Terjemah Kitab Tanqihul Qoul Bab 6 | Keutamaan Wudhu

10 Oct, 2025
Nama kitab:Tanqihul Qoul
Judul kitab Arab: تنقيح القول الحثيث
Judul terjemah: Terjemah Kitab Tanqihul Qoul
Mata Pelajaran:Hadits, Keutamaan Amal
Musonif:Syekh Nawawi al-Bantani
Nama Arab:الشيخ محمد بن عمر النووي البنتني
Lahir:813 Masehi; 1230 H, Tanara, Banten, Indonesia
Wafat:1897 M; 1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H / 22 Februari 1274 M
Penerjemah:Ahsan Dasuki

Tanqihul Qoul Bab ke

Tanqihul QoulImage by © LILMUSLIMIIN

اَلْبَابُ السَّادِسُ: فِي فَضِيْلَةِ الْوُضُوْءِ

Bab Yang Keenam Tentang Keutamaan Wudhu

Keutamaan membaca Surat Al-Qadr setelah wudhu

رُوِيَ عَنِ الضَّحَّاكِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

Diriwayatkan dari Sykeh Ad-Dhahhak dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, bahwasanya ia berkata: Telah bersabda Rasulullah ﷺ:

[مَا مِنْ عَبْدٍ وَلاَ امْرَأَةٍ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ، ثُمَّ قَرَأَ بَعْدَهُ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ إِلَى آخِرِهَا إِلاَّ أَعْطَاهُ اللّٰهُ تَعَالَى بِكُلِّ حَرْفٍ مِنْهَا مِائَةَ دَرَجَةٍ

[“Tidaklah seorang hamba laki-laki maupun perempuan yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya, kemudian ia membaca setelahnya ‘Innā anzalnāhu fī lailatil qadr’ hingga akhir surat, melainkan Allāh Ta’ālā pasti akan memberinya untuk setiap hurufnya seratus derajat ,

وَخَلَقَ اللّٰهُ تَعَالَى مِنْ كُلِّ قَطْرَةٍ قَطَرَتْ مِنْ وُضُوئِهِ مَلَكًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ] كَذَا فِي رِيَاضِ الصَّالِحِينَ.

dan Allāh Ta’ālā pasti akan menciptakan dari setiap tetesan yang menetes dari wudhunya seorang malaikat yang akan memohonkan ampunan untuknya hingga hari kiamat”]. Demikian disebutkan dalam kitab Riyadhus Shalihin."

Hadits 1: Wudhu yang Sempurna Menghapus Dosa

(قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ) بِأَنْ رَاعَى شُرُوطَهُ وَفُرُوضَهُ وَآدَابَهُ. (ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ)

(Telah bersabda Nabi ﷺ: "Barangsiapa berwudhu untuk shalat lalu membaguskan wudhunya") dengan ia** menjaga syarat-syaratnya, fardhu-fardhunya, dan adab-adabnya (kemudian ia berdiri untuk shalat, maka sesungguhnya ia akan keluar dari kesalahannya seperti pada hari ibunya melahirkannya.)

أَيْ فَإِنَّهُ لَمْ يَبْقَ مِنْهُ شَيْءٌ مِنْ ذُنُوبِهِ الصَّغِيرَةِ، كَأَنَّهُ فِي يَوْمِ خُرُوجِهِ مِنْ بَطْنِ أُمِّهِ قَوْلُهُ: كَيَوْمِ مَبْنِيٌّ عَلَى الفَتْحِ لِإِضَافَتِهِ إِلَى فِعْلٍ مَبْنِيٍّ.

Maksudnya, sesungguhnya ia tidak akan tersisa sedikit pun darinya dari dosa-dosa kecilnya, seolah-olah ia berada pada hari ia keluar dari perut ibunya. Sabda Nabi ﷺ  pada lafadz ‘كيوم ’ adalah mabni fathah karena di-idhafah-kan kepada fi’il yang mabni.

Hadits 2: Wudhu dan Shalat Menghapus Dosa Antara Dua Waktu

(وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ وَصَلَّى كَفَّرَ اللّٰهُ ذُنُوبَهُ) وَالمُرَادُ الصَّغَائِرُ (مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلاَةِ الْأُخْرَى الَّتِي تَلِيهَا

(Dan telah bersabda Nabi ﷺ: "Barangsiapa berwudhu untuk shalat dan kemudian ia shalat, maka Allāh pasti akan menghapus dosa-dosanya") dan yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil (antara shalat tersebut dan shalat berikutnya yang mengiringinya.)

Hadits 3: Tidur dalam Keadaan Suci

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ نَامَ عَلَى وُضُوءٍ فَأَدْرَكَهُ المَوْتُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ فَهُوَ عِنْدَ اللّٰهِ شَهِيْدٌ)

(Telah bersabda Nabi ﷺ: "Barangsiapa tidur dalam keadaan berwudhu lalu kematian mendapatinya pada malam itu, maka di sisi Allāh ia adalah seorang syahid.")

وَفِي الإِحْيَاءِ قَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: [إِذَا نَامَ العَبْدُ عَلَى طَهَارَةٍ عَرَجَ بِرُوحِهِ إِلَى العَرْشِ فَكَانَتْ رُؤْيَاهُ صَادِقَةً، وَإِنْ لَمْ يَنَمْ عَلَى طَهَارَةٍ قَصَرَتْ رُوحُهُ عَنِ البُلُوغِ، فَتِلْكَ المَنَامَاتُ أَضْغَاثُ أَحْلاَمٍ لاَ تَصْدُقُ].

Dan dalam kitab Al-Ihya, telah bersabda Nabi ﷺ: [Apabila seorang hamba tidur dalam keadaan suci, maka ruhnya akan naik ke ‘Arsy, sehingga terbutki mimpinya adalah benar. Dan jika ia tidak tidur dalam keadaan suci, maka ruhnya terbatas dari sampai (tidak bisa sampai ke Arsy),** maka mimpi-mimpi itu adalah mimpi-mimpi kosong yang tidak benar.]**

Hadits 4: Tidur Suci Seperti Orang yang Berpuasa dan Qiyam

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: النَّائِمُ الطَّاهِرُ كَالصَّائِمِ القَائِمِ) أَيِ الْمُصَلِّي فِي اللَّيْلِ، أَيْ فِي حُصُوْلِ الْأَجْرِ، وَإِنِ اخْتَلَفَ المِقْدَارُ

(Telah bersabda Nabi ﷺ: "Orang yang tidur dalam keadaan suci itu seperti orang yang berpuasa dan bangun malam") Maksudnya adalah orang yang shalat di malam hari, yakni dalam hal mendapatkan pahala, meskipun kadarnya berbeda.

رَوَاهُ الحَكِيمُ التِّرْمِذِيُّ عَنْ عُمَرَ بْنِ حُرَيْثٍ. وَإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ كَذَا فِي السِّرَاجِ المُنِيْرِ.

Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Hakim At-Tirmidzi dari Umar bin Huraits. Dan sanadnya dha’if (lemah), demikian disebutkan dalam kitab As-Sirajul Munir.

Hadits 5: Keutamaan Memperbarui Wudhu

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَوَضَّأَ عَلَى طُهْرٍ) أَيْ جَدَّدَ وُضُوءَهُ، وَهُوَ عَلَى طُهْرِ الْوُضُوءِ الَّذِي صَلَّى بِهِ فَرْضًا أَوْ نَفْلاً، فَإِنْ لَمْ يُصَلِّ بِالْوُضُوءِ الْأَوَّلِ صَلاَةً مَا، فَلاَ يُسْتَحَبُّ تَجْدِيدُ الْوُضُوءِ

(Telah bersabda Nabi ﷺ: "Barangsiapa berwudhu dalam keadaan suci****") Maksudnya, ia memperbarui wudhunya, dan ia masih dalam keadaan suci dari wudhu yang ia telah shalat fardhu dengan wudhu tersebut atau shalat sunnah. Maka jika ia belum shalat dengan wudhu yang pertama berupa shalat manapun, maka tidak disunnahkan untuk memperbarui wudhu.

(كُتِبَ لَهُ) بِالْبِنَاءِ لِلْمَفْعُولِ (عَشْرُ حَسَنَاتٍ) أَيْ بِالْوُضُوءِ المُجَدَّدِ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ التِّرْمِذِيُّ: إِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ

(maka pasti akan dituliskan untuknya) kalimat كتب dengan bentuk mabni majhul (sepuluh kebaikan.) Maksudnya, dengan wudhu yang diperbarui. Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan Imam Ibnu Majah dari Ibnu Umar. Telah berkata At-Tirmidzi: Sanadnya dha’if (lemah).

قَوْلُهُ كُتِبَ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ: قَالَ بَعْضُهُمْ: يُشْبِهُ أَنْ يَكُونَ المُرَادُ كَتَبَ اللّٰهُ بِهِ عَشْرَ وُضُوءَاتٍ، فَإِنَّ أَقَلَّ مَا وَعَدَ بِهِ اللّٰهُ مِنَ الْأَضْعَافِ الْحَسَنَةَ بِعَشَرَةِ أَمْثَالِهَا،

Sabda Nabi ﷺ pada lafadz “عشر حسنات”: Telah berkata sebagian ulama : “Ini menyerupai maksud bahwa Allāh menuliskan untuknya sepuluh wudhu,” karena paling sedikitnya pahala yang telah Allāh janjikan dengannya dari pelipat gandaan satu kebaikan adalah sepuluh kali lipatnya,

وَقَدْ وَعَدَ اللّٰهُ بِالْوَاحِدَةِ سَبْعَمِائَةٍ وَوَعَدَ ثَوَابًا بِغَيْرِ حِسَابٍ، وَقَدْ يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ تَوَضَّأَ أَنَّ الْغُسْلَ لاَ تَجْدِيدَ فِيهِ كَالتَّيَمُّمِ وَهُوَ الْأَصَحُّ.

dan sungguh Allāh telah menjanjikan untuk satu (kebaikan) dengan tujuh ratus (kali lipat) dan menjanjikan pahala tanpa hisab. Dan dapat diambil kesimpulan dari sabdanya “berwudhu”  bahwa mandi (junub) tidak ada anjuran untuk memperbaruinya, sebagaimana tayamum, dan ini adalah pendapat yang lebih shahih.

Hadits 6: Wudhu dengan Menyebut Nama Allah

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ صَلاَةَ) صَحِيحَةً (لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ) كَامِلاً (لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهِ)

(Telah bersabda Nabi ﷺ: "Tidak ada shalat) yang sah (bagi orang yang tidak punya wudhu, dan tidak ada wudhu) yang sempurna (bagi orang yang tidak menyebut nama Allāh atasnya.")

رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَالْحَاكِمُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَابْنُ مَاجَهْ عَنْ سَعِيْدِ بْنِ زَيْدٍ.

Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Hakim dari Abu Hurairah, dan Ibnu Majah dari Sa’id bin Zaid.

Hadits 7: Wudhu adalah Separuh dari Iman

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْوُضُوءُ شَطْرُ الْإِيمَانِ) رَوَاهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ عَنْ حَسَّانِ بْنِ عَطِيَّةَ،

(Telah bersabda Nabi ﷺ: "Wudhu adalah separuh dari iman.") Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Ibnu Abi Syaibah dari Hassan bin ‘Athiyyah,

وَفِي رِوَايَةٍ لِغَيْرِهِ الطُّهُورُ بِضَمِّ الطَّاءِ شَطْرُ الْإِيمَانِ، أَيْ وَذَلِكَ لِأَنَّ الْإِيْمَانَ يُطَهِّرُ نَجَاسَةَ الْبَاطِنِ وَالوُضُوءُ يُطَهِّرُ نَجَاسَةَ الظَّاهِرِ.

dan dalam riwayat selain milik Imam Ibnu Abi Syaibah ‘اَلطُّهُوْرُ’ dengan dhammah pada huruf ط’ adalah separuh dari iman, yakni karena iman membersihkan najis batin dan wudhu membersihkan najis lahir.

Hadits 8: Jumlah Basuhan dalam Wudhu

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِبْغَةُ الْوُضُوءِ) بِكَسْرِ الصَّادِ وَسُكُونِ الْمُوَحَّدَةِ ثُمَّ الغَيْنِ أَيْ أَصْلُ الوُضُوءِ (مَرَّةٌ) أَيْ وَاحِدَةٌ فِي كُلِّ عُضْوٍ

(Telah bersabda Nabi ﷺ: "Dasar wudhu) kalimat صبغة dengan kasrah pada huruf ص, sukun pada huruf ب’, kemudian غ, artinya adalah asal/pokok wudhu (adalah satu kali basuhan) yakni satu kali pada setiap anggota wudhu

(فَمَنْ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ كَانَ لَهُ كِفْلَانِ) بِكَسْرِ الكَافِ أَيْ ضِعْفَانِ (مِنَ الْأَجْرِ وَمَنْ تَوَضَّأَ ثَلاَثًا فَهُوَ) أَيِ الْوُضُوءُ الْمُكَرَّرُ ثَلاَثًا (وُضُوءُ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِيْ)

(maka barangsiapa berwudhu dua kali, maka ada baginya dua bagian) kalimat كفلان dengan kasrah pada huruf ك, artinya dua kali lipat (dari pahala. Dan barangsiapa berwudhu tiga kali, maka ia) yaitu wudhu yang diulang tiga kali (adalah wudhunya para nabi sebelumku.")

وَفِي الْإِحْيَاءِ: [وَتَوَضَّأَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً مَرَّةً وَقَالَ: هَذَا وُضُوءٌ لاَ يَقْبَلُ اللّٰهُ الصَّلاَةَ إِلاَّ بِهِ،

Dan dalam kitab Al-Ihya: [telah berwudhu Nabi ﷺ satu kali satu kali dan bersabda: Ini adalah wudhu yang Allāh tidak akan menerima shalat kecuali dengannya,

وَتَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ وَقَالَ: مَنْ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ آتَاهُ اللّٰهُ أَجْرَهُ مَرَّتَيْنِ

dan beliau berwudhu dua kali dua kali dan bersabda: Barangsiapa berwudhu dua kali dua kali, Allāh pasti akan memberinya pahalanya dua kali lipat,

وَتَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا وَقَالَ: هَذَا وُضُوئِي وَوُضُوءُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي، وَوُضُوءُ خَلِيْلِ الرَّحْمٰنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ].**

dan beliau berwudhu tiga kali tiga kali dan bersabda: Ini adalah wudhuku dan wudhu para nabi sebelumku, serta wudhunya kekasih Ar-Rahman, Ibrahim ‘alaihissalam].**

Hadits 9: Syarat Sah Shalat adalah Wudhu

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يَقْبَلُ اللّٰهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ) وَالْمُرَادُ بِالْقَبُوْلِ هُنَا مَا يُرَادِفُ الصِّحَّةَ، وَهُوَ الْإِجْزَاءُ وَحَقِيقَةُ الْقَبُولِ ثَمْرَةُ وُقُوعِ الطَّاعَةِ مُجْزِئَةً رَافِعَةً لِمَا فِي الذِّمَّةِ،

(Telah bersabda Nabi ﷺ: "Allāh tidak akan menerima shalat salah seorang dari kalian") dan yang dimaksud dengan ‘penerimaan’ di hadits ini adalah sinonim dari ‘sah’, yaitu ‘mencukupi’. Dan hakikat ‘penerimaan’ adalah buah dari terlaksananya ketaatan yang mencukupi dan menggugurkan pada apa yang ada dalam tanggungan,

وَلَمَّا كَانَ الْإِتْيَانُ بِشُرُوْطِهَا مَظِنَّةَ الْإِجْزَاءِ الَّذِي الْقَبُولُ ثَمْرَتُهُ عُبِّرَ عَنْهُ بِالْقَبُوْلِ مَجَازًا،

dan ketika terbukti pelaksanaan syarat-syaratnya itu menjadi dugaan kuat atas ‘kecukupan’ yang buahnya adalah ‘penerimaan’, maka diungkapkan darinya dengan kata ‘penerimaan’ secara majaz.

وَأَمَّا الْقَبُولُ الْمَنْفِيُّ فِي مِثْلِ قَوْلِهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: [مَنْ أَتَى عَرَّافًا لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ]، فَهِيَ الْحَقِيقِيُّ لِأَنَّهُ قَدْ يَصِحُّ الْعَمَلُ، وَيَخْتَلِفُ الْقَبُوْلُ لِمَانِعٍ كَذَا فِي السِّرَاجِ الْمُنِيْرِ،

Adapun ‘penerimaan’ yang dinafikan dalam semisal sabda Nabi ﷺ: [“Barangsiapa mendatangi peramal, maka shalatnya tidak diterima”], maka itu adalah penerimaan hakiki, karena terkadang suatu amalan bisa sah, namun penerimaannya berbeda karena adanya penghalang, demikian disebutkan dalam kitab As-Sirajul Munir.

وَفِي لَفْظٍ لاَ تَصِحُّ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ (إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ) أَيْ بِالْمَاءِ أَوْ مَا يَقُومُ مَقَامَهُ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَأَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ، وَابْنُ مَاجَهْ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ.

Dan dalam suatu lafadz: “Tidak sah shalat salah seorang dari kalian” (apabila ia berhadats hingga ia berwudhu) yakni dengan air atau apa yang bisa menggantikannya. Telah meriwayatkan pada hadits ini Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan Imam Ibnu Majah dari Abu Hurairah.

Hadits 10: Wudhu di atas Wudhu Adalah Cahaya di atas Cahaya

(وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلْوُضُوءُ عَلَى الْوُضُوءِ نُوْرٌ عَلَى نُوْرٍ) أَيْ تَجْدِيْدُ الْوُضُوْءِ حَسَنَةٌ عَلَى حَسَنَةٍ

(Telah bersabda Nabi ﷺ: "Wudhu di atas wudhu adalah cahaya di atas cahaya.") Maksudnya, memperbarui wudhu adalah kebaikan di atas kebaikan.

قَالَ ابْنُ حَجَرٍ: هُوَ مُسْنَدُ رَزِينٍ رَحِمَهُ اللّٰهُ، وَلَمْ يَطَّلِعْ عَلَيْهِ الْمُنْذِرِيُّ كَذَا فِي الْبَدْرِ الْمُنِيْرِ لِلشَّيْخِ عَبْدِ الْوَهَّابِ بْنِ أَحْمَدَ الْأَنْصَارِيِّ.

Telah berkata Imam Ibnu Hajar: “Hadits ini adalah Musnad dari Syekh Razin rahimahullāh, dan Imam Al-Mundziri tidak menelitinya, demikian disebutkan dalam Kitab Badrul Munir karya Syekh Abdul Wahhab bin Ahmad Al-Anshari.”

وَفِي الْإِحْيَاءِ قَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: [مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُحْدِثْ نَفْسَهُ فِيهِمَا بِشَيْءٍ مِنَ الدُّنْيَا، خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ]،

Dan dalam kitab Al-Ihya, telah bersabda Nabi ﷺ: [Barangsiapa berwudhu lalu membaguskan wudhunya dan shalat dua rakaat, ia tidak berbicara pada dirinya sendiri dalam dua rakaat tersebut sesuatupun tentang urusan dunia, maka pasti ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ibunya melahirkannya],

وَفِي لَفْظٍ آخَرَ: [وَلَمْ يَسْفِهْ فِيهِمَا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ].

dan dalam lafadz lain: [dan ia tidak bersikap bodoh dalam keduanya, maka pasti akan diampuni apa yang telah lalu dari dosa-dosanya].