. ثُمَّ قَالَ الْعَزِيْزِيُّ نَقْلًا عَنْ شَيْخِهِ يَنْبَغِيْ أَنْ لَا يُكْرَهَ رَفْعُ الصَّوْتِ بِالْمَوْعِظَةِ فِيْهِ، وَهَذَا الْحَدِيْثُ شَاهِدٌ لَهُ وَخُطْبَةُ الْجُمُعَةِ وَغَيْرُهَا مِنْ ذَلِكَ،

karena masjid adalah tempat berkumpul mereka dan mereka membutuhkannya. Kemudian telah berkata Syekh Al-‘Azizi menukil dari gurunya, seyogyanya agar tidak dimakruhkan mengangkat suara untuk memberikan nasihat di dalamnya, dan hadits ini menjadi saksi baginya, begitu pula khutbah Jumat dan selain dari hal itu.

وَكَذَا جَمِيْعُ مَا يُسْتَحَبُّ فِيْهِ رَفْعُ الصَّوْتِ كَالْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ وَالتَّلْبِيَةِ وَالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالتَّكْبِيْرِ فِي الْعِيْدِ.

Dan demikian pula semua hal yang disunnahkan untuk mengangkat suara di dalamnya seperti adzan, iqamah, talbiyah, shalawat kepada Nabi ﷺ, dan takbir pada hari raya.

Hadits 4: Malaikat Tidak Menyukai Perkataan Sia-sia Di Masjid

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْمَلَائِكَةَ يَتَكَرَّهُوْنَ مِنَ الْمُتَكلِّمِيْنَ فِي الْمَسْجِدِ بِكَلَامِ اللَّغْوِ) أَيْ بِالْكَلَامِ الْبَاطِلِ. (وَالْجَوْرِ) أَيْ الْكَلَامِ الْمَائِلِ عَنِ الْحَقِّ

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Sesungguhnya para malaikat tidak menyukai orang-orang yang berbicara di dalam masjid dengan perkataan yang sia-sia) maksudnya, dengan perkataan yang batil. (Dan perkataan yang menyimpang) maksudnya, perkataan yang melenceng dari kebenaran.

Hadits 5: Sebaik-baik Tempat Adalah Masjid

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: شَّرُّ الْبِقَاعِ) أَيْ بِقَاعُ الْبُلْدَانِ، وَفِيْ رِوَايَةٍ شَرُّ الْبِلَادِ (أَسْوَاقُهَا) لِمَا يَقَعُ فِيْهَا مِنَ الْغِشِّ وَالْأَيْمَانِ الْكَاذِبَةِ

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Seburuk-buruk tempat) maksudnya, tempat di negara-negara, dan dalam riwayat lain seburuk-buruk negeri (adalah pasar-pasarnya) karena sesuatu yang terjadi di dalamnya yakni penipuan dan sumpah-sumpah palsu.

(وَخَيْرُ الْبِقَاعِ مَسَاجِدُهَا) وَفِيْ رِوَايَةٍ شَرُّ الْبُلْدَانِ أَسْوَاقُهَا وَخَيْرُ بِقَاعِهَا الْمَسَاجِدُ رَوَاهُ الْحَاكِمُ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، وَهُوَ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ،

(Dan sebaik-baik tempat adalah masjid-masjidnya) Dan dalam riwayat lain seburuk-buruk negeri adalah pasar-pasarnya dan sebaik-baik tempatnya adalah masjid-masjid. Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Al-Hakim dari Jubair bin Muth’im, dan ini adalah hadits shahih,

وَفِيْ رِوَايَةٍ شَرُّ الْمَجَالِسِ الْأَسْوَاقُ وَالطُّرُقُ وَخَيْرُ الْمَجَالِسِ الْمَسَاجِدُ، فَإِنْ لَمْ تَجْلِسْ فِي الْمَسْجِدِ فَالْزَمْ بَيْتَكَ رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ عَنْ وَاثِلَةَ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ،

dan dalam riwayat lain seburuk-buruk majelis adalah pasar-pasar dan jalan-jalan dan sebaik-baik majelis adalah masjid-masjid, jika engkau tidak duduk di masjid maka tetaplah di rumahmu. Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam At-Thabrani dari Watsilah dengan sanad yang hasan,

Hadits 6: Anjuran Shalat Tahiyyatul Masjid

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِس حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ) رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَأَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ وَابْنُ مَاجَهْ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Apabila salah seorang di antara kalian masuk masjid maka janganlah dia duduk hingga dia shalat dua rakaat) Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, Imam An-Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah dari Abu Qatadah dan Imam Ibnu Majah dari Abu Hurairah.

قَالَ الْعَلْقَمِيُّ نَقْلًا عَنْ بَعْضِهِمْ: هَذَا الْعَدَدُ لَا مَفْهُومَ لِأَكْثَرِهِ بِاتِّفَاقٍ، وَاخْتُلِفَ فِي أَقَلِّهِ وَالصَّحِيْحُ اعْتِبَارُهُ، فَلَا تَتَأَدَّى هَذِهِ السُّنَّةُ بِأَقَلَّ مِنْ رَكْعَتَيْنِ، وَاتَّفَقَ أَئِمَّةُ الْفَتْوَى عَلَى أَنَّ الْأَمْرَ فِي ذَلِكَ لِلنَّدْبِ.

Telah berkata Imam Al-‘Alqami menukil dari sebagian ulama: Jumlah rakaat ini tidak ada mafhum untuk kebanyakannya menurut kesepakatan para ulama, dan diperselisihkan pada kurangnya dan yang shahih adalah memperhitungkannya,  maka tidak terlaksana sunnah ini dengan kurang dari dua rakaat, dan telah sepakat para imam fatwa bahwa perintah dalam hal itu (janganlah dia duduk hingga dia shalat dua rakaat) adalah untuk sunnah.

Catatan Kitab Tanqihul Qoul
    
1.

Tidak ada batasan maksimal untuk shalat tahiyatul masjid menurut kesepakatan para ulama

ثُمَّ قَالَ الْعَزِيْزِيُّ وَإِذَا جَلَسَ نَاسِيًا أَوْ سَاهِيًا وَقَصَّرَ الْفَصْلُ شُرِعَ لَهُ فِعْلُهَا، وَتَتَكَرَّرُ بِتَكَرُّرِ الدُّخُوْلِ، وَلَوْ عَنْ قُرْبٍ وَيُكْرَهُ أَنْ يَجْلِسَ مِنْ غَيْرِ تَحِيَّةٍ بِلَا عُذْرٍ،

Kemudian telah berkata syekh Al-‘Azizi dan apabila seseorang duduk karena lupa atau karena lalai dan pemisah waktunya sebentar maka disyariatkan baginya untuk mengerjakannya, dan sunnah shalat tahiyyatul masjid dapat berulang dengan berulangnya masuk masjid, walaupun dari dekat dan dimakruhkan untuk duduk tanpa shalat tahiyyatul masjid tanpa udzur,

وَتَحْصُلُ بِفَرْضٍ وَوِرْدٍ وَسُنَّةٍ لَا بِرَكْعَةٍ وَصَلَاةِ جَنَازَةٍ، وَيُحْرِمُ بِهَا قَائِمًا وَلَا يَجْلِسُ فِيْهَا وَهُوَ مَا اخْتَارَهُ الزَّرْكَشِيُّ.

dan sunnah shalat tahiyatul masjid bisa hasil dengan shalat fardhu, wirid dan shalat sunnah. tidak hasil dengan satu rakaat dan shalat jenazah, dan seseorang bertakbiratul ihram dengan shalat tahiyyatul masjid dalam keadaan berdiri dan seseorang tidak duduk di dalamnya dan itu adalah pendapat yang Imam Az-Zarkasyi telah memilihnya.

وَقَالَ الْأَسْنَوِيُّ لَوْ أَحْرَمَ بِهَا قَائِمًا، ثُمَّ أَرَادَ الْجُلُوْسَ فَالْقِيَاسُ عَدَمُ الْمَنْعِ، وَكَذَا الدَّمِيْرِيُّ وَالْأَوَّلُ أَوْجَهُ

Dan telah berkata Imam Al-Asnawi: jika seseorang melakukan ihram dengan shalat tahiyyatul masjid dalam keadaan berdiri, kemudian ingin duduk maka menurut qiyas itu tidak ada larangan, dan demikian pula Imam Ad-Damiri dan pendapat pertama itu lebih kuat.

Hadits 7: Keluhan Masjid Atas Penghuninya Yang Berbicara Dunia

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْتَفَعَتِ الْمَسَاجِدُ شَاكِيَةً مِنْ أَهْلِهَا الَّذِيْنَ يَتَكَلَّمُونَ فِيْهَا بِكَلَامِ الدُّنْيَا، فَتَسْتَقْبِلُهَا الْمَلَائِكَةُ فَتَقُولُ اِرْجِعِيْ فَقَدْ بُعِثْنَا بِهَلَاكِهِمْ.

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Masjid-masjid pasti akan naik seraya mengadu sebab penduduknya yang berbicara di dalamnya dengan pembicaraan dunia, maka para malaikat menghadapinya lalu berkata kembalilah, sungguh kami telah diutus untuk kehancuran mereka).

Hadits 8: Keutamaan Menyelakan Penerangan Di Masjid

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَسْرَجَ سِرَاجًا فِي الْمَسْجِدِ بِقَدْرِ مَا يَدُوْرُ فِي الْعَيْنِ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْتَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ ذَلِكَ الضَّوْءُ فِي الْمَسْجِدِ)

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Barangsiapa menyalakan lampu di masjid seukuran apa yang berputar di mata maka para malaikat senantiasa memohonkan ampun untuknya selama cahaya itu berada di masjid).

Hadits 9: Keutamaan Mewakafkan Karpet Ke Masjid

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ بَسَطَ حَصِيْرًا) وَهُوَ الْخَشُنُ الْمَنْسُوْجُ الْمَفْرُوْشُ (فِي الْمَسْجِدِ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْتَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ ذَالِكَ الْحَصِيْرُ فِي الْمَسْجِدِ).

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Barangsiapa membentangkan tikar)  حَصِيْرٌ adalah kain kasar yang ditenun lagi yang dihamparkan (di masjid maka para malaikat senantiasa memohonkan ampun untuknya selama tikar itu berada di masjid).

Hadits 10: Keutamaan Membersihkan Masjid Dari Kotoran Atau Gangguan

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَخْرَجَ قَذَرَةً) أَيْ نَجِسًا أَوْ طَاهِرًا (مِنَ الْمَسْجِدِ بِقَدْرِ مَا يَدُوْرُ فِي الْعَيْنِ أَخْرَجَهُ اللّٰهُ تَعَالَى مِنْ أَعْظَمِ ذُنُوبِهِ)

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Barangsiapa mengeluarkan kotoran) yakni kotoran yang najis atau yang suci (dari masjid seukuran apa yang berputar di mata maka Allah Ta'ala akan mengeluarkannya dari dosa-dosanya yang paling besar)

وَفِيْ رِوَايَةٍ أَنَّ ذَلِكَ مُهُورُ الْحُوْرِ الْعَيْنِ. وَفِيْ رِوَايَةٍ: مَنْ أَخْرَجَ أَذًى مِنْ الْمَسْجِدِ بَنَى اللّٰهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ. وَرَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ عَنْ ابْنِ سَعِيْدٍ بِإِسْنَادٍ ضَعِيْفٍ.

Dan dalam suatu riwayat sesungguhnya itu adalah mahar bidadari-bidadari. Dan dalam riwayat: Barangsiapa mengeluarkan gangguan dari masjid maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga. Dan telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Ibnu Majah dari Ibnu Sa’id dengan sanad yang lemah.

Hadits 11: Larangan Menjadikan Masjid Seperti Jalan

(وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تَجْعَلُوا مَسَاجِدَكُمْ كَالطُّرُقِ) وَهَذَا الْحَدِيْثُ سَاقِطٌ فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ.

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: Janganlah kalian menjadikan masjid-masjid kalian seperti jalanan) Dan hadits ini gugur di sebagian naskh.